Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya

Hikmah

Perbincangan Singkat; Dialog Intelektual

Perbincangan Singkat; Dialog Intelektual. (Ilustrasi: NUO).

Kemarin, (20/06) pada acara Rapat Pleno PBNU di Jakarta, ku bertemu lagi dengan gus Hodri Arief. Segera aku ingat pertemuan di rumah beberapa tahun lalu. Aku merepost  isi perbincangan itu. 


Tadi malam, 21.06.18, tiga orang Doktor muda : seorang dari Jember dan dua dari Cirebon, putra-putra kiai, datang ke rumah untuk silaturrahim. Sebut saja namanya: Ali, Agus dan Hodri. Pertemuan itu menciptakan gairah intelektual. Banyak isu yang dibicarakan, termasuk isu Gus Yahya yang heboh itu. 


Seorang dari mereka menyampaikan keluh tentang cara-cara penyebaran agama melalui kekerasan verbal : fitnah, pembunuhan karakter, hoax dan sejenisnya. Cara-cara itu dilakukan oleh orang-orang yang mengaku diri paling mengerti tentang Islam dan selalu meneriakkan jargon-jargon Agama. Dan ini sedang berkembang di negara-negara beragama. 


Baca Juga:
Teladan Nabi Ibrahim AS (1): Menemukan Konsep Ketuhanan dan Berdebat dengan Penguasa


Teman yang lain menyahut : lalu bagaimana cara melawan mereka. Ya mereka yang melakukan kekerasan verbal tersebut. Apakah harus dilakukan dengan cara yang sama?. Artinya : kekerasan dilawan dengan kekerasan.


Tampaknya banyak orang yang menyetujui cara ini. Ia tampaknya juga sedang berkembang. Yang lain bicara soal metode indoktrinasi yang terus menerus dalam menyebarkan suatu paham keagamaan. "Pokoknya harus begini dan ini, tidak boleh begitu dan jangan itu". Atau "Inilah yang benar , dan yang lain salah, sesat dan kafir". Ini belakangan menjadi cara paling efektif dan cepat dalam menarik publik.


Aku merenung sejenak sambil membayangkan bagaimana masa depan negeri ini. Lalu aku bilang: 


Baca Juga:
Klasifikasi Bid'ah Menurut Pendapat Para Ulama


Menurut aku. Cara-cara menyebarkan agama melalui kekerasan verbal itu berlawanan dengan Islam, semua agama dan ide-ide kemanusiaan. Tak ada agama dan etika kemanusiaan yang mengajarkan kekerasan, kebohongan dan fitnah. Agama-agama justeru hadir untuk menghapuskan cara-cara ini. Tanpa misi ini agama menjadi tak berguna. Praktik ini akan menciptakan konflik-konflik dan tragedi-tragedi kemanusiaan yang panjang. 


Penyebaran pikiran/paham secara indoktrinasi merupakan metode pembodohan rakyat.  Ini sangat mencemaskan bagi masa depan bangsa. Boleh jadi  apa yang terjadi sekarang ini merupakan  hasil dari cara pendidikan dan pengajaran agama yang indoktrinatif itu. Oleh karena itu perlawanan dengan cara yang sama akan menghasilkan pembodohan berlipat dan masif. 


Yang harus dikembangkan adalah dialog konstruktif. Sebuah perbincangan intelektual yang sehat, tanpa marah-marah. Ini jalan yang ditekankan oleh al-Qur’an dan Nabi Muhammad. (Q.s. an-Nahl, 125).


Itu juga yang dilakukan oleh tokoh-tokoh kemanusiaan legendaris, termasuk Gus Dur. 
Melalui dialog dan pengembangan intelektual yang sehat dan mencerdaskan, serta bicara santun itulah bangsa-bangsa menjadi maju, damai dan sejahtera.


Agama hadir agar dipeluk atas dasar pemahaman dan ketulusan, bukan karena kepasrahan dalam ketakutan.


Agama dipeluk karena ia menghadirkan pesona kehangatan cinta, dan bukan kemarahan. 


KH Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU

Editor: M. Rizqy Fauzi

Artikel Terkait