Syariah

Keabsahan Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Ibadah Shalat

Selasa, 3 Desember 2024 | 08:00 WIB

Keabsahan Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Ibadah Shalat

Mukena di pakai saat shalat. (Foto: NU Online/Freepik)

Potensi bisnis perlengkapan ibadah, khususnya mukena, di Indonesia terus berkembang seiring dengan inovasi desain. Mukena dengan motif bordiran batik, bunga, daun, serta kombinasi warna menarik kini banyak diminati. Namun, di sisi lain, pemakaian pakaian bermotif dalam shalat kerap dianggap makruh karena dinilai dapat mengganggu kekhusyukan. Hal ini menjadi perbincangan, baik dari sisi fiqih maupun praktiknya dalam keseharian.


Permasalahan ini dibahas dalam Bahtsul Masail Komisi B Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) se-Jawa Timur ke-XXVII, yang diadakan di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, pada 13-14 November 2024. Hasil diskusi tersebut merumuskan beberapa poin penting terkait hukum mukena bermotif:


Memakai mukena bermotif pada dasarnya diperbolehkan, selama motif, corak, atau variasi warnanya tidak berpotensi mengganggu kekhusyukan shalat.

Kemakruhan berlaku jika motif atau warna mukena berpotensi mengalihkan perhatian, seperti motif mencolok atau gambar yang aneh.

Para ulama mazhab Syafi’i telah membahas hal ini secara mendalam. Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam Fathul Mu’in menyebutkan:

ومن ثم كرهت أيضا في مخطط أو إليه أو عليه لأنه يخل بالخشوع
 

Artinya: "Karena hadits larangan mengangkat pandangan ke atas dalam shalat, dimakruhkan juga shalat memakai baju yang bergaris-garis, atau di depannya atau di bawahnya ada baju seperti itu, sebab hal itu dapat mengganggu kekhusyukan." (Fathul Mu’in, Beirut: Darul Kutub 'Ilmiyah, 2017, hlm. 40).


Dasar hukum kemakruhan ini merujuk pada hadits riwayat Imam Al-Bukhari:
 

مَا بَالُ أَقْوامٍ يَرْفَعُونَ أَبْصَارَهُمْ إِلَى السَّمَاءِ في صَلاَتِهِمْ؟ ثُمَّ قَالَ: لَيَنْتَهُنَّ عَنْ ذَلِكَ أَوْ لَتُخطفَنَّ أَبْصَارُهُمْ

Artinya: "Apa yang membuat orang-orang itu mengangkat penglihatan mereka ke langit dalam shalat mereka?" Kemudian Nabi saw bersabda lagi: "Hendaknya mereka berhenti dari hal itu, atau (jika tidak) niscaya penglihatan mereka tercerabut secara cepat." (HR Al-Bukhari).


Lebih lanjut, Syekh Al-Bakri Syatha dalam I’anatut Thalibin menjelaskan bahwa pakaian bergaris atau bermotif yang makruh adalah yang menarik perhatian karena terlihat jelas:


قوله: في مخطط أي ثوب فيه خطوط، سواء كانت تصاوير أو غيرها...

Artinya: "Ungkapan Al-Malibari: 'Di pakaian bergaris ...' yaitu pakaian dengan garis-garis, baik berupa gambar atau lainnya ... karena mengganggu kekhusyukan." (I’anatut Thalibin, Beirut: Darul Fikr, juz I, hlm. 223).


Pandangan serupa dikemukakan Imam Ibnu Hajar Al-Haitami, yang menegaskan bahwa kemakruhan tersebut bersifat umum, terlepas dari apakah gangguan itu benar-benar dirasakan atau tidak.


Rekomendasi Bahtsul Masail ini memberikan landasan bahwa penggunaan mukena bermotif tetap sah selama tidak mengganggu kekhusyukan. Namun, dalam konteks menjaga kualitas shalat, diutamakan menggunakan mukena yang sederhana dan tidak mencolok.


(Sumber: Fathul Mu’in, I’anatut Thalibin, Tuhfatul Muhtaj, Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubra, dan Hasyiyah At-Tarmasi.)


Tulisan ini dikutip dari artikel karya Ustadz Muhamad Hanif Rahman sebagaimana dimuat di NU Online.