• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Syariah

Hukum Perayaan Maulid Nabi SAW menurut Syekh Jalaluddin As-Suyuthi

Hukum Perayaan Maulid Nabi SAW menurut Syekh Jalaluddin As-Suyuthi
Ilustrasi: NUO
Ilustrasi: NUO

Rabiul Awal merupakan salah satu diantara dua belas nama bulan yang terdapat dalam kalender Hijriyah. Tahun ini, melalui Lembaga Falakiyah PBNU secara resmi mengumumkan bahwa awal Rabiul awal jatuh pada Jumat, 8 Oktober 2021. Tentu ini menjadi kabar baik bagi seluruh makhluk di alam semesta, sebab didalam bulan ini terdapat suatu peristiwa yang selalu diperingati, yakni lahirnya Nabi Muhamad SAW.  


Hari lahir Nabi Muhammad SAW memiliki keistimewaan sendiri bagi umat Islam. Pada hari kelahiran ini, umat Islam di berbagai belahan dunia merayakannya dengan berbagai macam acara yang pada intinya mengingat kembali perjuangan dan suri teladan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.


Dalam kitab Al-Hawi lil Fatawa Syekh Jalaluddin As-Suyuthi mengungkapkan, perayaan maulid Nabi SAW besar-besaran dilakukan pertama kali oleh Raja Mudzafar, penguasa wilayah Irbil. Ia seorang raja pemberani, pahlawan, alim, dermawan, dan adil. Bahkan hingga sekarang, tradisi baik ini terus berlanjut dan tetap dipertahankan oleh sebagian besar umat Islam, khususnya di Indonesia.


Syekh Jalaluddin al-Suyuthi pernah ditanya terkait hukum perayaan maulid Nabi Muhammad SAW. Lalu, dalam kitab tersebut Ia menjelaskan:


عندي أن أصل عمل المولد الذي هو اجتماع الناس وقراءة ما تيسر من القرآن ورواية الأخبارالواردة في مبدأ أمر النبي صلى الله عليه وسلم وما وقع في مولده من الآيات، ثم يمد لهم سماط يأكلونه وينصرفون من غير زيادة على ذلك هو من البدع الحسنة التي يثاب عليها صاحبها لما فيه من تعظيم قدر النبي صلى الله عليه وسلم وإظهار  الفرح  والاستبشار بمولده الشريف


Artinya, "Menurut saya, hukum pelaksanaan maulid Nabi, yang mana pada hari itu masyarakat berkumpul, membac Al-Qur’an, dan membaca kisah Nabi SAW pada  permulaan perintah Nabi SAW serta peristiwa yang terjadi pada saat beliau dilahirkan, kemudian mereka menikmati hidangan yang disajikan dan kembali pulang ke rumah masing-masing tanpa ada tambahan lainnya, adalah bid’ah hasanah. Diberi pahala orang yang memperingatinya karena bertujuan untuk mengangungkan Nabi SAW serta menunjukkan kebahagiaan atas kelahiran Beliau.” 


Oleh karena itu, perayaan maulid Nabi Muhammad SAW tidak tepat dikategorikan sebagai bid’ah sayyi'ah (bid’ah tercela). Sebab, dalam pelaksanaan merayakan Maulid tidak mengandung unsur maksiat sedikit pun. Bisa dikatakan, hampir seluruh aktivitas yang dilakukan dalam peringatan maulid Nabi SAW memiliki landasan syariatnya. Tidak ada satu pun ulama yang mengatakan baca Al-Qur’an, mendengar ceramah keagamaan, membaca kisah perjalanan Rasulullah SAW, dan berbagi makanan itu adalah bid’ah dan haram dilakukan.


Para ulama sepakat kegiatan di dalam peringatan maulid tidak mengandung satu kemungkaran pun. Seluruh aktivitas yang terdapat di dalam maulid Nabi SAW tidak bertentangan dengan syariat. Oleh karena itu, Syekh Jalaluddin As-Suyuthi berpendapat bahwa orang yang memperingati maulid Nabi SAW diberi pahala oleh Allah SWT, karena Syekh Jalaluddin melihat kandungan positif dari peringatan tersebut.


Pewarta: Muhammad Rizqy Fauzi
 


Syariah Terbaru