• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Sejarah

Kiai Abbas dan Perang 10 November di Surabaya 

Kiai Abbas dan Perang 10 November di Surabaya 
(Foto: NU Online)
(Foto: NU Online)

Bandung, NU Online Jabar 
Kiai Abbas Buntet Pesantren adalah  kiai kharismatik yang dikenal karena kealiman dan keteduhan spiritualnya. Namanya juga dikenal baik di kalangan pesantren dan tokoh nasional pada saat itu. Ia akrab bergaul dengan beberapa tokoh nasional baik dari kalangan Islam maupun nasionalis. 

Dari kalangan Islam ia akrab bergaul dengan KH M Hasyim Asy’ari, KH Wahab Hasbullah, dan KH Bisri Syansuri. Sementara dari kalangan nasionalis, ia akrab bergaul dengan beberapa tokoh seperti HOS. Tjokroaminoto, Ki Hajar Dewantoro, dan Dr Soetomo, serta H. Samanhudi (Pendiri SD) sehingga menjadikannya tokoh yang disegani pada saat itu. 

Kiai Abbas juga dikenal sebagai sosok ulama yang mempunyai rasa nasionalisme yang sangat tinggi. Pertempuran Surabaya pada 1945 menjadi bukti nyata peran besar kiai kelahiran Cirebon, 25 Oktober 1879 itu. 

Bagi Kiai Abbas, nasionalisme adalah suatu komitmen Bersama dalam menentang segala bentuk penjajahan yang harus dilawan. Oleh sebab itu, mempertahankan kedaulatan bangsa dan negara adalah Sebagian dari iman. Melepaskan diri dari belenggu penjajah menjadi syarat mutlak untuk menjadi bangsa yang merdeka. Nasionalisme menjadi kesadaran bersama untuk mempersatukan umat Islam dalam rangka berjuang mempertahankan kemerdekaan bangsa. 

Sikap nasionalismenya ini tidak lepas dari sikap dan perilaku pendahulunya yakni Mbah Muqoyyim yang selalu non-koperatif terhadap para penjajah. Perlawanan dan pelariannya semasa hidup, menjadikannya sosok yang disegani sekaligus dibenci oleh para penjajah. Inilah yang menjadi dasar bagi Kiai Abbas untuk terus melanjutkan sikap dan kedigdayaannya. 

Perang 10 November 1945 di Surayaba

Sebagaimana dikutip NU Online tentang kisah perjuangan Kiai Abbas dengan para kiai dan santri lainnya, dikisahkan bahwa setelah mendapat restu dari KH Hasyim Asy’ari, Bung Tomo menggelorakan pekik takbir dan semangat perlawanan melalui pidatonya yang berkobar-kobar di radio. Mereka yang mendengar pidato dari Bung Tomo langsung bergegas mengangkat senjata untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah. 

Namun, ketika para pasukan ini sudah siap untuk melakukan perlawanan, KH Hasyim Asy’ari menginstruksikan untuk menunggu salah seorang kiai yang ia sebut sebagai Macan dari Cirebon. Kiai yang dimaksudnya adalah Kiai Abbas dari Buntet Pesantren. 

Kiai Abbas dikenal memiliki ilmu kanuragan/bela diri tingkat tinggi dan supranatural yang mumpuni. Sesampainya di Surabaya, Kiai Abbas memerintahkan para laskar dan pemuda-pemuda yang akan berjuang untuk mengambil air wudhu dan meminum air yang telah diberi doa. 

Sementara itu, Kiai Abbas dan para kiai yang lainnya berada di posisi yang agak tinggi, sehingga bisa memantau jalannya pertempuran. Dengan menggunakan sandal bakyak, Kiai Abbas berdiri tegak di halaman masjid sambil berdoa. 

Ia menengadahkan kedua tangannya ke langit, dan keajaiban pun terjadi. Beribu-ribu talu (penumbuk padi) dari rumah-rumah warga berhamburan terbang menerkang serdadu Belanda. Suaranya tempak bergemuruh bagaikan air bah, sehingga belanda kewalahan dan merekapun mundur. Tidak lama kemudian pihak sekutu mengirim pesawat bomber Hercules. Akan tetapi pesawat itu tidab-tiba meledak di udara. 

Beberapa pesawat sekutu berturut-turut datang lagi dengan maksud menjatuhkan bom untuk menghancurkan Kota Surabaya, Tetapi hasilnya nihil, pewasat tersebut lagi-lagi meledak di udara sebelum beraksi. 

Cerita tentang kiprah perjuangan dan kesaktian Kiai Abbas adalah kisah nyata ini banyak diamini oleh masyarakat/publik secara luas sehingga sulit dibantah. 

Diolah dari berbagai sumber referensi


Sejarah Terbaru