• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Opini

Tradisi Lockdown Ala Santri di Era Globalisasi Teknologi

Tradisi Lockdown Ala Santri di Era Globalisasi Teknologi
Tradisi Lockdown Ala Santri di Era Globalisasi Teknologi. (Foto: NU Online)
Tradisi Lockdown Ala Santri di Era Globalisasi Teknologi. (Foto: NU Online)

Oleh Ramdhani Sastra Negara
Pada era masyarakat digital kini, ada masa yang bersifat sementara dan terbagi menjadi dua tingkatan, antara lain; masyarakat struktural dan masyarakat kultural. Frame atau mindset kalangan milenial dalam perkembangan teknologi gawai semakin pesat dan serba cepat di era globalisasi. 


Sehingga proses sebuah interaksi sosial tak lagi mengandalkan cara bersosialisasi dengan bertatap muka. Karena telah beralih ke aplikasi obrolan online yang beragam manfaatnya. Hari ini mindset berpikir kita adalah bahwa sosial media merupakan wadah untuk berkeluh kesah, dari kutipan-kutipan ceramah menjadi semacam postingan yang rutin disajikan. Namun acapkali disertai informasi yang tak jelas dari mana sumber ilmu itu berasal,


"innallaha la yughayyiru ma biqoumin hatta yughayyiru ma bianfusihim" 


Dari perkembangan informasi dan komunikasi dalam skala massal di era digital telah merubah tatanan sosial masyarakat dari masyarakat lokal menuju masyarakat global. Kondisi ini disebut Cyber Society. Tetapi "siapa subjek utama dari perubahan?", di era kita sekarang yakni masyarakat justru terkena dampak dari kemajuan teknologi, informasi, dan komunikasi. 


Sehingga situasi tersebut sulit diatasi, sebagaimana penyebaran pemberitaan-pemberitaan di siaran televisi dan informasi. Maka hal inilah yang menyebabkan terjadinya 'filterisasi informasi'  berupa opini, esai atau berbasis fakta juga hoaks. 


Santri di zaman now, mesti memiliki metode "lockdown" atau tabayyun dari gempuran informasi agar tidak salah kaprah dan tidak merekayasa sewaktu dalam proses menentukan sebuah gagasan atau ide-ide konten yang bernuansa syiar edukasi yang berbasis nilai Islami. 


Hal ini sangat mempengaruhi tampilan sajian konten di ranah sosial media. Santri harus membudayakan tradisi, "Thinking Before Posting",  agar menjadi semacam anti-virus sebelum memposting atau menayangkan informasi di sosial media. 


Hal inilah yang semestinya menjadi konsentrasi bagi kalangan santri di era kekinian. Santri zaman now tidak boleh mengatakan, "Zaman Now, I don't Know". Karena santri haruslah berani mengambil peran penting di saat sosial media sudah genting seperti sekarang ini. 


Karena bagi sesiapa saja di sosial media dapat menebarkan potensi-potensi kebencian dan menyebabkan perpecahan ukhuwah islamiyyah. 


Ada pun mekanisme "Afala ta'qilun? Afala tatafakkarun?" yang bisa dijadikan landasan serta diterapkan pada penggunaan sosial media. Ketika individu ingin memposting sebuah tulisan, atau sekedar menyebarluaskan  informasi dari aktivitasnya sehari-hari. Teori komunikasi yang bisa diterapkan adalah Teori Khalayak, yang disusun berdasarkan tradisi psikologi sosial. Dengan kata lain setiap orang mengerti rangkaian berpikir.


Salah satu komunikasi massa yang memiliki perhatian khusus pada khalayak disebut teori "Uses and Gratifications" yang berarti Penggunaan Media dan Pemenuhan Kebutuhan sesuai kapasitas kebutuhan khalayak. Sehingga terwujud Positif Absolute. 


Dalam pola penggunaan media selalu membutuhkan pemenuhan dan memiliki konsekuensi lain. Karena jika seseorang mengharapkan informasi tertentu, selalu didasari pada kebutuhan terhadap informasi tertentu. 


Tak dapat dipungkiri teknologi merupakan kekuatan yang turut berperan di dalam era globalisasi sosial media dan media massa. Teknologi memberikan dorongan kuat terhadap pesatnya pengaruh peradaban keilmuan di era kekinian. 


Karena beberapa fenomena di ranah sosial media acap-kali menjadi sesuatu yang heboh atau sekedar untuk viral, tetapi belum tentu sajian konten memiliki nilai-nilai moral. "Anak muda haruslah berani melawan hoaks dengan mencipta sebuah karya yang orisinil, tak mudah cengeng, apalagi galau hanya karena persoalan remeh-temeh"


Ranah sosial media merupakan wadah untuk menyiarkan konten-konten yang berfaedah. Jadi tidak semata sebatas mengejar viral saja, atau dengan kata lain ada unsur pengaruh kesalehan sosial dan kesalehan spiritual dari sajian visual yang ditampilkan. 


Sehingga dapat meminimalisir terjadinya kesenjangan sosial di ranah sosial media. Karena memang pola interaksi sosial di masa kini melalui metode visual. Beberapa kegiatan pengajaran, keagamaan dan aktivitas sosial pun tetap dapat terselenggara dengan baik, sekali pun tak mesti bertatap muka. 


Maka di sinilah, santri turut mengambil peran dan bersedia berkontribusi dalam mendorong kemajuan globalisasi dan teknologi dengan berlomba-lomba menghasilkan produk-produk konten Islami yang bernuansa khas tradisi kalangan pesantren. "Karena menyebarkan ajaran-ajaran Islam yang ramah di ranah sosial media, itulah wadahmu untuk berdakwah. Karena berdakwah tidak melulu ceramah." 


Alangkah indah dan syahdunya bila di setiap produk karya konten itu diramu dan diracik dengan semangat toleransi serta menyebarluaskan kaidah-kaidah tafsir "rahmatan lil alamin", sehingga terpeliharalah ukhuwah islamiyyah di ranah sosial media dan meng-'lockdown' segala macam rupa hoaks yang dapat menimbulkan perpecahan antar umat beragama dari serangan informasi hoaks. 


Penulis adalah lulusan Program Studi KPI (Komunikasi dan Penyiaran Islam) Tahun 2016 di Sekolah Tinggi Agama Islam Indonesia Jakarta (STAIINDO JAKARTA).


Opini Terbaru