• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Obituari

Tiga "Ur" Warisan Mang Haji, Obituari Almaghfurlah KH Fuad Affandi

Tiga "Ur" Warisan Mang Haji, Obituari Almaghfurlah KH Fuad Affandi
Almaghfurlah KH Fuad Affandi (NUO)
Almaghfurlah KH Fuad Affandi (NUO)

Oleh Budhiana Kartawijaya
Sudah lama saya mengenal mang Haji Fuad Afandi, pimpinan Pondok Pesantren Al Itifaq, Rancabali Ciwidey. Semula hanya kenal begitu-begitu saja. Saya wartawan beliau narasumber ekonomi pertanian.

Hubungan mulai dekat setelah kami mendirikan Yayasan Odesa yang bergerak dalam mengentaskan kemiskinan dan berbasis ekologi. Mang Haji banyak membantu memberikan nasihat, dan suka mengirim sayuran satu colt penuh buat dibagikan kepada warga. 

Sayur satu colt buntung itu dikemas lagi, dan bisa dinikmati ratusan orang. Saya makin banyak belajar kepada Mang Haji ketika ikut tim program One Pesantren One Product (OPOP)-nya Gubernur Ridwan Kamil. Dari situ semakin paham bahwa pesantren bukan cuma sekolah agama, tapi juga sebuah jaring pengaman sosial, sebuah jangkar sosial.

Di suatu siang sebelum pandemi, saya mengunjungi Al-Itifaq menghadiri pelatihan pesantren-pesantren OPOP. Waktu istirahat, saya manfaatkan untuk ngobrol dengan Mang Haji yang sedang duduk sambil merokok, di depan masjid megah yang baru setengah jadi.

Ngobrol ngalor ngidul sambil minum kopi, membicarakan OPOP, Odesa, dan lain-lain. Saya bilang pada beliau, saya ingin belajar tani pekarangan, agar kaum perempuan di Cimenyan bisa memanfaatkan pekarangannya.

"Rumusna mah tilu 'ur'," kata Mang Haji. “Ulah aya lahan tidur, ulah aya waktu nganggur, ulah aya runtah ngawur.”

Karena prinsip ini maka halaman-halaman rumah di sekeliling pesantren benar-benar termanfaatkan. Nyaris tak ada petak tanah halaman rumah tak termanfaatkan. Semuanya ditanami sayur, atau dibikin jadi kolam ikan. Ibu-ibu jadi tidak menanggur karena waktunya dipakai menanam, semua petak tanah tidak ada yang tidur, dan halaman jadi bersih, tak ada runtah (sampah) yang ngawur (berceceran).

Dan hasil pekarangan itu dikonsumsi sehingga gizi keluarga terjaga. Hasil lebihnya ditampung oleh Al-Itifaq sehingga setiap keluarga punya tambahan penghasilan. Jadi kalau di luar ada krisis pangan atau gejolak harga di pasar, penduduk sekitar pesantren mah adem-adem bae.

Inilah yang dimaksud dengan fungsi jaring sosial pesantren. Kalau pesantren jadi jangkar komunitas, maka rakyat di sekelilingnya akan terlindungi dari krisis. Minimal soal pangan aman.

Mang Haji juga bilang, menanam adalah sebuah kegiatan religius karena apa yang kita tanam memberikan hidup. Menanam itu bak kita menstarter kehidupan. Bunga ditanam, lebah datang. Lebah melakukan penyerbukan tanaman. Tanaman memberi gizi dan oksigen. Cacing, semut, kupu-kupu, burung dan tentu saja manusia, akan menikmati apa yang kita tanam.

Saya manggut-manggut. Tidak selalu kita harus jadi seperti ustad-ustad untuk jadi religius. Menanam juga adalah sebuah kehormatan amaliah, termasuk menanam sayur. Makanya Mang Haji secara bergurau suka bilang, Tarekat Pesantren Al-Itifaq adalah tarekat sayuriah

Tadi malam saya dapat kabar dari Faiz Manshur, Mang Haji wafat. Saya dapat info juga dari Ustad Setia Irawan CEO Al-Itifaq. Berita saya terima saat hujan mengguyur malam.

"Jenazah sedang dibawa ke Ciwidey," ujar Faiz.

Inna lillahi wa Inna ilaihi raji'un.

Apa yang Mang Haji tanam, jadi saksi kebaikan. Terima kasih Mang Haji, tokoh inspirator nan bersahaja.

Penulis adalah wartawan senior, salah satu pendiri Odesa
 


Editor:

Obituari Terbaru