Bandung, NU Online Jabar
Dalam wawancara eksklusif program Q&A di salah stasiun TV nasional, Alisa Wahid membahas perkembangan toleransi di Indonesia serta peran besar yang dimainkan oleh ayahnya, Presiden keempat Republik Indonesia, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Menurut Alisa, toleransi antaragama di Indonesia mengalami sedikit kemunduran dibandingkan beberapa dekade lalu.
"Tiga puluh atau empat puluh tahun lalu, kita memiliki toleransi antaragama yang tinggi, meskipun ada batasan dalam perbedaan suku. Kini, perbedaan suku tidak lagi menjadi persoalan, namun toleransi berbasis agama perlu dikuatkan kembali," ujar Alisa dalam wawancara yang tayang di kanal Youtube MetroTV pada Ahad (2/1/2025).
Lebih lanjut, Alisa mengatakan bahwa salah satu kontribusi besar Gus Dur dalam memperjuangkan keberagaman adalah pencabutan regulasi yang membatasi kebebasan budaya masyarakat Tionghoa.
"Pada tahun 1960-an, warga Tionghoa dilarang menggunakan nama asli mereka serta merayakan Imlek. Saat Gus Dur menjadi presiden, beliau mencabut larangan ini dan mengakui Imlek sebagai hari besar nasional," ungkap Alisa. Hal ini membuat Gus Dur dijuluki sebagai ‘Bapak Tionghoa Indonesia’.
Dalam kesempatan yang sama, Penulis dan Pengamat Sosial, Maman Suherman atau Kang Maman, juga berbagi pengalaman pribadinya tentang hubungan dengan Gus Dur. Ia mengisahkan bagaimana doa Gus Dur berperan dalam perjalanannya berhaji serta pengaruh besar yang diberikan kepada banyak orang.
Alisa juga menyoroti peran keluarganya dalam meneruskan nilai-nilai yang diwariskan Gus Dur. "Kami diberi kebebasan untuk memilih jalan sendiri. Gus Dur selalu berkata, ‘Memilih jalan itu tidak harus melihat bapak’. Saya lebih memilih bergerak di akar rumput melalui Gusdurian dan berbagai komunitas sosial," jelasnya.
Ketika ditanya mengapa memilih jalur sosial ketimbang politik, Alisa menegaskan bahwa perubahan yang berkelanjutan harus dimulai dari masyarakat.
"Jakarta bukan representasi seluruh Indonesia. Jika rakyat belum berdaya, politisi akan terus memanfaatkannya. Saya percaya perubahan dari bawah lebih bertahan lama daripada kebijakan instan dari atas," ujarnya.