• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Minggu, 28 April 2024

Nasional

Ini Cerita Jamaah Umroh Perdana Kala Pandemi dari Indonesia (Bagian ke-2)

Ini Cerita Jamaah Umroh Perdana Kala Pandemi dari Indonesia (Bagian ke-2)
Jamah umrah di masa pandemi (Foto: NU Online Jabar)
Jamah umrah di masa pandemi (Foto: NU Online Jabar)

Indramayu, NU Online Jabar
Pembukaan kembali ibadah umroh untuk jamaah dari luar Saudi Arabi, pasca penutupan dan penghentian sementara umroh yang dikeluarkan oleh Kerajaan Arab Saudi sejak 28 Februari 2020, akibat Pandemi Covid-19, menjadi momentum luar biasa bagi orang-orang yang bisa menikmati kesempatan tersebut. Seperti dirasakan oleh salah seorang Wakil Ketua MWCNU Kecamatan Patrol, Indramayu H Rizqi Amali Rosyadi.

Baca: Ini Cerita Jamaah Umroh Perdana Kala Pandemi dari Indonesia

Wakil Ketua MWCNU Patrol yang juga menjadi pemilik travel haji dan umrah  Qonita Wisata Indramayu itu menjadi salah satu jamaah yang berkesempatan melaksanakan Umroh Perdana saat pandemi covid-19.

Dirinya berangkat dari Indonesia tanggal 01 November dan direncanakan pulang kembali ke tanah air pada Tanggal 12 November 2020. Kepada NU Online Jabar, melalui rekaman wawancara, Senin (09/11) Rizqi Amali dari Arab Saudi menceritakan bagaimana situasi umroh perdana tersebut.

“Banyak hal yang berbeda dari umroh sebelumnya untuk pelaksanaan umrah di era new normal ini, diantaranya diberlakukan sangat ketat aturan, tata tertib dan berbagai kelengkapan saat keberangkatan ke tanah suci, hal itu semata-mata karena untuk mencegah penyebaran virus corona,” tutur Rizqi.

Menurutnya, pemberangkatan perdana jamaah umroh dari Indonesia akan menjadi tolak ukur untuk pemberangkatan selanjutnya, sehingga banyak aturan tambahan yang tidak tertulis saat pelaksanaan umroh, semua itu tentu demi kebaikan bersama dan untuk menjaga kesehatan jamaah. 

“Beberapa perbedaan dalam umroh new normal ini adalah penjagaan sangat ketat, selalu ada pengecekan di berbagai tempat, ketika di hotel ada karantina selama 3 hari, hari kedua dilakukan SWAB, bukan karena tidak percaya dengan hasil SWAB dari Indonesia, tetapi karena memang peraturannya seperti itu, bahkan sejak di pesawat kita sudah disuguhi fakta intehrotas dan disclaimer bahwa kita  bersedia melakukan SWAB setelah dua hari berada di tanah suci,” ungkap Rizqi.

Aktifis muda Nahdlatul Ulama yang sukses mengelola travel umroh ini menjelaskan, saat pelaksanaan umroh, jamaah diarahkan untuk mengambil miqat di Tan’im dan sampai di lokasi miqat tersebut nampak petugas sudah sangat siap memberikan pelayanan kepada jamaah, dengan protokol kesehatan yang ketat berupa pemakaian masker, penggunaan hand sanitizer dan jaga jarak.

“Setelah selesai mengambil miqat kami kembali ke Masjidil Haram, saat di bus pun jumlah penumpang dibatasi hanya 20 orang dengan jarak duduk yang berjauhan, begitu masuk ke pintu Masjidil Haram kami diminta untuk masuk ke sebuah  tenda untuk dilakukan  pengecekan kesehatan, kemudian cek suhu dan yang terpenting menyerahkan surat ijin masuk ke masjid. Setelah dinyatakan memenuhi ketentuan maka kami mulai masuk ke pintu masjid dengan menapaki line (garis) untuk  berbaris rapih dan antri dengan jarak 1,5 meter,” tutur Rizqi.

Ada hal yang berbeda saat memasuki masjid, kalau biasanya banyak terlihat tempat minum yang menyediakan air Zamzam untuk jamaah, sekarang ini sudah tidak ada lagi, namun jika jamaah membutuhkan air minum bisa meminta kepada petugas dan akan diberikan air Zamzam dalam bentuk kemasan botol atau gelas.

“Turun ke lokasi thawaf kami harus berjalan di atas line yang sudah ditentukan, ada askar yang tetap mengawasi agar jamaah tetap on the track dan tidak boleh keluar dari garis, disamping itu kami tidak boleh mendekati Ka’bah, Hajar Aswad dan multazam karena sudah ditutup, bahkan saat sholat sunnah selesai thawafpun waktunya dibatasi,” kata Rizqi.

Saat menuju tempat sai, menurut Rizqi, para jamaah juga tidak boleh menyentuh bukit Shafa dan Marwa karena  sudah dipagari, meskipun tidak ada line atau garis tetapi jamaah tetap diminta untuk tertib dan menjaga jarak.

“Selesai sai dan saat kembali ke Masjidil Haram,  jamaah tidak boleh berlama-lama di dalam masjid dan maksimal hanya 3 jam, kemudian kami kembali ke hotel dan ternyata sampai di hotel kami diwajibkan karantina lagi selama 2 hari,” tambahnya.

Pemandangan berbeda juga terlihat di sekitar Masjidil Haram, tidak semua toko dan tempat makan atau tempat penjualan souvenir buka, hanya beberapa saja yang buka, bahkan di restoran juga diberlakukan sistem buka tutup agar  tidak terjadi kepadatan di dalam ruangan.


“Saran saya sih bagi jamaah yang akan berangkat umroh. Lebih baik  baik berfikir ulang dan menunggu saat situasi benar-benar telah normal, karena berangkat sekarang itu banyak sekali batasannya, meski demikian bagi yang ingin berangkat ya tentu harus menyiapkan diri agar tidak kecewa, terutama bagi yang ingin belanja souvenir atau ingin berziarah ke tempat-tempat tertentu, karena hal itu sudah tidak bisa lagi, semoga pandemi covid-19 ini segera berakhir sehingga pelaksanaan umroh bisa normal kembali, saya merasa sangat bersyukur bisa berangkat umroh untuk yang perdana ini di masa pandemi, karena menjadi tahu kondisi yang ada dan mencatat semuanya dengan tujuan  untuk sharing informasi ke jamaah yang akan berangkat,” tutup Rizqi.

Pewarta: Iing Rohimin
Editor: Abdullah Alawi


Nasional Terbaru