• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Daerah

Menengok Rebo Wekasan di Sukagumiwang

Menengok Rebo Wekasan di Sukagumiwang
Rebo wekasan di Kecamatan Sukagumiwang (Foto: NU Online Jabar/iing)
Rebo wekasan di Kecamatan Sukagumiwang (Foto: NU Online Jabar/iing)

Indramayu, NU Online Jabar
Rebo Wekasan atau hari Rabu terakhir di Bulan Shafar memang masih menjadi perbincangan di kalangan umat Islam terutama tentang amalan shalat khusus dan doa khusus yang dimaksudkan untuk tolak bala dengan keyakinan bahwa di Rebo wekasan turun berbagai bala dan bencana.

Nahdlatul Ulama adalah organisasi keagamaan dan kemasyarakatan yang berprinsip berada di tengah-tengah (washathiyah) dalam menyikapi berbagai hal yang terjadi di masyarakat, termasuk dalam menyikapi masalah Rebo wekasan. Hal itu juga yang dilakukan oleh Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Sukagumiwang, Indramayu, seperti dituturkan oleh Ketua MWCNU, H Absori pihaknya berusaha untuk berada di posisi tengah untuk menyikapi berbagai tradisi dan amaliyah Nahdliyin saat menghadapi Rebo wekasan.

“Nahdliyin di beberapa desa di Kecamatan Sukagumiwang menggelar berbagai ritual, tradisi dan amaliyah pada Rebo wekasan setiap tahunnya, ada yang berkeliling kampung dan berdoa bersama, ada yang melakukan shalat sunnah, ada yang membuat apem dan ada juga yang melakukan santunan terhadap anak yatim serta fakir miskin, kami dari MWCNU terutama jajaran syuriyah berusaha meluruskan berbagai amaliyah tersebut agar tidak terjebak pada tindakan musyrik dan justeru diarahkan untuk memperbanyak amaliyah shalat sunnah yang sesuai dengan tuntunan yang ada serta shadaqah dengan niat semata-mata hanya berharap ridha Allah SWT, sehingga tradisi Rebo wekasan tetap berjalan dan ibadah yang dilakukanpun tidak disalahkan,” tutur H Absori.   

Salah satu tradisi saat Rebo wekasan yang dilakukan warga, seperti yang terlihat pada Selasa malam (13/10)  di Blok Brungut Desa Sukagumiwang Kecamatan Sukagumiwang, 9 orang dengan memakai pakaian putih-putih dan senjata pusaka (sejenis tombak) berputar dari satu blok/kampung ke kampung lainnya selama 3 putaran. Sebelum keliling kampung, 9 orang tersebut meminta doa kepada kiai yang dianggap sebagai sesepuh kampung. Setelah itu mereka berjalan mengelilingi kampung sambil membaca doa-doa agar selamat dari berbagai bala, bencana dan marabahaya dan berakhir di masjid dengan melakukan doa bersama dengan seluruh warga desa.

Salah seorang kiai yang juga menjabat sebagai Wakil Katib MWCNU Sukagumiwang, KH Ruslan, kepada NU Online Jabar menjelaskan, tradisi tersebut merupakan warisan dari para sesepuh dan nenek moyang yang masih terus dijaga oleh warga.

“Kami dari jajaran syuriyah memperbolehkan tradisi tersebut untuk tetap dilaksanakan semata-mata untuk melestarikan tradisi yang ada, tinggal kami arahkan untuk doa-doa yang harus dibaca dan lafadz dzikiran yang sesuai dengan tuntunan, sorenya juga kami ajak warga untuk melakukan sedekah, sholat sunnah dan istighotsah kubra. Semua itu dilakukan semata-mata agar kita semua terhindar dari segala macam marabahaya maupun bencana. Selain itu dengan dengan doa bersama kita semua berharap semoga selamat dunia dan akhirat, sehat selalu untuk warga kampung blok Brungut khususnya dan umumnya untuk  kaum Muslimin dan Muslimat,” ungkap KH Ruslan.

Sementara Wakil Ketua MWCNU Sukagumiwang, M Yusuf menjelaskan, tradisi tersebut tetap dibumikan selagi tidak bertentangan dengan agama Islam, sebab para Wali Songo pun tidak menghilangkan tradisi yang ada di bumi Indonesia tetapi memasukkan nilai-nilai keagamaan yang bisa dimengerti dan diterima oleh masyarakat. 

“Bukannya kita percaya pada  benda seperti tombak dan lain sebagainya yang dibawa saat tradisi keliling kampung dalam berdoa, tetapi dengan melalui media itu bisa mempersatukan persaudaraan dan persatuan antar keluarga serta masyarakat setempat, seperti bajunya Nabi Yusuf yang dikasihkan untuk ayahnya. Alhamdulillah melalui perantara itu, ayahnya bisa sembuh dari penyakit buta itu. Demikian juga halnya dengan tradisi Rebo wekasan yang dilakukan Nahdliyin di Kecamatan Sukagumiwang, kami dari MWCNU berusaha untuk memberikan pemahaman yang utuh kepada warga agar tidak terjebak pada tindakan musyrik dan berbagai tradisi diisi dengan nilai-nilai keagamaan yang semakin memperkuat aqidah umat,” pungkas M Yusuf.

Pewarta: Iing Rohimin
Editor: Abdullah Alawi 


Daerah Terbaru