• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Nasional

Bupati Kabupaten Cirebon: Saya Tak Pernah Minder Jadi Santri

Bupati Kabupaten Cirebon: Saya Tak Pernah Minder Jadi Santri
Bupati Kabupaten Cirebon H Imron Rosyadi (Foto: NU Online Jabar)
Bupati Kabupaten Cirebon H Imron Rosyadi (Foto: NU Online Jabar)

Bandung, NU Online Jabar 
Bupati Kabupaten Cirebon Imron Rosyadi berkunjung ke kantor PWNU Jawa Barat, Jalan Terusan Galunggung, Nomor9, Kota Bandung, Jumat (21/8). Ia sebetulnya bukan berkunjung, tapi sedang ke rumahnya sendiri. Sebelum jadi bupati, ia adalah Sekretaris PWNU Jawa Barat. 

Imron Rosyadi sempat menyambangi Media Center PWNU Jawa Barat, kemudian berbincang-bincang tentang pengalamannya sebagai seorang santri di Babakan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon.

Dalam pandangannya, lembaga pesantren merupakan pendidikan lahir dan batin, antara ilmu dan karakter menjadi satu kesatuan yang padu. 

“Jadi, kehidupan pesantren itu mencontoh kehidupan kiai dan itu berlangsung 24 jam. Kiai itu menjadi rujukan kehidupan para santri; kedisiplinannya, akhlaknya, keilmuannya, makanya pondok itu 24 jam lahir batin.”  

Namun, di sisi lain, menurut dia, santri juga terkadang memiliki sikap terlalu tawadhu bukan kepada orang yang tepat. Tawadhu itu bagus tapi harus tepat, misalkan kepada orang tua atau kepada gurunya. 

Kalau santri tawadhu tidak pada tempatnya, atau bahkan lugu, kesempatan yang harusnya diraih akan diambil orang lain. 

“Saya tidak pernah merasa minder menjadi santri. Pernah ada yang menghina saya sebagai santri, kalau saya melawan. Waktu di IAIN, saya jeger,” katanya sembari tertawa. 

Kalau ada yang menganggap bahwa santri tak bisa mengelola pemerintahan, dianggap tidak punya kapasitas, karena SDM rendah, maka kita kita harus menampakkan kemampuan kita. 

“Saya santri, orang kampung, kaya juga enggak,” katanya sembari menambahkan, karena itulah kita memperkuat kapasitas dan jaringan. 

Ia berpesan saat ini santri berada pada era keterbukaan. Artinya negara kita sekarang tidak melihat santri atau bukan. Siapa yang mampu dan memiliki jaringan, itulah yang akan memperoleh kesempatan. 

Menurut dia, yang mampu artinya, orang memiliki daya saing, kapasitas dalam bidang tertentu. Kapasitas harus dikembangkan dalam bidang kita minati. Daya saing pun belum cukup, harus ditunjang dengan membangun jaringan yang luas.

“Pesantren mengajarkan dengan memperbanyak bersilaturahim dengan berbagai kalangan, ya itu membangun jaringan,” tutupnya. 

Pewarta: Abdullah Alawi 


Editor:

Nasional Terbaru