• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Kota Bandung

HARI SANTRI NASIONAL 2022

Cerita Perjalanan Singkat Ziarah Napak Tilas Masyayikh NU PWNU Jabar

Cerita Perjalanan Singkat Ziarah Napak Tilas Masyayikh NU PWNU Jabar
Tim Ziarah Napak tilas berziarah ke makam KH Habib Utsman, Bandung. (Foto: NU Online Jabar)
Tim Ziarah Napak tilas berziarah ke makam KH Habib Utsman, Bandung. (Foto: NU Online Jabar)

Bandung, NU Online Jabar

Menyambut peringatan Hari Santri Nasional 22 Oktober 2022, PWNU Jabar menggelar berbagai rangkaian acara yang salah satu di antaranya adalah ziarah napak tilas masyayikh NU Jawa Barat. Sesuai hasil kesepakatan dan keputusan rapat panitia HSN, tim ziarah dibagi menjadi dua kelompok yakni Tim Barat dan dan Tim Timur.

 

Tim Barat yang dipimpin langsung oleh Rais Syuriyah PWNU Jabar KH Abun Bunyamin berjalan menyusuri wilayah Kota Bandung, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Sukabumi berziarah ke makam para tokoh NU di antaranya Makam Habib Utsman, H Mahbub Djunaedi, Makam Mama Semput dan KH Yusuf, Makam KH Muhammad Dawam Anwar, Makam KH A Hasyim Muzadi, Makam KH Idham Kholid, dan Makam KH Fahrudin Masthuro.

 

Sementara Tim Barat bejalan menyusuri wilayah Majalengka, Cirebon, Indramayu, Tasikmalaya, dan Garut berziarah ke makam KH Abdul Chalim Leuwimunding, KH Amin Sepuh dan KH Sholihin, KH Abbas Abdul Jamil, KH Arsyad, KH Ilyas Ruhiat, H Zaenal Musthafa, dan KH Anwar Musaddad.

 

Berikut beberapa catatan ringkas mengenai para ulama yang diziarahi rombongan PWNU zona bagian Timur.

 

KH Habib Utsman

Ia dikenal sebagai tokoh NU dan menjalin persahabatan dengan ulama besar di masanya seperti KH Idham Chalid, H Subhan ZE, KH Anwar Musaddad, KH Saifuddin Zuhri, KH Burhan, KH Moch. Dachlan, dan H Mahbub Djunaidi. Ia pun menjalin hubungan dekat dengan sejumlah tokoh pesantren seperti KH. Abdullah Tubagus Falak Pagentongan, KH. Abdurrahman Banten, dan KH.Tubagus Bakri (Mama Sempur). 

 

Menurut salah seorang putranya, KH Syarif Muhammad Alaydrus, sang ayah telah mengkhatamkan Alquran lebih dari enam ribu kali, sepanjang hidupnya. Dalam satu hari, khususnya di bulan Ramadan, Habib Utsman bisa mengkhatamkan dua kali. Jadi khusus di bulan puasa, ia dapat mengkhatamlan bacaan Alquran sebanyak enam puluh kali, selama sebulan penuh.

 

KH Abdul Chalim Leuwimunding

Sebagai seorang santri Pasundan yang pandai berkidung dan menguasai ilmu Balaghoh (sastra Arab) maka KH Abdul Halim kemudian banyak sekali menciptakan syair-syair berbahasa Arab untuk memompa semangat perjuangan santri-santri yang tergabung di dalam Nahdlatul Wathan.

 

Kedekatan KH Abdul Halim dengan KH. Wahab Hasbullah menjadikan yang pertama sebagai pengikut setia sekaligus semacam asisten bagi nama kedua. Melalui aktivitasnya di Nahdlatul Wathan inilah KH Abdul Halim menerapkan gagasan-gagasan keagamannya tentang interaksi sosial dan solidaritas politik dan kebangsaan dalam masyarakat. Selain nahdlatul Wathan, KH Abdul Halim juga tercatat sebagai pengajar di Tashwirul Afkar Surabaya.

 

Diceritakan dzurriyahnya, sosok Kiai Abdul Chalim adalah kiai yang sangat sederhana, ia hanya memiliki pakaian dua sarung dan kemeja untuk dipakai bergantian. Pernah suatu ketika Kiai Abdul Chalim dihadiahkan sebuah celana oleh negara untuk pakaian dinas. Namun, setelah mencoba dan bercermin di depan kaca, dirinya mencopot celana tersebut dan kembali mengenakan sarung karena merasa tidak pantas untuk mengenakan celana. 

 

KH Amin Sepuh dan KH Sholihin

Satu sosok santri Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari yang sangat pemberani dari Babakan Cirebon. Ia  adalah Kiai Solihin bin Kiai Muhammad Amin (Madamin). Ia lah satu-satunya santri yang mendampingi Hadratussyekh ketika dipenjara oleh tentara Jepang.

 

Kiai Sholihin dikenal sebagai kiai sakti. KH Endin AJ Soefihara selalu menceritakan kalau di Pantura Cirebon ada 2 orang sakti (meski sebenarnya tentu lebih banyak tokoh lainnya) yang jadi rujukan dalam ilmu hikmah, yaitu Kiai Sholihin dan Kiai Masyhadi Karangampel Indramayu (yang kebetulan masih Uwa saya).

 

Diceritakan bahwa Kiai Sholihin pernah mendapat tugas dari KH Hasyim Asy’ari untuk mengambil mayat salah seorang santri yang digantung dan dipamerkan oleh penjajah kepada masyarakat sebagai peringatan bahwa siapa yang memberontak akan bernasib sama. 

 

Dibekali senjata seadanya, Kiai Sholihin berangkat bersama beberapa santri lainnya, sesampainya di lokasi di mana mayat tersebut digantung dan dipamerkan. Kiai Sholihin menembakkan senjatanya itu ke markas penjajah, anehnya tembakan yang diarahkan tersebut meledak begitu dahsyat bak seolah dentuman meriam yang membuat para penjajajh kocar-kacir dibuat ketakutan. Pada kesempatan itulah Kiai Sholihin dan beberapa santri lainnya langsung menurunkan dan mengambil mayat tersebut dan dibawa ke pondok pesantren. 

 

KH Abbas Abdul Jamil

Kiai Abbas bin Abdul Jamil adalah kiai kharismatik yang juga dikenal karena kekuatan ilmu kanuragannya. Dia bahkan dikenal sebagai Angkatan Udara Nahdlatul Ulama yang menghancurkan beberapa pesawat tempur NICA di Surabaya.

 

Kiai Hasyim Asy’ari yang menjuluki Kiai Abbas sebagai “Macan Cirebon” sempat meminta para pejuang di Surabaya menunda perlawanan terhadap Belanda dan sekutunya kalau kiai pendiri Ponpes Buntet yang pernah berguru di Tebuireng, Jombang itu belum tiba di Surabaya.

 

Kiai Abbas adalah salah satu ulama yang disebut-sebut berperan penting dalam pertemuan dan perjuangan arek-arek Suroboyo melawan Belanda dan sekutunya adalah Kiai Haji Abbas, pendiri Pondok Pesantren Buntet, Cirebon, Jawa Barat.

 

KH Arsyad

KH Arsyad adalah salah satu aktor yang terlibat dalam perlawanan terhadap penjajah Jepang di Kaplongan Indramayu. Beliau adalah keturunan dari kerajaan Demak dan keturunan ulama masyhur di Karawang yaitu Syekh Sakuro (Syekh Quro).  

 

KH Arsyad pernah mesantren di Babakan Cirebon dan Bangkalan Madura. KH Arsyad dalam melakukan dakwah (syiar Islam) khususnya di Desa Kaplongan dilakukan melalui cara damai, sabar, dan tidak memaksa. KH Arsyad juga dipandang sebagai kiai sepuh NU yang sakti mandraguna dengan penguasaan ilmu hikmah yang sangat luar biasa. 

 

KH Moh Ilyas Ruhiat

Selama menjadi Rais Aam, kepribadian Ilyas Ruhiat yang luwes dan bersahaja dalam beberapa hal bahkan terkesan “dingin”punya peran penting untuk mengimbangi sepak terjang Gus Dur yang tengah menjadi sorotan Orde Baru. "Bersama Gus Dur, Ajengan Ilyas menjadi nahkoda NU mengarungi lautan yang ganas dan penuh badai dengan berbekalkan kesamaan dan saling pengertian.

 

Kata KH. Fuad Hasyim, tokoh NU dari Pesantren Buntet, Cirebon. Keluwesan beliau tampak pada sikapnya yang teguh memegang seruan ‘Kembali ke Khittah 1926’ untuk tidak terjun ke politik praktis. Meski begitu, pada saat bersamaan beliau juga tak keberatan menerima mandat warga Jawa Barat untuk menduduki kursi anggota MPR dari utusan daerah kedudukan yang secara legal formal memang tidak mewakili partai politik.

 

KH Zaenal Musthafa

KH Zainal Mustafa adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Tasikmalaya. Zaenal Mustofa adalah pemimpin sebuah pesantren di Tasikmalaya dan pejuang Islam pertama dari Jawa Barat yang mengadakan pemberontakan terhadap pemerintahan Jepang. 

 

KH Anwar Musaddad

Pada tahun 1953, Prof. KH. Anwar Musaddad mendapat tugas dari Menteri Agama KH. Fakih Usman untuk mendirikan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAIN) di Yogyakarta, yang menjadi cikal-bakal Institut Agama Islam Negeri (IAIN), yang kini berkembang menjadi Universitas Islam Negeri (UIN). Ia diangkat menjadi guru besar dalam bidang Ushuluddin di IAIN Yogyakarta dan menjadi fakultas tersebut pada tahun 1962-1967.

 

Dalam Dies Natalis IAIN Al-Jami’ah ke-5 ia menyampaikan pidato berjudul Peranan Agama dalam Menyelesaikan Revolusi. Kemudian di tahun 1967, ia ditugaskan merintis IAIN Sunan Gunung Djati Bandung. Ia kemudian menjadi rektor pertamanya hingga tahun 1974. 

 

Di bidang pendidikan, untuk mengggembleng sumberdaya manusia yang lengkap sempurna, ketika menjadi Rektor IAIN Sunan Gunung Jati, Anwar Musaddad juga mendirikan Sekolah Persiapan IAIN (SP IAIN) di Garut, Cipasung Tasikmalaya, Cilendek Bogor, Ciparay Bandung, Majalengka.Tujuannya, agar jumlah mahasiswa IAIN meningkat. Tujuan lainnya, sebagai perwujudan obsesi Anwar Musaddad “mengulamakan intelektual” dan “mengintelktualkan ulama”.

 

Sejak tahun 1976, Anwar Musaddad tinggal di Garut dengan mendirikan Pesantren Al-Musaddadiyah yang mengelola pendidikan tingkat dasar hingga perguruan tinggi.


Kota Bandung Terbaru