Perempuan Harus Membekali Diri Agar Feminisme Tidak Hanya Jargon
Kamis, 17 Desember 2020 | 09:00 WIB
Tasikmalaya, NU Online Jabar
Feminisme adalah rangkaian gerakan politik, ideologi, dan gerakan sosial yang bertujuan untuk mendefinisikan, menetapkan, dan mencapai hak politik, ekonomi, pribadi, dan sosial bagi perempuan. Ini mencakup upaya untuk membangun kesempatan pendidikan dan profesional yang setara bagi perempuan.
Hal ini dikemukakan oleh Kader IPPNU Kabupaten Tasikmalaya, Tanti Sulastini, dalam acara Talkshow Feminis Perspektif ahulussunnah wal jamaah yang diselenggarakan oleh Pengurus Komisariat Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (PK KOPRI) Institut Agama Islam Cipasung (IAIC), Senin, 14 Desember 2020 lalu.
Menurut Tanti, Bahkan ahlussunah wal jamaah juga tidak menolak akan adanya gerakan feminisme dengan berkaca dari sejarah bahwa Siti Khodijah yang berkemampuan dalam hal ekonomi. Demikian juga Sayyidah Aisyah yang memimpin perang jamal.
“Jadi gerakan feminisme menurut ahlussunnah wal jamaah boleh-boleh saja asal kaum wanita itu mempunyai kemampuan dan tidak melanggar syariat Islam,” tegas Tanti.
Kita bisa melihat di Indonesia, Tanti melanjutkan, bahwa gerakan perempuan sudah ada misalnya kita dapat berkaca kepada tokoh perempuan NU yaitu Aisyah Hamid Baidlowi dalam bukunya "Peran dan tanggung jawab dalam pemberdayaan kaum perempuan" yang membahas masalah kesenjangan pendidikan antara laki-laki dan perempuan yang mengingatkan bahwa ada hadis yang menegaskan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan untuk mencari ilmu. Pendidikan sangat penting untuk perbaikan kehidupan perempuan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan.
kedua kita melihat tokoh NU juga yaitu Lyli Zakiyah Minur dalam bukunya yang berjudul Hak Azasi Perempuan dalam Islam antara idealisme dan realitas. Di situ Lyli menegaskan bahwa hukum patriarki telah menempatkan perempuan hanya sebagai pelengkap, sebagai pendamping suami. Hal ini bertentangan dengan Islam bahwa hubungan laki-laki dan perempuan setara dan resiprokal. Islam tidak membebani perempuan dengan kewajiban di sektor produksi tetapi lebih kepada tugas reproduksi namun tidak menutup kemungkinan atas pilihan perempuan untuk bekerja di sektor produktif dan kemasyarakatan atas kerelaan dirinya sendiri.
“Kita dapat menyimpulkan dari beberapa contoh bahwa gerakan feminisme sah-sah saja asal mempunyai kemampuan serta kualitas. Dengan begitu baru kita dapat menyetarakan antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki juga tidak akan mengelak kalau perempuan mampu atas kesadaran dan kerelaan dalam dirinya,” ujar Tanti.
“Kita melihat bahwa gerakan feminisme sekarang sudah banyak baik itu adanya wanita yang berpendidikan, banyak ormas-ormas yang mendukung perempuan, bahkan organisasi2 seperti Kopri, Kohati, dan IPPNU itu juga sudah sangat mendukung tingal kita semua berkomunikasi dan melakukan action yang tiada henti, ihktiar, sabar, kalau jatuh ya bangun lagi jangan sampai berhenti,” terangnya.
“Untuk semua yang mendukung feminisme silahkan kalian telaah teori nya kalau sudah paham tinggal action-nya yang di tunggu,” tutup Tanti.
Pewarta: Sahal LS
Editor: Muhyiddin
Terpopuler
1
Lafal Niat Puasa Asyura Puasa Sunah pada 10 Muharram
2
Perkuat Ukhuwah dan Semangat Dakwah di Masyarakat, GP Ansor Cigerenem Gandeng Latansa 2 Gelar Pengajian Syahriahan
3
Agar Hati Tak Mati, Inilah Doa-doa Pilihan di Hari Asyura 10 Muharram
4
Ranting NU Teluk Pucung Bekasi Utara Fasilitasi Proses Dua Warga Masuk Islam: Ibu dan Anak Resmi Jadi Mualaf
5
Koperasi Merah Putih, Koreksi dan Harapan Baru bagi Ekonomi Rakyat
6
Model Bisnis NU Cirebon Dilirik PCNU Magelang untuk Kolaborasi Strategis
Terkini
Lihat Semua