• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Selasa, 16 April 2024

Daerah

Ketua PCNU Indramayu Soroti UU Omnibus Law Cipta Kerja Klaster Nelayan Tradisional

Ketua PCNU Indramayu Soroti UU Omnibus Law Cipta Kerja Klaster Nelayan Tradisional
Ketua PCNU Kabupaten Indramayu, KH Juhadi Muhammad (Foto: NU Online Jabar/Iing Rohimin)
Ketua PCNU Kabupaten Indramayu, KH Juhadi Muhammad (Foto: NU Online Jabar/Iing Rohimin)

Indramayu, NU Online Jabar
Ketua PCNU Kabupaten Indramayu, KH Juhadi Muhammad turut menyoroti beberapa persoalan krusial yang ada dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja terutama pada klaster nelayan tradisional atau sektor kelautan, perikanan, dan pengelolaan pulau-pulau kecil.

“Selain menjabat sebagai ketua PCNU Indramayu, saya juga menjabat sebagai anggota Dewan Pembina  DPP Kesatuan Nelayan Tradisional (KNTI), karena memang basic saya adalah nelayan budidaya jadi saya turut tergugah untuk menyoroti beberapa masalah krusial yang ada dalam UU Cipta Kerja yang menyangkut masalah nelayan tradisional,” ungkap KH Juhadi Muhammad, Senin (12/10.

Ditegaskan oleh KH Juhadi Muhammad, dirinya menyoroti beberapa pasal dalam UU Omnibus Law tersebut, antara lain, pada  Paragraf 2 Kelautan dan Perikanan, Pasal 1 Nomor 11 disebutkan bahwa Nelayan Kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, baik yang menggunakan kapal penangkap Ikan maupun yang tidak menggunakan kapal penangkap Ikan. 

“Hal ini mengubah Pasal 1 angka 11 UU no 45/2009 tentang perikanan yang  mengatur bahwa nelayan kecil menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 GT dan di Omnibus Law tidak ada ukuran gross ton. Penghapusan ukuran nelayan kecil akan membingungkan dalam pembuatan program serta implementasi di lapangan, misalnya, dalam program subsidi BBM, bisa jadi nantinya BBM bersubsidi akan ikuti dinikmati oleh selain nelayan tradisional, belum lagi jika dikaitkan dengan masalah perizinan, pasti akan sangat memberatkan. Oleh karenanya hal ini membutuhkan aturan yang jelas, entah nanti akan diatur dalam turunan peraturan di bawahnya atau jika tidak, maka kami merasa sangat keberatan dan kami akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi,” bebernya.

Selain itu menurut KH Juhadi Muhammad, pada Pasal 7 UU Cipta Kerja menghilangkan point (n) yang sebelumnya pada UU 45/2009 tentang perikanan Pasal 7 ayat (1) poin (n) menyebutkan tentang pembudidayaan ikan dan perlindungannya. 

“Kenapa pembudidaya ikan dan perlindungannya dihapus dalam UU Cipta Kerja? Apakah kami yang berada di sektor nelayan budidaya tidak dianggap lagi sehingga tidak perlu diatur dan dijamin lagi perlindungannya? Ini harus dijawab oleh DPR dan pemerintah,” tutur kiai yang aktif dalam organisasi nelayan ini.

Pasal 26 (1) Setiap orang yang melakukan usaha perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. (2) Jenis usaha Perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari usaha (b) pembudidayaan Ikan.

“Pertanyaannya apakah kami yang berusaha di bidang pembudidayaan ikan, yang punya tambak satu petak harus juga mengurus perijinan ke Jakarta? Bagaimana dengan pembudidaya ikan yang ada berbagai pelosok nusantara yang jauh dari Jakarta, masa iya harus mengurus perizinan juga, kalau dijawab dengan perizinan sistem online, apa iya pembudidaya mampu melakukan itu?, intinya pasal ini sangat memberatkan kami para pembudidaya ikan dan kami menuntut agar hal ini dirubah,” tegas Kiai yang berkecimpung dalam usaha budidaya ikan ini.

Poin-poin krusial pada UU Cipta Kerja kluster nelayan tradisional, menurut KH Juhadi Muhammad masih sangat banyak, dirinya sengaja hanya menyoroti poin penting yang menjadi konsentrasinya saja.

“Itu baru beberapa point saja sudah bermasalah bagi kami, sementara pasal-pasal lain dan poin lainnya masih sangat banyak, berdasarkan hasil diskusi dengan jajaran Dewan Pembina, Dewan Pakar, Pengurus Pusat dan Pengurus Daerah KNTI di seluruh Indonesia menemukan 70 lebih point yang bermasalah bagi nelayan tradisional,” kata KH Juhadi Muhammad.

Ketua PCNU Indramayu menegaskan, dirinya sangat setuju dengan pernyataan tegas dari Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siradj yang menolak UU Cipta Kerja, karena memang banyak menimbulkan masalah bagi rakyat.

“Memang ada jalur judicial review atau mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi, tetapi pertanyaannya kenapa UU itu harus dipaksakan ditetapkan?, apakah kami sebagai rakyat tidak dianggap oleh pemerintah dan DPR, kenapa kami harus berhadapan dengan MK? Seharusnya dari awal waktu penyusunan RUU  suara kami  didengarkan, karena kami telah lantang bersuara dan mengajukan berbagai usulan serta masukan kepada pemerintah, tetapi nyatanya suara kami tidak didengarkan,” pungkas Ketua PCNU Indramayu, KH Juhadi Muhammad.

Pewarta: Iing Rohimin
Editor: Abdullah Alawi 

 


Daerah Terbaru