• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Senin, 29 April 2024

Daerah

Istighfar dan Taubat Pendusta

Istighfar dan Taubat Pendusta
Ilustrasi (NU Online)
Ilustrasi (NU Online)

Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin pada bab yang menerangkan tentang Fadilatul Istighfar menegaskan bahwa Al-Fudlail  berkata, istighfar tanpa mencabut diri dari dosa, adalah tobat orang-orang pendusta. 

Berkata Rabi'ah Al-'Adawi-yah bahwa istighfar kita memerlukan kepada banyak istighfar. Berkata setengah hukama'(ahli hikmah) bahwa  Barangsiapa mendahulukan pembacaan istighfar daripada penyesalan, adalah dia mempermain-mainkan Allah, sedang ia tiada mengetahui yang demikian. 

KH Abdul Hadi menjelaskan hal itu dalam pengajian rutin kitab Ihya Ulumuddin Karya Imam Al-Ghazali. 

Pengajian rutin kitab Ihya Ulumuddin rutin digelar tiap hari Ahad di Masjid PCNU Indramayu mulai selepas dzuhur hingga ashar sudah berjalan selama 4 tahun berturut-turut dengan menghadirkan seorang kiai sepuh asal Kecamatan Arahan yang juga menjadi Mustasyar PCNU Indramayu, KH Abdul Hadi untuk membahas karya monumental Imam Al-Ghazali tersebut.

Pada pengajian rutin, Ahad (20/09) KH Abdul Hadi membahas tentang Fadilatul Istighfar. Menurut kiai sepuh yang dikenal alim ini, berfirman Allah 'Azza wa Jalla: "Dan orang-orang itu, apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya dirinya sendiri, mereka ingat kepada Allah, lalu memohon ampun kepadaNya terhadap dosanya". (QS : Ali 'Imran, ayat 135).

Berkata 'Alqamah dan Al-Aswad: Berkata Abdullah bin Mas'ud r.a.: "Dalam kitab Allah 'Azza wa Jalla ada dua ayat. Tidaklah berdosa seorang hamba akan sesuatu dosa, lalu dibacakannya kedua ayat itu dan dimintanya ampunan Allah 'Azza wa Jalla, melainkan diampunkan oleh Allah Ta'ala baginya; yaitu:

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلااللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ

Dan ayat:

وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا 

Artinya: "Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan atau menganiaya . dirinya sendiri, kemudian itu dia meminta ampun kepada Allah, niscaya . akan diperolehnya bahwa Allah itu Pengampun dan Penyayang" (QS:  An-Nisa, ayat 110).

“Rasulullah SAW banyak mengucapkan سبحانك اللهم وبحمدك اللهم اغفر لي إنك أنت التواب الرحيم
Barangsiapa membanyakkan istighfar, niscaya dijadikan oleh Allah 'Azza wa Jalla "baginya kelapangan dari tiap-tiap kesusahan dan jalan keluar (way out) dari tiap-tiap kesempitan. Dan dianugerahinya rezeki dari jalan yang tidak disangkanya" ungkap KH Abdul Hadi. 

KH Abdul Hadi kembali mengungkapkan bahwa Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menegaskan, taubat dengan dengan membaca istighfar tidak ada gunanya jika tidak diiringi dengan tekad yang sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan dosanya, karena hal itu merupakan taubatnya pendosa.

“Dalam kehidupan masyarakat sekarang dikenal dengan istilah taubat sambal, sudah kepedasan berhenti dan berjanji tidak akan makan sambal lagi, tetapi setelah pedasnya hilang ia kembali makan sambal itu lagi, artinya itulah taubatnya pendosa, maka jika kita benar-benar membaca istighfar untuk bertaubat hendaklah disertai niat yang kuat untuk tidak mengulangi perbuatan dosa itu lagi, selain itu juga harus mampu kita buktikan bahwa kita benar-benar tidak mengulanginya,” ujar KH Abdul Hadi.
 
Di akhir pemaparannya, KH Abdul Hadi mengingatkan kepada seluruh jamaah untuk senantiasa membiasakan diri membaca istighfar dengan berbagai bacaan seperti yang telah dicontohkan oleh Imam Al-Ghazali dengan mengutip bacaan istighfar yang dibacakan oleh Rasulullah SAW. 

“Hikmah membaca istighfar, selain kita mengaku salah, bertaubat dan tidak akan mengulangi perbuatan dosa lagi, hal itu juga menjadi pengingat bagi kita agar senantiasa berhat-hati dalam menjalani kehidupan ini, tantangan kehidupan yang semakin berat seperti saat sekarang ini  seringkali membuat kita tidak sadar telah berbuat maksiat, berbuat zalim dan berbuat dosa, maka dengan kewaspadaan yang tinggi semoga kita senantiasa terhindar dari semua itu, saya juga berpesan pada diri saya pribadi dan jamaah pada umumnya, untuk tidak menggunakan aji mumpung dengan adanya kesempatan membaca istighfar atau bertaubat, kita bisa seenaknya berbuat dosa, ingatlah bahwa kematian itu tidak ada yang tahu kapan datangnya,” harap KH Abdul Hadi.

Sementara penanggung jawab kegiatan ngaji rutin mingguan yang juga Wakil Ketua PCNU Indramayu, Syaeful Azis menjelaskan, kegiatan ngaji kitab Ihya merupakan program unggulan PCNU dengan harapan agar seluruh pengurus NU, para ustadz dan Nahdliyin tidak meninggalkan tradisi pesantren yakni tradisi pengajian kitab kuning.

“Alhmadulillah pengajian telah berjalan rutin selama 4 tahun berturut-turut, jamaah yang hadir juga semakin banyak, semoga dengan adanya pengajian kitab Ihya Ulumuddin karya Imam AL-Ghazali yang dibahas oleh KH Abdul Hadi bisa menambah pemahaman keagamaan bagi kita semua, beliau adalah kiai khos yang sangat dalam ilmunya, sangat enak penjelasannya dan sangat mengena, maka sangat disayangkan jika kealiman beliau tidak kita timba ilmunya,” tutup Syaeful Azis. 

Pewarta: Iing Rohimin
Editor: Abdullah Alawi

 


Daerah Terbaru