Ubudiyah

Tabarrukan Bukan Kemusyrikan

Kamis, 7 April 2022 | 13:00 WIB

Tabarrukan Bukan Kemusyrikan

Tabarrukan Bukan Kemusyrikan (foto: pcnucilacap.com)

Dalam sebuah hadis shahih riwayat Muslim dan at-Tirmidzy dijelaskan bahwa setiap kali Nabi Muhammad Saw mencukur rambutnya, beliau membagi-bagikan rambutnya kepada para sahabatnya. Ada yang menerima bagian sehelai rambut, ada juga yang dua helai atau lebih. Apakah dengan begitu beliau mengajarkan syirik kepada para sahabatnya? Tentu tidak. Nabi Saw membagi-bagikan rambutnya itu semata-mata mengajarkan "tabarrukan" (ngalap berkah) terhadap peninggalan orang sholeh. 


Teristimewa lagi, benda itu (rambut Nabi) merupakan bagian dari tubuh manusia paling dikasihi Allah Ta’ala. Karena itulah dalam kitab “umdatul Qory” (syarah shohih Bukhari) dijelaskan bahwa Khalid bin Wahid menyimpan beberapa rambut Nabi pada pecinya dan selalu dibawanya setiap berperang dengan niat bertabarruk. Alhamdulillah berkat perbuatan tersebut, Allah selalu memberikan kemenangan kepada pasukan Islam di bawah kepemimpinan Panglima Khalid r.a. 


Jauh puluhan abad sebelumnya, Nabi Ya’kub a.s. yang buta matanya karena sedih menangisi putra yang sangat disayanginya, Nabi Yusuf a.s., yang konon mati diterkam serigala. kemudian setelah ia mencium bau keringat Nabi Yusuf pada baju yang diberikan oleh putra kesayangannya itu, tiba-tiba penglihatannya menjadi sembuh kembali. Oleh para ulama tafsir, kejadian yang direkam dalam surat Yusuf ini dinilai sebuah contoh “tabarrukan” (ngalap berkah) kepada peninggalan atau petilasan orang saleh, dalam hal ini baju dari Yusuf a.s.


Imam Al-Bukhari juga meriwayatkan hadis terkait fenomena ngalap berkah dengan peninggalan orang saleh ini, bahwasanya Asma', putri Abu Bakar ash-Shiddiq r.a., di mana setiap kali ada orang yang berobat kepadanya, ia suka merendam jubah Rasulullah Saw pada sebuah baki, lalu airnya diminumkan kepada orang yang sakit. Berkat jubah Nabi, Allah Ta’ala menyembuhkan penyakit orang itu.


Dalam hadis-hadis shahih juga dijelaskan bahwa Rasulullah Saw lebih memilih wadah air yang telah diminum oleh banyak sahabatnya daripada minum pada wadah lain yang khusus disediakan oleh Abdullah bin Abbas r.a untuk dipersembahkan kepada Nabi. Ketika ditanyakan alasannya, maka Nabi Saw menjawab: “aku ingin ngalap berkah dari air yang diminum oleh oarang-orang Muslim dan wadah yang telah disentuh oleh tangan-tangan mereka. Jadi, kalau Rasulullah Saw saja mempraktekkan tabarruk, maka siapa pun boleh melakukan hal yang sama. 


Tidak heran jika banyak hadis shahih yang meriwayatkan bahwa sahabat-sahabat Nabi ada yang ngalap berkah dengan keringat, darah, kencing, ludah, dan kulit Nabi Saw. Namun anehnya kaum bercelana cingkrang dan berjenggot lebat sok tahu dan sok paling benar telah berani menyalah-nyalahkan orang yang tabarruk terhadap petilasan orang-orang saleh. 


Cep Herry Syarifuddin, Wakil Katib Syuriyah PWNU Jawa Barat


Terkait