Tauhid

Kebajikan sebagai Orientasi Hidup Manusia Sesungguhnya

Selasa, 12 November 2024 | 19:15 WIB

Kebajikan sebagai Orientasi Hidup Manusia Sesungguhnya

Orientasi Hidup Manusia. (Ilustrasi: NU Online).

Realita kehidupan adalah berpasang-pasangan. Ada siang ada malam, ada langit ada bumi, ada pria ada wanita, ada suka ada duka, dan ada entitas-entitas berpasangan lainnya. Hanya satu yang tidak berpasangan, yakni Tuhan yang Maha Esa. Ia tidak bisa dibandingkan dan tidak serupa dengan entitas apapun (QS asy-Syura [42]: 11, QS al-Ikhlas [112]: 4). 


Demikian pula dengan perbuatan manusia. Ada yang taat dan ada yang tidak taat (maksiat). Sejatinya, manusia diberikan keleluasaan untuk menentukan perilakunya sendiri. Namun di sisi lain, Tuhan memberikan rambu (pedoman) kepada manusia bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat terjadi tanpa seizin dari-Nya. 


Dengan kata lain 'manusia dapat berencana, namun Tuhanlah yang menjadi penentunya'. Inilah makna bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam bertindak namun tidak ada dalam keterpaksaan. Perbuatan manusia pada akhirnya tetap ditentukan Tuhan tetapi manusia diberikan hak untuk memilih (Ikhtiar).


Hal ini juga selaras dengan doktrin Aswaja sebagaimana Syekh Ibrahim al-Laqqani sebutkan. "Manusia menurut Aswaja diberikan Kasb (perolehan), meski tidak memengaruhi tindakannya. Maka manusia bukanlah makhluk yang terpaksa dan bukan pula bebas. Namun tidak seorangpun mampu berbuat sekehendaknya.” (Jauhar al-Tauhid). 


Dalam menentukan identitasnya, manusia kemudian diberi pilihan Tuhan untuk menemukan jati dirinya masing-masing sebagaimana firman-Nya. "Maka, siapa yang menghendaki (beriman), hendaklah dia beriman dan siapa yang menghendaki (kufur), biarlah dia kufur.” (QS al-Kahfi [18]: 29). Tuhan hanya menyampaikan bahwa ada balasan terbaik dan indah bagi yang mengimaninya dan azab yang pedih bagi yang mengingkarinya. 


Tuhan juga memberikan kabar kepada kita bahwa apa saja yang diperbuat manusia akan kembali kepada manusia itu sendiri, baik itu yang bersifat baik maupun yang bersifat buruk. Hal ini sesuai dengan firman-Nya "Jika kamu berbuat baik, (berarti) kamu telah berbuat baik untuk dirimu sendiri. Jika kamu berbuat jahat, (kerugian dari kejahatan) itu kembali kepada dirimu sendiri". (QS al-Isra [17]: 7); dan "Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)". (QS ar-Rahman [55]: 60). 


Dari ayat di atas kita diajak untuk menjadikan kebajikan sebagai orientasi hidup kita yang sebenarnya. Dengan melakukan kebajikan, sekecil apa pun, selain hasilnya akan kembali kepada diri kita, manfaatnya pun akan menyebar ke seluruh ruang kehidupan. Jika telah terjadi demikian maka kita akan menjadi manusia yang harum meskipun sudah tidak ada dalam kehidupan yang nyata sekalipun. Semoga!


Rudi Sirojudin Abas, salah seorang peneliti kelahiran Garut yang sehari-hari bekerja sebagai tenaga pendidik