Mang Haji Awan, Figur Penting Transformasi NU di Tanah Pasundan
Kamis, 14 Agustus 2025 | 08:07 WIB
Mang Awan. Begitu kami biasa memanggil beliau. Aku mengenalnya tahun 2006. Sebagai paman dari istri, Mang Awan banyak membantuku untuk mengenal wajah NU di tanah Pasundan.
Beliau bukan saja paman, guru, tapi juga teman diskusi yang asyik. Apalagi kalo sudah menyangkut pergerakan. Referensinya banyak dan perdebatannya pasti panjang. Khas aktivis kawakan yang dibesarkan oleh maha susahnya zaman.
Mang Awan bersama beberapa kolega seperjuangan, berperan penting dalam menghidupkan kembali PMII Garut pada tahun 1979. Semua juga tahu, PMII memegang peran utama dalam transformasi penting di tubuh NU di era 70-an hingga 90-an yang menjadi bahan bakar bagi pergerakan sosial. Apalagi di era otoritarian saat itu. Tentu tidak mudah.
Sosok seperti Mang Haji Awan Sanusi dan Pak Haji Ente Samhari ini adalah cikal bakal generasi hibrida NU di daerah. Tentu di daerah-daerah lain juga banyak sosok hibrida seperti ini. Lahir, tumbuh san besar di desa dengan lingkungan pesantren yang lekat, tapi kemudian berkesempatan mengenyam pendidikan perguruan tinggi.
Bisa dibilang, sosok seperti Mang Awan ini adalah figur-figur paling penting di awal transformasi NU yang menjelma bukan saja menjadi kekuatan sosial keagamaan, tapi juga merambah di semua sendi kehidupan bangsa yang lebih luas hingga sekarang.
Pesantren Cibojong, tinggalan KH Dawami, ayahnya Mang Haji, mungkin tidak akan pernah membuka diri terhadap pendidikan umum tanpa peran Mang Haji. Era 70-80an, dikotomi antara pendidikan umum dan pesantren sangat lebar sekali saat itu. Figur-figur seperti Mang Haji Awan ini lah sosok transformer sesungguhnya di dalam tubuh NU, seperti uang yang bisa kita nikmati hari ini.
Ajengan Samhari, di sela-sela pemakaman Mang Awan pagi ini sempat bercerita bagaimana beratnya menghidupkan PMII di Garut pada tahun-tahun tersebut. Guna membiayai organisasi, terkadang beliau berdua harus mengumpulkan masyarakat di Cibojong, desa kecil di ketinggian 1500 mdpl yang menjadi kaki Gunung Papandayan. Mungkin kalau istilah kita saat ini adalah "open donation".
Mang Haji Awan ini istimewa. Beberapa kali sebelum terjadi peristiwa nasional besar, beliau membocorkan info "langit". "Mas, saya semalam bermimpi ketemu Gus Dur, dikasih tahu ini dan itu." Lalu lahirlah peristiwa-peristiwa. Begitulah. Beliau orang biasa, tidak ahli hikmat atau suka klenik. Tapi sering dapat isyaroh langit. Aku yakin, ini pasti karena kecintaan beliau kepada NU, ulama, dan sosok tokoh seperti Gus Dur.
Kini, tidak ada lagi sosok yang bisa ngasih aku 'bocoran langit A1' bila akan ada peristiwa-peristiwa besar. Karena sang pembawa pesan itu telah pergi š
Selamat jalan, Mang Haji Awan...
Alfatihah...
IrhamĀ Ali Saifuddin, Presiden Dewan Pimpinan Pusat Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia.