Banjir Cileuncang Kembali Landa Cekungan Bandung, Kerusakan Lingkungan Jadi Sorotan
Ahad, 26 Januari 2025 | 08:23 WIB
Bandung, NU Online Jabar
Hujan deras yang turun selama lebih dari tiga jam pada Jumat (24/1/2025) kembali memicu banjir cileuncang di sejumlah wilayah Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Kota Cimahi.
Kawasan seperti Pasteur, Pagarsih, Gedebage, Astanaanyar, Pasirkoja, Cimindi, Margaasih, Dayeuhkolot, Sapan, dan Kamasan tergenang air dengan ketinggian yang bervariasi. Fenomena ini bukan kali pertama terjadi, bahkan tercatat telah berlangsung sejak lebih dari 15 tahun lalu.
Menurut catatan Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBINU) Jawa Barat, tren banjir cileuncang di kawasan Cekungan Bandung semakin meluas dan terjadi lebih sering.
Selain curah hujan yang tinggi, banjir ini dipicu oleh kerusakan lingkungan, khususnya di kawasan Bandung Utara dan Bandung Selatan, yang seharusnya menjadi penyangga alami bagi kawasan tersebut.
"Masifnya alih fungsi lahan di kedua kawasan ini dianggap menjadi salah satu penyebab utama. Lahan hutan yang dulu berfungsi sebagai penyerapan air kini telah berubah menjadi area pertanian, permukiman mewah, kawasan pariwisata, hotel, dan vila," ujar Ketua LPBINU Jabar, Dadang Sudardja, Ahad (26/1/2025).
Dadang menambahkan, kerusakan lingkungan ini dapat dengan mudah terlihat, namun pembangunan di kawasan Bandung Utara dan Selatan terus berlanjut.
Padahal, kata dia, Pemerintah Pusat telah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2018 mengenai Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung.
"Peraturan tersebut bertujuan untuk menciptakan kawasan perkotaan yang ramah lingkungan dan berkelas dunia. Namun, pada kenyataannya, kerusakan lingkungan di cekungan Bandung justru semakin parah," ungkapnya.
Banjir yang terus terjadi setiap musim hujan berdampak besar pada kerusakan infrastruktur serta terganggunya aktivitas ekonomi masyarakat. Selain itu, buruknya tata kelola lingkungan di kawasan ini semakin memperburuk kondisi. Sistem drainase yang rusak serta masalah sampah yang belum sepenuhnya terkelola hanya menambah kompleksitas permasalahan.
Pemerhati lingkungan menilai bahwa pembangunan kawasan permukiman, perumahan, dan proyek lainnya sering kali mengabaikan dampak lingkungan, sehingga bencana seperti banjir sulit dihindari.
"Oleh karena itu, para kepala daerah, khususnya wali kota dan bupati, diharapkan menjadikan rehabilitasi kawasan dan pembangunan tata kelola lingkungan yang lebih baik sebagai prioritas utama. Langkah ini diperlukan agar bencana serupa tidak terus terulang di masa depan," ujarnya.
"Banjir cileuncang di Cekungan Bandung bukan sekadar fenomena alam semata, tetapi menjadi cerminan buruknya tata ruang dan pengelolaan lingkungan di wilayah ini. Pembangunan yang tidak terkendali harus segera direvisi demi masa depan yang lebih baik," pungkasnya.