Ketua PCNU Cirebon: Jurnalisme Bisa Jadi Ladang Dakwah jika Diniatkan Ibadah
Jumat, 4 Juli 2025 | 08:30 WIB

Ketua Tanfidziyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Cirebon, KH Aziz Hakim Syaerozi kegiatan Madrasah Jurnalensa yang digelar di Meeting Room PCNU Kabupaten Cirebon, Kamis (3/7/2025). (Foto: NU Online Jabar)
Cirebon, NU Online Jabar
Ketua Tanfidziyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Cirebon, KH Aziz Hakim Syaerozi, menegaskan bahwa dunia jurnalisme bukan hanya soal keterampilan teknis, tetapi juga bisa menjadi sarana dakwah dan ibadah jika dilandasi niat yang benar.
Hal itu disampaikan Kiai Aziz saat menutup kegiatan Madrasah Jurnalensa yang digelar di Meeting Room PCNU Kabupaten Cirebon, Kamis (3/7/2025). Kegiatan ini diikuti 20 peserta dari berbagai latar belakang, seperti Majelis Wakil Cabang (MWC), kampus, pesantren, dan lembaga pendidikan lainnya.
"Ilmu jurnalistik bisa menjadi sarana dakwah jika diarahkan dengan baik. Bahkan, ia bisa menjadi bagian dari pemenuhan syariat Islam," ujarnya.
Lebih lanjut, Kiai Aziz mengajak peserta memandang profesi wartawan dari sisi spiritual. Ia menegaskan bahwa bekerja di dunia media bukan semata soal duniawi. Jika diniatkan untuk mencari nafkah halal dan memberi manfaat bagi masyarakat, maka pekerjaan ini bisa menjadi ladang pahala.
"Jangan mengira menjadi wartawan itu sekadar untuk mencari uang. Kalau niatnya untuk menafkahi keluarga secara halal, itu sudah termasuk ibadah," ucapnya.
Ia menekankan bahwa nilai keagamaan tak selalu harus disampaikan melalui ayat atau hadis, melainkan bisa diwujudkan melalui sikap dan perbuatan yang dilandasi niat baik.
"Hikmah agama tidak selalu harus disampaikan dengan ayat. Niatlah yang jadi dasar utama. Innamal a‘malu binniyat, segala amal tergantung niatnya," tambahnya.
Kiai Aziz juga berharap agar kegiatan Madrasah Jurnalensa melahirkan jurnalis dari kalangan santri. Menurutnya, jumlah wartawan berlatar belakang pesantren masih sangat sedikit.
"Dari 10 jurnalis, mungkin hanya dua yang lahir dari latar belakang pesantren," katanya.
Pengasuh Pondok Pesantren Assalafie Babakan Ciwaringin ini juga mengingatkan agar ilmu yang telah diperoleh selama pelatihan tidak berhenti di ruang kelas. Ia mendorong peserta untuk langsung mempraktikkan keterampilan jurnalistik agar ilmu terus berkembang.
"Kalau ilmunya sudah didapat, jangan disimpan. Langsung praktik. Itu yang membuat ilmu terus hidup dan bertambah," jelasnya.
Menurutnya, proses belajar yang sesungguhnya terjadi saat terjun langsung ke lapangan. Bila sebelumnya peserta belajar secara teori (by learning), kini saatnya memasuki fase learning by doing.
"Kemarin belajar secara teori. Setelah ini, belajar dengan praktik. Itulah pembelajaran yang sesungguhnya," katanya.
Sebagai bentuk keberlanjutan program, Kiai Aziz mendorong adanya aktualisasi diri di lingkungan peserta masing-masing. Masa enam hari pasca-pelatihan dinilai sebagai waktu ideal untuk mengaplikasikan materi yang telah diperoleh.
"Saya harap ada program lanjutan. Enam hari ke depan adalah waktu untuk menguji dan menguatkan diri lewat karya nyata di tempat masing-masing," tuturnya.
Ia berharap Madrasah Jurnalensa tidak sekadar menjadi program pelatihan tahunan, tetapi berkembang menjadi gerakan literasi dan kaderisasi jurnalis Nahdliyin yang berkelanjutan.
Madrasah Jurnalensa merupakan inisiatif Lembaga Ta’lif wan Nasyr (LTN) PCNU Kabupaten Cirebon. Program ini dirancang untuk memperkuat kapasitas kader muda NU dalam bidang jurnalistik, mulai dari pemahaman dasar jurnalistik, teknik peliputan, penulisan berita, hingga etika media.
Yang membedakan program ini dengan pelatihan lain adalah penanaman nilai-nilai keislaman sebagai bingkai dalam aktivitas jurnalistik. Peserta diajak memahami bahwa menyuarakan kebenaran dan keadilan adalah bagian dari misi keislaman.
“Jika ruang media digunakan untuk tujuan baik, maka ia bisa menjadi ladang amal dan ibadah,” pungkas Kiai Aziz.