Kabupaten Cirebon

Bahas Jam Masuk Sekolah dan Rombel 50 Siswa, Ini Hasil Bahtsul Masail LBMNU Jabar

Kamis, 28 Agustus 2025 | 20:00 WIB

Bahas Jam Masuk Sekolah dan Rombel 50 Siswa, Ini Hasil Bahtsul Masail LBMNU Jabar

Siswa sekolah (Foto: NU Online/freepik)

Cirebon, NU Online Jabar
Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Jawa Barat menggelar bahtsul masail di Pondok Pesantren KHAS Kempek, Cirebon, Kamis (21/8/2025). Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka Haul ke-36 KH Aqiel Siroj dan Harlah ke-65 Pondok Pesantren KHAS Kempek.

Salah satu persoalan yang dibahas adalah kebijakan pendidikan Pemerintah Provinsi Jawa Barat terkait jam masuk sekolah pukul 06.30 WIB dalam sistem lima hari sekolah (five day school & early morning school) serta kebijakan rombongan belajar (rombel) dengan jumlah maksimal 50 siswa per kelas.

Deskripsi Masalah
Pemerintah Daerah Jawa Barat periode 2023–2025 mengeluarkan dua kebijakan pendidikan baru yang menuai polemik multidimensi. Peraturan pertama tentang jam sekolah yang tertuang dalam Surat Edaran nomor 58/PK.03/DISDIK tentang Jam Efektif pada Satuan Pendidikan di Provinsi Jawa Barat. Isi dari surat tersebut sebagai berikut:
•    PAUD/RA/TKLB: Masuk pukul 06.30 WIB (Senin-Kamis: minimal 195 menit; Jumat: 120 menit).
•    SD/MI/SDLB: Masuk pukul 06.30 WIB (Senin-Kamis: minimal 7 JP; Jumat: 4-6 JP).
•    SMP/MTs/SMPLB: Masuk pukul 06.30 WIB (Senin-Kamis: 8.5-8.75 JP; Jumat: 6 JP).
•    SMA/MA/SMLB & SMK/MAK: Masuk pukul 06.30 WIB (Senin-Kamis: 10-10.5 JP; Jumat: 6 JP).
1 JP = 35 menit (SD), 30 menit (SDLB);
1 JP = 40 menit (SMP), 35 menit (SMPLB);
1 JP = 45 menit (SMA/SMK), 40 menit (SMLB).


Peraturan ini diterapkan sebagai kompensasi dari libur pada hari Sabtu. “Kenapa jam 6.30? Karena itu kompensasi dari hari Sabtu yang libur," kata Gubernur Jawa Barat Dedi di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Rabu (4/6/2025).

Kebijakan ini juga diklaim demi peningkatan efisiensi belajar siswa. “Jika masuk sekolah bisa lebih pagi, maka mereka dapat pulang lebih awal dan istirahat lebih cepat. Jadi hari Sabtu yang libur, daripada mereka terlalu siang (pulangnya) kan, lebih baik lebih pagi (masuknya) agar pulangnya tidak terlalu siang," ujar Dedi.

Namun, kebijakan ini berpotensi menimbulkan banyak masalah sosial dan kesehatan pada anak. Riset American Academy Pediatrics yang dilakukan pada 1.774.509 partisipan menunjukkan bahwa waktu mulai sekolah lebih baik jika siswa memiliki waktu tidur yang cukup karena kesesuaian antara jam biologis dan jam sosial.

Penelitian tersebut merekomendasikan remaja usia 13–18 tahun tidur teratur selama 8–10 jam per malam. Dalam hal ini, prestasi akademik siswa, setidaknya dalam mata pelajaran biologi yang menjadi fokus penelitian, mengalami peningkatan. Di antara siswa yang jam masuknya lebih siang, nilai akhir 4,5 persen lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang masuk lebih pagi.

“Waktu mulai sekolah memiliki implikasi serius terhadap cara siswa belajar dan berprestasi dalam pendidikan mereka. Meminta seorang anak untuk bangun dan waspada pada pukul 7:30 pagi sama seperti meminta orang dewasa untuk aktif dan waspada pada pukul 5:30 pagi," kata Horacio de la Iglesia, salah satu penulis penelitian tersebut, dilansir National Education Association (NEA).

Selain itu, kebijakan ini juga berpotensi menggusur sekolah diniyah karena durasi yang semakin panjang, membuat siswa menghabiskan seluruh waktu hariannya di sekolah dan tidak menyisakan waktu untuk madrasah diniyah.

Kebijakan kedua Gubernur Jawa Barat adalah tentang batas maksimal jumlah siswa dalam satu kelas sebanyak 50 siswa. Peraturan ini diterbitkan dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025 sebagai bagian dari program Pencegahan Anak Putus Sekolah.

Namun, kebijakan ini menuai kritik tajam dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G). “Kelas berisi 50 anak bukan solusi, itu penjara,” kata Kepala Bidang Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri dalam keterangan tertulis, Senin (7/7/2025).

Iman menambahkan, kebijakan gubernur bertentangan dengan ketentuan pemerintah pusat. Permendikbudristek Nomor 47 Tahun 2023 dan Keputusan Kepala BSKAP Nomor 071/H/M/2024 secara tegas membatasi jumlah maksimal siswa SMA sederajat sebanyak 36 anak per kelas.

Pertanyaan:
Apakah kebijakan pemerintah Jawa Barat sebagaimana dalam deskripsi sudah dianggap tepat?

Jawaban:
Tujuan Pemerintah Jawa Barat berupa ‘peningkatan efisiensi pembelajaran siswa di sekolah’ serta ‘pencegahan anak putus sekolah’ adalah term pembahasan fikih yang berkaitan dengan kebijakan pemimpin (tasharruful wulat), yakni sebagai upaya mewujudkan generasi bangsa yang lebih baik (al aṣlaḥ lil muwalla ‘alaih).

Namun demikian, melihat kepada prosedur dalam proses penerbitan kebijakan (‘masuk sekolah jam 06.30 sebagai kompensasi sekolah 5 hari’ dan ‘batas maksimal 50 siswa per kelas’) serta dampak yang ditimbulkan dari keduanya, tidak dapat dibenarkan secara fikih karena:

a. Terkait kebijakan ‘masuk sekolah jam 06.30 dan sekolah 5 hari’:

  1. Dari sudut efektivitas, kebijakan masuk sekolah jam 06.30 bertentangan dengan hasil penelitian (khilafu ma alaihi ahlul ilmi) yang menunjukkan bahwa nilai rata-rata siswa dengan jam masuk lebih siang 4,5 persen lebih tinggi dibandingkan siswa yang masuk lebih pagi.
  2. Kebijakan tersebut tidak melalui prosedur kajian dengan biro hukum, DPR, dan uji publik (istiṣyaratu ahlul ‘ilm).
  3. Kebijakan masuk pagi pukul 06.30 berimplikasi kepada kesiapan orang tua, kesediaan transportasi, dan keamanan. Sehingga pemerintah wajib mempertimbangkan maslahah di semua lini yang lebih kompleks (jumhurun nas), tidak hanya fokus pada maslahatul afrad (kelompok siswa saja).
  4. Kebijakan tersebut menggerus pendidikan diniyah taklimiyah, karena terdapat kontradiksi antara jam pulang sekolah formal (14.00) dengan jam masuk madrasah diniyah takmiliyah (13.00). Padahal pemerintah wajib memberi perhatian yang proporsional terhadap pendidikan agama.


Rekomendasi:

  1. Kebijakan jam masuk sekolah formal 06.30 dan lima hari sekolah tidak tepat dan harus direvisi.


b. Terkait kebijakan 'batas maksimal 50 siswa per kelas':

  1. Keputusan Gubernur 463.1/Kep.323-Disdik/2025 yang memperbolehkan penempatan murid hingga 50 orang bertentangan dengan Permendikbudristek Nomor 47 Tahun 2023 pasal 8 yang menetapkan rombel paling banyak 36 peserta didik untuk SMA/MA/SMK/MAK.
  2. Dari sudut efektivitas pembelajaran berbeda dengan pendapat pakar (khilafu ma alaihi ahlul ilmi), yakni Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) sebagai wadah aspirasi para guru, dosen, pendidik, dan tenaga kependidikan.
  3. Kebijakan tersebut tidak melalui prosedur kajian dengan biro hukum, DPR, dan uji publik (istiṣyaratu ahlul ‘ilm).
  4. Tidak dilakukan penggalian data akurat terhadap faktor penyebab anak putus sekolah.
  5.  Kebijakan ini berpotensi memperkecil kuantitas siswa di lembaga pendidikan non-dinas.


Rekomendasi:

  1. Merevisi peraturan gubernur tersebut agar sesuai dengan peraturan menteri.
  2. Mendorong pemerintah provinsi untuk melakukan pemerataan infrastruktur dan fasilitas KBM (kegiatan belajar mengajar) baik di sekolah negeri maupun swasta sehingga BOS (bantuan operasional siswa) dapat tersalurkan secara optimal.


Dokumen lengkap hasil bahtsul masail dapat diunduh melalui tautan berikut: [Unduh Dokumen Hasil Bahtsul Masail].