Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya

Hikmah

Al Jili Sang Pengelana

(Ilustrasi: NU Online).

Abdul Karim Al-Jili adalah seorang pengembara sejati. Ia telah berkelana ke berbagai negara, termasuk Irak, India, Persia (Iran), Kairo (Mesir), Alexanderia, Gaza (Palestina), Makkah, Madinah dan Zabidah (Yaman).


Di setiap negara yang dikunjunginya, al-Jili menetap selama beberapa waktu guna melakukan aktivitas belajar mengajar atau melakukan prosesi Suluk, khalwat, meditasi dan sejenisnya. 


Baca Juga:
Asma Al Murabith, Mengkritik Tafsir Patriarkhi


Seperti lazimnya seorang pengembara, ia juga banyak mempelajari budaya dan peradaban negeri-negeri yang disinggahinya.


Al-Jili hidup sezaman dengan pendiri Thariqah Naqsyabandiyah, Syekh Bahauddin Muhammad Naqsyabandi dari Bukhara (sekarang Uzbekistan) dan banyak menimba ilmu darinya. 


Di dunia sufisme Al Jili dikenal sebagai orang yang melanjutkan gagasan Ibn Arabi, tentang teori "Wahdah al Wujud", ("Kesatuan Eksistensi”. Atau “Unity of Being"). 


Ia membaca dan mempelajari dengan serius para filsuf Yunani terutama Socrates, Platon dan Aristoteles. Ini dapat kita ketahui dari karyanya yang sangat terkenal : " Al Insan al Kamil fi Ma'rifat al Awakhir wa al Awail". 


Dalam buku itu ia mengatakan bahwa Platon pernah menyarankan kepada Aristoteles, muridnya yang paling brilian, agar pergi "Marajal Bahrain", pertemuan dua samudera. Di sana ada yang disebut " Barzakh", ruang di antara dua samudera. Airnya disebut "Ma al Hayah" (air kehidupan) . Plato mengatakan :


Baca Juga:
Catatan Perjalanan (15) Jejak Peradaban; Giza, Quba, dan Kita


ان من شرب من ماء الحياة فانه لا يموت  ابدا


“Siapa saja yang minum dari “air kehidupan" ini, ia tak akan mati selamanya”.


Menurut Abdul Karim al-Jili, Platon telah sampai ke tempat ini dan minum air tersebut. Dan dia hidup sampai hari ini.


Aristoteles, atas saran Platon, gurunya itu, juga berangkat menuju ke sana. Iskandar Agung, Alexander the Great, muridnya, ikut serta bersamanya dengan diiringi para pengawalnya. Mereka bertemu Khidhir, yang menjaga lautan itu. Para ahli tafsir menyebutnya sebagai "Nabi", tetapi sebagian yang lain mrnyebutnya Waliyullah. 


KH Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU

Editor: M. Rizqy Fauzi

Artikel Terkait