• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Selasa, 23 April 2024

Kuluwung

Menjadi Santri, Kekangan Sekaligus Pembebasan

Menjadi Santri, Kekangan Sekaligus Pembebasan
Aku (sebelah kiri) dan salah seorang temanku di pesantren
Aku (sebelah kiri) dan salah seorang temanku di pesantren

Umurku 16 tahun. Aku mondok di pesantren Nurul Huda di Desa Cibeureum, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. Aku ingin bercerita tentang kehidupanku di pondok. Menurutku, menjadi santri adalah hal yang mengesankan. Padahal, dulu aku benci pesantren, maksudku dengan ketidakbebasannya, pengekangannya, dan segala serba berbagi dengan teman-teman.

Tapi sekarang aku mengerti menjadi santri adalah satu hal yang sangat mulia. Tentu saja di sini, kami para santri menimba ilmu dan pastinya ilmu akhirat dan dunia.

Aku adalah anak tidak suka dikekang. Asal kalian tahu, seminggu pertama aku di sini, di Nurul Huda, aku menangis setiap mau tidur. Tapi dengan seringnya guru kami memotivasi kami, akhirnya aku lumayan betah sampai sekarang.

Ternyata, walaupun di sini mengekang, tapi aku bebas, aku bisa belanja sendiri, makan seblak yang sangat pedas, bernyanyi sekeras mungkin, bebas dari usikan dan celotehan kakakku.

Tapi kalian tahu sejak aku di sini aku jadi sangat sensitif dan baperan. Sedikit saja ada kata yang menyinggungku, pasti aku langsung marahi dan aku bentak siapa pun itu. Eh, kecuali guruku dan mudabir-ku he...he..he

Terkadang aku heran kenapa sekarang aku jadi pemarah padahal dulu aku sangat cuek pada apa pun yang dikatakan orang lain terhadap aku.

Di sini aku dapat ilmu yang aku dapatkan dan hanya akan didapatkan di pesantren saja. Di sini aku tahu bahwa rindu yang paling berat bukan merindukan Milea atau kamu, tapi yang paling berat adalah merindukan keluargamu, maksudku keluargaku.

Di sini juga aku suka melamun, entahlah... jika langit cerah dan hati sangat gembira, aku suka di atas gedung asrama, tempat semua santriwati menjemur apa pun yang ingin mereka jemur. Aku suka di sini.

Guru-guru kami hebat dan keren. Jajanannya pun sama. Aku suka, apa lagi mitul Bu Eneng dan oreo goreng kantin, itu favoritku.

Di sini aku belajar memahami setiap orang, bagaimana tidak, setiap orang berbeda sikap dan karakter dan di sini aku harus memahami setiap orang yang sikapnya berbeda-beda seperti Mariam yang lembut, tapi gokil, Ismi yang asik, tapi idiot he he he, Sani yang pemalu tapi menyebalkan, dan adik kelasku, Neng Sri, yang suka menangis ha ha ha, dan banyak lagi.

Dan sejak di sini aku tahu ilmu sangat berpengaruh pada setiap diri manusia. Dalam kitab Ta’limul Muta’alim dijelaskan bahwa orang yang bodoh atau tidak berilmu, ketika ia hidup, layaknya orang yang sudah mati dan orang yang pandai atau berilmu, ketika ia mati pun, layaknya orang yang masih hidup. 

Dan teman, ketahuilah kata ahli hikmat, ilmu adalah suatu kemuliaan yang tidak ternilai harganya. Jadi, untuk teman-temanku yang masih suka malas-malasan ketika belajar,yo ubahlah sedikit demi sedikit. Tugas kita hanya mencari ilmu, mencari kemuliaan dan kenapa kita tidak tertarik kepada kemuliaan? Untuk apa kita mempunyai otak dan akal jika tidak diasah dan diisi dengan ilmu?

Penulis adalah santri putri Pesantren Nurul Huda di Desa Cibeureum, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung


Editor:

Kuluwung Terbaru