• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 27 April 2024

Ubudiyah

RAMADHAN

6 Lafal Niat Puasa Ramadhan dan Waktu Pelaksanaannya

6 Lafal Niat Puasa Ramadhan dan Waktu Pelaksanaannya
Lafal niat puasa ramadhan (Ilustrasi: AM)
Lafal niat puasa ramadhan (Ilustrasi: AM)


Bandung, NU Online Jabar

Niat memiliki peran yang penting dalam Islam, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadits Rasulullah SAW yang mengungkapkan bahwa nilai dari setiap amal tergantung pada niat yang mengiringinya. Ini berlaku baik untuk ibadah yang diwajibkan maupun yang disunnahkan. Dalam agama Islam, setiap ibadah haruslah dimulai dengan niat yang tulus.


Ulama mengambil kesimpulan dari hadits tersebut dengan memasukkan niat sebagai bagian penting dari ibadah itu sendiri. Namun, dalam konteks khusus ibadah puasa wajib seperti puasa Ramadhan, puasa nadzar, dan puasa qadha, niat haruslah dinyatakan pada malam hari.


Berikut 6 lafal niat puasa sehari-hari selama bulan Ramadhan, dilansir dari NU Online
 

Pertama:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى 


Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i fardhi syahri Ramadhāna hādzihis sanati lillāhi ta‘ālā


Artinya, “Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala,”. 


Kata ‘Ramadhana’ dianggap sebagai mudhaf ilaihi sehingga diakhiri dengan fathah yang menjadi tanda khafadh atau tanda jar-nya. Sedangkan kata “sanati” diakhiri dengan kasrah sebagai tanda khafadh atau tanda jarr dengan alasan lil mujawarah. Redaksi tersebut merujuk pada Kitab Minhajut Thalibin dan Perukunan Melayu. 


Kedua:


 نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةَ لِلهِ تَعَالَى 


Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i fardhi syahri Ramadhāna hādzihis sanata lillāhi ta‘ālā


Artinya, “Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala,” 


Kata “Ramadhana” dianggap sebagai mudhaf ilaihi sehingga diakhiri dengan fathah yang menjadi tanda khafadh atau tanda jar-nya. Sedangkan kata “sanata” diakhiri dengan fathah sebagai tanda nashab atas ke-zharaf-annya. Lafal niat tersebut dinukil dari Kitab Asnal Mathalib. 


Ketiga:


 ‎ نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى 


Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i fardhi syahri Ramadhāni hādzihis sanati lillāhi ta‘ālā 


Artinya, “Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala.” 


Kata ‘Ramadhani’ dianggap sebagai mudhaf ilaihi yang juga menjadi mudhaf sehingga diakhiri dengan kasrah yang menjadi tanda khafadh atau tanda jar-nya. Sedangkan kata ‘sanati’ diakhiri dengan kasrah sebagai tanda khafa​​​​​​​dh atau tanda jar atas badal kata ‘hādzihi’ yang menjadi mudhaf ilaihi dari ‘Ramadhani’.  Redaksi tersebut ikutip dari Kitab Hasyiyatul Jamal dan Kitab Irsyadul Anam. 


Keempat:


 نَوَيْتُ صَوْمَ رَمَضَانَ 


Nawaitu shauma Ramadhāna 


Artinya, “Aku berniat puasa bulan Ramadhan,”


Kelima:


   نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ مِنْ/عَنْ رَمَضَانَ


Nawaitu shauma ghadin min/'an Ramadhāna


Artinya, “Aku berniat puasa esok hari pada bulan Ramadhan,” 


Lafal niat puasa Ramadhan nomor 4 dan 5 dikutip dari Kitab I’anatut Thalibin. 


Keenam:


   نَوَيْتُ صَوْمَ الْغَدِ مِنْ هَذِهِ السَّنَةِ عَنْ فَرْضِ رَمَضَانَ 


Nawaitu shaumal ghadi min hādzihis sanati ‘an fardhi Ramadhāna 


Artinya, “Aku berniat puasa esok hari pada tahun ini perihal kewajiban Ramadhan,”. 


Perbedaan redaksi pelafalan ini tidak mengubah substansi lafal niat puasa Ramadhan. Sama dengan lafal niat puasa Ramadhan nomor 2, lafal niat ini dinukil dari Kitab Asnal Mathalib.


Waktu untuk membaca niat puasa Ramadhan   
Adapun waktu yang tepat untuk membaca niat puasa Ramadhan agar sah, yaitu dikerjakan di malam hari. 


Keabsahan membaca niat puasa Ramadhan di malam hari ini merujuk pada Mazhab Syafi’i. Demikian diterangkan oleh Syekh Sulaiman Al-Bujairimi dalam Hasyiyatul Iqna’-nya sebagai berikut


 ‎ويشترط لفرض الصوم من رمضان أو غيره كقضاء أو نذر التبييت وهو إيقاع النية ليلا لقوله صلى الله عليه وسلم: من لم يبيت النية قبل الفجر فلا صيام له. ولا بد من التبييت لكل يوم لظاهر الخبر. 


Artinya, “Disyaratkan memasang niat di malam hari bagi puasa wajib seperti puasa Ramadhan, puasa qadha, atau puasa nadzar. Syarat ini berdasar pada hadits Rasulullah SAW, ‘Siapa yang tidak memalamkan niat sebelum fajar, maka tiada puasa baginya.’ Karenanya, tidak ada jalan lain kecuali berniat puasa setiap hari berdasar pada redaksi zahir hadits,” demikian ditulis Syekh Sulaiman Al-Bujairimi dalam kitab Hasyiyatul Iqna’, Juz II.
 


Ubudiyah Terbaru