Syariah

Hukum Wudhu dengan Tangan yang Tertancap Duri

Selasa, 10 Desember 2024 | 12:00 WIB

Hukum Wudhu dengan Tangan yang Tertancap Duri

Duri di tangan. (Ilustrasi: NU Online/Freepik)

Wudhu adalah salah satu syarat untuk menunaikan ibadah Shalat. Wudhu merupakan kegiatan mensucikan diri dari hadats kecil. Dalam litelatur fiqh, diterangkan bahwa Rukun Wudhu ada enam, yaitu 1) niat, 2) membasuh muka, 3) membasuh kedua tangan sampai siku, 4) mengusap sebagian kecil kepala, 5) membasuh kedua kaki sampai mata kaki, dan 6) tertib.


Dalil wudhu terdapat dalam Firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 6: 


يأيها الذين أمنوا إذا قمتم إلى الصلاة فاغسلوا وجوهكم وأيديكم إلى المرافق وامسحوا برئوسكم وأرجلكم إلى الكعبين..
 

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki..”.


Dalam pelaksanaannya, apabila ada sesuatu yang menghalangi akan mengalirnya air kepada anggota wudhu, seperti lem, getah, minyak, make up dan atau yang lainnya, maka hendaklah dibersihkan terlebih dahulu agar air bisa membasuhi anggota wudhu itu. Karena itu semua menjadi penyebab tidak sahnya wudhu seseorang.
 

Pertanyaannya, Bagaimana jika ada duri yang menancap di telapak tangan atau di anggota tubuh lainnya, apakah duri tersebut harus dihilangkan terlebih dahulu atau tidak? Dan apakah wudhunya sah atau tidak?


Syeikh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari pengarang kitab Fath al-Muin menerangkan dalam kitabnya bahwa jika ada duri yang menancap, apabila sebagian durinya tampak dari luar, maka wajib hukumnya kita mencabutnya terlebih dahulu dan membasuh tempat tertancapnya. 
 

Tapi apabila durinya itu tidak nampak dari luar, artinya keseluruhan durinya itu menancap sehingga tidak terlihat dari luar, maka wudhunya sah meskipun durinya tidak dicabut terlebih dahulu dan tidak wajib membasuh dalamnya anggota yang tertancap duri itu.
 

لَوْ دَخَلَ شَوْكَةٌ فِى رِجْلِهِ وَظَهَرَ بَعْضُهَا، وَجَبَ قَلْعُهَا وَغَسَلَ مَحَلُهَا، لِأَنَّهُ صَارَ فِى حُكْمِ الظَّاهِرِ. فَإِنْ اسْتَتَرَتْ كُلُهَا صَارَتْ فِى حُكْمِ البَاطِنِ، فَيَصِحُ وُضُوْئُهُ وَلَوْ تَنْفطُ فِى رِجْلٍ أَوْ غَيْرِهِ لَمْ يَجِبْ غَسْلُ بَاطِنِهِ، مَا لَمْ يَتَشَقَق فَاِنْ تَشَقَقَ وَجَبَ غَسْلُ بَاطِنُهُ مَا لَمْ يَرْتَتَقْ.


Artinya: “Jika ada semacam duri masuk ke kaki, dimana sebagian darinya tampak dari luar, maka wajib mencabut dan membasuh tempat tertusuknya karena tempat itu dihukumi luar. Jika duri itu masuk keseluruhannya, maka dihukumi anggota dalam. Karena itu, wudhunya sah dan tidak wajib membasuh dalam anggota yang tertusuk duri, walaupun terjadi bengkak pada kaki atau lainnya, selama belum pecah. Apabila pecah maka wajib membasuh bagian dalamnya, selama tidak menutup kembali”. 


Yang menjadi contoh dalam ibarat di atas adalah kaki, namun ini bukan berarti hukum tersebut hanya berlaku untuk kaki saja, melainkan untuk seluruh anggota wudhu seperti tangan dan yang lainnya. Hal ini selaras dengan pendapat al-Imam Syihabuddin ibn Hajar al-Haetami dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj ala Syarh al-Minhaj.


فَرْعٌ وَقَعَتْ شَوْكَةٌ فِي عُضْوِهِ فَإِنْ ظَهَرَتْ بَعْضُهَا لَمْ يَصِحَّ الوُضُوْءُ قَبْلَ قَلْعِهَا لِأَنَّ مَا وَصَلَتْ اِلَيْهِ صَارَ فِي حُكْم ِالظَّاهِرِ، وَإِنْ غَاصَتْ فِي اللَحْمِ وَاسْتَتَرَتْ بِهِ صَحَّ الْوُضُوْءُ


“Penjelasan lain, ketika ada duri yang menancap pada anggota tubuh seseorang, jika (duri itu) nampak sebagian, maka wudhunya tidak sah sebelum (duri itu) dicabut. Karena anggota dalam yang tertusuk duri dihukumi bagian luar. Dan apabila duri itu masuk kedalam daging hingga tertutupi oleh daging tersebut, maka wudhunya dinilai sah”.


​​​​​​​Wallahu A’lam Bisshawab.

M Salman Saprudin, Alumnus Pesantren Al-Ihsan Cibiru Hilir