• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 25 April 2024

Obituari

Abah Cipulus: Mengurus Pasantren Sama dengan Memperkuat NU

Abah Cipulus: Mengurus Pasantren Sama dengan Memperkuat NU
Pangersa Abah Cipulus (Foto: Facebook Adhe Bagus Said)
Pangersa Abah Cipulus (Foto: Facebook Adhe Bagus Said)

Beliau adalah Pangersa Almagfurlah Almarhum Abah Cipulus. Saya tidak berani menyebut namanya secara langsung. Takut su'ul adab. Cukup di hati saja. Nama beliau akan terus diingat dan dikenang.

Pada tahun 1998, saya diajak bersilaturahim oleh almarhum bapak saya ke Pondok Pesantren Cipulus, untuk mendatangi kasepuhannya (waktu itu sebutannya Aa Cipulus ). Ketika itu, saya bisa mencium tangan beliau, bahkan bapak saya meminta didoakan agar saya dapat berkah dari Abah. 

Beliau bertanya kepada saya, "Mondok dimana, Jang?" 

Saya menjawab sealakadarnya karena saya merasa ajrih dan malu. 

Dari pembicaraan beliau berdua, saya hanya mendengarkan sepenggal-sepenggal ucapan beliau  tentang Nahdlatul Ulama dan PKB, bahkan ada kedengaran dari pembicaraan soal kehebatan Gus Dur. Sayang, pembicaraan itu tidak terekam semua di memori kepala saya. Intinya saya bangga bisa ketemu dan saya bisa mengenal langsung Abah Cipulus.

Pada tahun 2004, saya akhirnya sering ketemu dengan Abah di Sekretariat PCNU, bahkan sesekali saya bersilaturahim ke Cipulus. Kuncinya hanya mengatakan nama bapak saya, beliau langsung ingat. 

Abah itu sangat terbuka terhadap tamu siapa pun, tidak melihat anak anak, muda, tua, ketika yang bertamu. Abah menyambut dengan baik. Kemudian berbicara dengan bahasa yang sangat gamblang dan sederhana gampang dimengerti. 

Pada tahun 2009, bapak saya wafat. Pangersa Abah pun bertakziah. Tatkala itu beliau bilang kepada saya, yang sampai hari ini selalu ingat.

"Teruskeun sabisa bisa tapak lacak kolot. Ulah galideur urus pasantren," katanya. 

Ternyata beliau terus men-support saya supaya tidak menjadi dzurriyyatan dhi'afa atau generasi yang lemah. Bahkan, kalau saya bersilaturahim ke rumah Abah, pasti beliau nanya soal perkembangan Pesantren Liunggunung. 

Inilah hebatnya Abah. 

Pada tahun 2012, saya terpilih menjadi Ketua Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor Purwakarta. Abah berpesan lagi kepada saya agar jangan sampai terlena dalam mengurus organisasi sehingga pesantren diacuhkan. 

"Ansor urus, pasantren ge kade katoler toler," kata Abah, "da ngurus pasantren ge sarua jeung memperkuat NU." 

Dari pembicaraannya itu saya menarik kesimpulan, beliau sangat mengkhawatirkan kepada saya soal pondok pesantren. 

Saya selalu berkoordinasi kepada Abah, dalam urusan ber-Ansor dan ber-NU, dan Abah sangat bersahaja dalam memberikan pendapat pendapatnya, saklek tapi bijaksana, bahkan tatkala saya meminta putranya, H. Acep Muhammad untuk menjadi Bendahara GP Ansor Purwakarta sampai dengan Ketua PC Ansor, saya menghadap terlebih dahulu ke Abah, meminta pendapatnya.

Beliau adalah guru dari mahaguru yang terus peduli terhadap keumatan dan kebangsaan. Selamat tinggal Abah, berikanlah syafaat dan pertolongan nanti di akhirat kelak kepada santri dan murid muridmu...

 

Penulis: Anwar Nasihin

Editor: Abdullah Alawi
 


Editor:

Obituari Terbaru