• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Kamis, 2 Mei 2024

Daerah

Napak Tilas Titik Nol Pergerakan NU di Subang

Napak Tilas Titik Nol Pergerakan NU di Subang
KH Adang Kosasih menyerahkan bendera Pusaka NU Subang kepada Ketua PCNU Subang, KH Satibi. (Sumber: nusubang)
KH Adang Kosasih menyerahkan bendera Pusaka NU Subang kepada Ketua PCNU Subang, KH Satibi. (Sumber: nusubang)

Subang, NU Online Jabar 
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Subang menggelar rangkaian kegiatan peringatan harlah Nahdlatul Ulama ke-99 dengan napak tilas di titik nol kilometer pergerakan NU di Kabupaten Subang, tepatnya di maqbarah KH Syamsudin Sulaiman yang berlokasi di Dusun Pungangan, Desa Rancabango, Kecamatan Patokbeusi, Subang, Ahad (20/2/2022).


Menurut penuturan salah seorang dzuriyah KH Syamsudin, KH Adang Kosasih menjelaskan bahwa lokasi makam tersebut dulunya adalah kebun bambu yang dijadikan sebagai markas pergerakan dan kaderisasi NU.


“Dulu NU selalu diteror dan diintimidasi, tantangannya sangat luar biasa. Tempat ini dulunya jadi tempat kaderisasi pemuda-pemuda khususnya Banser,” jelas Kiai Adang.


Dalam kesempatan tersebut Kiai Adang menjelaskan sosok KH Syamsudin yang berjuang bersama beberapa sahabatnya seperti KH Qurtubi dan KH Syueb. Para ulama tersebut telah berjuang dengan penuh tantangan yang sangat luar biasa dalam mengibarkan bendera Ahlussunah wal Jama’ah an-Nahdliyah di Kabupaten Subang.


Dijelaskan Kiai Adang, KH Syamsudin adalah putera kelahiran Garut. Ia sampai ke Pungangan tak lepas dari dinamika pergerakan politik dalam negeri. Sekitar tahun 1947, ketika di Garut, ia dipaksa menjadi pengikut Kartosuwiryo yang bercita-cita mendirikan Daarul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).


KH Syamsuddin menolak dan menentangnya. Oleh karena itu, ia dipaksa ikut. Karena tetap menolak, ia diancam dan diteror. Untuk menyelamatkan diri, ia lari dan sampailah ke Subang.


Di Subang, ia bekerja di perkebunan singkong dan nanas. Karena ia mampu membaca dan menulis, pihak perusahaan mengangkatnya menjadi mandor. Di perkebunan ini, ia bertemu dengan Kiai Abdul Wahid. Rupanya, selain pekerja, ia juga tokoh agama Pungangan.


Karena merasa ada kecocokan, keduanya menjadi sahabat dekat. Dalam persahabatan itu, Kiai Abdul Wahid tahu, ternyata Syamsuddin adalah ahli agama. Pada akhir tahun 1948, Mama Syamsudin beserta para tokoh sepakat membangun gedung pondok pesantren Al-Huda semi permanen.


Membuka pendidikan formal

Dari tahun ke tahun, santri berdatangan ke Al-Huda. Santri yang sudah cukup lama, dianjurkan menimba ilmu ke pesantren yang lebih besar. Di antara mereka melanjutkan ke Jombang, Buntet, Purwakarta, dan Bandung.


Pada tahun 1958, untuk dibangun gedung santri puteri. Pada waktu itu pula pengajaran di bagi dua. Pengajaran santri puteri ditangani Mama Syamsudin langsung. Sementara santri putera diserahkan kepada menantunya, KH. Abdul Karim bin Ali.


Pada tahun 1970-an Mama Syamsudin beserta para tokoh masyarakat sepakat untuk mendirikan lembaga pendidikan formal, yakni Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al-huda yang lokasinya sangat berdekatan dengan Al-Huda.


Pada tahun 1977 Mama Syamsuddin meninggal (tidak diketahui usianya). Pengelolaan pesantren puteri dipegang istrinya, Ibu Nyai Syamsudin. Sementara untuk Ponpes Al-Huda putera tetap dipegang KH. Abdul Karim.


Merespon perkembangan zaman dan pentingnya lembaga pendidikan formal, KH. Abdul Karim beserta tokoh-tokoh masyarakat pada tahun 1978, memantapkan diri untuk mendirikan lembaga pendidikan formal tingkat lanjutan, yakni Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al-Huda.


Pada perkembangan selanjutnya, berdasarkan istikhoroh dan hasil musyawarah keluarga bersama tokoh masyarakat, Pesantren Al-Huda putera berganti nama jadi Pondok Pesantren Al-Karimiyyah. Sementara Pesantren Al-Huda Puteri tidak berubah. Agar para lulusan MTs Al-Huda dapat melanjutkan pendidikan formalnya, tahun 1980-an didirikan Madrasah Aliyah Al-Huda.


Dalam kegiatan Napak Tilas tersebut kemudian dilanjutkan dengan tahlil dan doa bersama kemudian pengsakralan bendera pusaka NU Subang.


Dalam kegiatan Napak Tilas tersebut kemudian dilanjutkan dengan tahlil dan doa bersama kemudian pengsakralan bendera pusaka NU Subang. Kegiatan kemudian dilanjutkan menuju Kecamatan Ciasem untuk prosesi serah terima bendera pusaka NU Subang yang diinisiasi oleh PC Lesbumi Subang.


Dalam kegiatan yang menerapkan protokol kesehatan tersebut, turut hadir para pengurus PCNU Subang berikut lembaga dan banomnya, PWNU Jawa Barat yang diwakili oleh DR KH Musyfiq Amrullah, KH Luthfi Al-Maghribi, para pengasuh pesantren se-kampung Pungangan, jajaran MWCNU Patobeusi dan sejumlah santri.


Editor: Agung Gumelar 
Sumber: nusabang.or.id


Daerah Terbaru