Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya

Opini

Benarkah Kiai Wahab Mendirikan SI Cabang Mekkah?

Rais Aam KH A Wahab Chasbullah dalam Muktamar XXII di Jakarta tahun 1959. (Foto: Istimewa).

Saat mengikuti peringatan haul ke-51 KH. Abdul Wahab Chasbullah melalui live streaming semalam, saya teringat dengan status media sosial Kang Iip Dzulkipli Yahya  beberapa waktu yang lalu. Beliau mempertanyan informasi yang selama ini beredar umum bahwa semasa belajar di Mekkah, Kiai Wahab mendirikan cabang Sarekat Islam (SI) di sana.


Informasi tersebut, menurut Kang Iip, janggal. Karena, di kala Kiai Wahab berada di Mekkah (1910-1914), keberadaan SI cukup kontroversial di kalangan ulama pesantren. Pada 1913, misalnya, KH. Hasyim Asy'ari yang notabenenya guru Kiai Wahab semasa di Jawa, menulis satu kitab berjudul Kafful 'Awam yang menguliti keberadaan SI. Karya ini dibaca luas. Bahkan, hingga sampai kepada kalangan Jawi (penduduk Nusantara) yang ada di Mekkah. Sehingga sangat mungkin Kiai Wahab mengetahui hal tersebut. Sehingga, apa mungkin Kiai Wahab berani berbeda pendapat dengan gurunya itu?


Dari hipotesa demikian, menarik kiranya kita menelusuri dari mana klaim tersebut bermula. Saya mencoba menelusuri sejumlah terbitan yang masyhur tentang biografi Kiai Wahab. Pertama, adalah buku dengan judul "KH. Abdul Wahab Chasbullah: Hidup dan Perjuangannya" yang ditulis oleh Choirul Anam dan diterbitkan Duta Aksara Muliai, Surabaya pada 2015.


Baca Juga:
Gina Akmalia: Putri Kiai Sarat Prestasi


Pada halaman 97, tertulis demikian:


"Bersama Kiai Asnawi dari Kudus, Kiai Abbas dari Cirebon dan Kiai Dahlan dari Kertosono, ia dirikan Sarekat Islam (SI) di Makkah."


Dalam bukunya yang lain, "Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama (Jatayu, Sala, 1985), Choirul Anam menulis lebih singkat. Berikut kutipannya:


"Kemudian pada sekitar 1914, pemuda Abdul Wahab Hasbullah kembali dari menuntut ilmu di Makkah dan kemudian menikah dengan anak gadis (Puteri Kiai Musa) Surabaya. Ia kemudian menetap di rumah mertuanya, di Kertopaten, Surabaya. Melihat keberhasilan SI, Kyai Wahab tertarik -- sebelumnya memang pengurus SI Cabang Makkah -- dan kemudian ikut mengambil inisiatif."


Dua kutipan di atas, jelas mengambil referensi yang berbeda. Jika kutipan awal, Choirul Anam mengutip dari bukunya Muhammad Rifai yang diterbitkan oleh Garasi, Yogyakarta pada 2010. Judulnya adalah KH. Abdul Wahab Hasbullah: Biografi Singkat 1888-1971. Sedangkan pada kutipan kedua, tidak mencantumkan sumbernya. Tak mungkin kutipan yang kedua itu, merujuk pada sumber yang sama karena kutipan kedua tersebut terbit lebih awal.


Sebelum kita menelisik lebih jauh dari mana kutipan kedua itu berasal, perlu kiranya menengok buku Muhammad Rifai di atas. Pada halaman 74-77, Rifai menulis sub judul "Perjuangan di SI". Dalam uraiannya, Rifai menulis demikian pada halaman 76:


Baca Juga:
KH Abun Bunyamin: Nahdlatut Tujjar, Embrio NU dalam Kebangkitan Perekonomian Umat


"Maka, dari sinilah KH. Wahab Hasbullah bersama dengan Kiai Abbas dari Jember, Kiai Asnawi dari Kudus dan Kiai Dahlan dari Kertosono mendirikan gerakan SI di Makkah yang menjadi cabang pergerakan organisasi tersebut di luar negeri."


Kutipan di atas, Rifai merujuk pada bukunya KH. Aziz Masyhuri yang berjudul "99 Kiai Kharismatik Indonesia" yang diterbitkan oleh Kutub, Yogyakarta pada 2008. Saya tidak punya yang edisi tersebut. Namun, yang saya baca adalah edisi cetak ulang yang diterbitkan oleh Keira Publishing pada Oktober 2017. Saya kira dua terbitan ini tidak jauh beda kontennya.


Di buku tersebut, Kiai Aziz memang mencantumkan biografi singkat Kiai Wahab Chasbullah. Bahkan, beliau memberi sub judul khusus pada entri Kiai Wahab. Sub judul tersebut tertulis "Pendiri Sarekat Islam (SI) di Mekkah" (lihat hal. 355). Begitu pula pada entri KH. Raden Asnawi, Kiai Aziz Masyhuri juga memberi sub-judul senada: Sebagai Komisaris Sarekat Islam (SI) di Mekkah (hal. 329).


Sayangnya, Kiai Aziz tak mencantumkan sumber rujukan tentang Kiai Wahab maupun Kiai Asnawi dalam mendirikan SI Mekkah tersebut. Namun, saya berspekulasi, hal ini merujuk pada buku "Sejarah Perjuangan Kiai Wahab" yang ditulis oleh KH. Abdul Halim Leuwimunding yang berupa syair bahasa Indonesia. Buku ini, ditulis aksara Pegon dan terbit pada 1970.


Nah, dalam buku karangan seorang saksi sejarah tersebut, apakah ada yang secara spesifik menyebut hal demikian? Mari kita baca bersama!


Untuk tulisan Kiai Abdul Halim tersebut, saya merujuk pada dua sumber. Pertama, sebuah pdf atas kopian dari syair karya Kiai Abdul Halim itu sendiri. Masih yang berupa aksara Pegon yang diterbitkan oleh percetakan Baru dari Bandung (1972). Selain itu, juga edisi "Syarah" yang disusun oleh tim yang mengatasnamakan "Wali Kutub Saklusin". Buku ini merupakan edisi transliterasi dari buku yang awal serta ditambahi sejumlah penjelasan. Buku ini kemudian diterbitkan oleh Jejak pada 2020 dengan judul "Sejarah Perjuangan Kiai Haji Abdul Wahab" dengan tambahan judul: Dalam Perspektif Saksi Authentik Sejarah NU KH. Abdul Halim, Sang Katib Tsani NU Pertama".


Dari buku-buku tersebut, ada sejumlah syair yang memuat entri tentang Syarikat Islam (SI). Berikut di antaranya:

.....
Pada waktu di Mekkah ada peristiwa # Pak Asnawi Pak Wahab kontrak ternyata
Yalah sebab mendengarnya di Jawa # Diserbu SI beribu katanya
Pak Kiai Chasbullah keluar halaman # Nyabut keris dan berani berhadapan
Kemudian didamai teman-temannya # Akhir jadi satu dalam berjuangnya
....
.


(Dikutip pada empat bait terakhir sub bab Riwayat Hidup, hal. 7).


Sayangnya, pada buku edisi syarahnya, syair di atas tak tercantum. Setelah saya baca berulang-ulang, tak ditemukan juga. Selain empat syair di atas, ada empat syair sebelumnya pula yang tak dicantumkan. Langsung melompat ke syair berikutnya. (Cek halaman 36-37 buku kedua. Bandingkan dengan buku syair asli halaman 6-7 buku pertama).


Syair berikutnya yang memuat tentang SI adalah pengakuan keikutsertaan dari Kiai Abdul Halim sendiri. Berikut kutipannya:


....
Kemudian tahun dua puluh empat # Ngajar di Nahdlatul Wathan nyata tepat
Enam puluh lima nyata yang dikursus # semua kiai guru-guru khusus
Tiga hari di dalam satu minggunya # Guru-guru, kiai yang dikursusnya
Saya [Abdul Halim, pen] diserahi administrasinya # Untuk nidzam berjalan dalam kursusnya
Nah mulai saya menjadi muridnya [Kiai Wahab] # Hingga terus ikut dalam berjuangnya
Saya anggota SI yang termuda # Umur enam belas sudah diterima

.....


(Lihat pada buku pertama hal. 11-12 atau buku kedua hal. 62-63)


Dari kutipan-kutipan di atas, tak ada yang secara spesifik menyebutkan jika Kiai Wahab mengikuti SI di Mekkah. Yang ada, Kiai Wahab dan Kiai Asnawi justru menjalin kerjasama untuk menentang keberadaan SI saat berada di Mekkah. Hal ini, karena Kiai Chasbullah (ayah Kiai Wahab) menolaknya juga di Jawa (diumpamakan dengan Nyabut keris). Meski kemudian, mereka bisa berdamai dan dapat bekerjasama. Apa ini terjadi di Mekkah atau saat sudah pulang ke Surabaya? Tak ada kepastian.


Pada saat di Mekkah, ada tiga nama yang disebut dalam syair tersebut. Selain Kiai Wahab dan Kiai Asnawi, ada juga nama Kiai Abbas Cirebon. Nama yang terakhir ini, tidak secara spesifik terlibat dalam kontra dengan SI sebagaimana syair di atas. Kiai Abbas hanya disebut sebagai teman Kiai Wahab yang berjumpa kembali di kota suci itu.


...
Kemudian beliau [Kiai Wahab] berangkat ke Mekkah # Mukim lima tahun kalau tidak salah
Juga teman Kiai Abbas juga bertemu # Yalah pada Kiai Mahfudz Tremas guru

....


Kiai Abbas yang dimaksud tidaklah berasal dari Jember. Sebagaimana yang dikutip oleh Masyhuri (2008) dan Rifai (2010). Tapi, Kiai Abbas yang berasal dari Cirebon. Karena pada dua syair sebelumnya disebutkan nama tersebut. (Lihat hal. 35-36 buku kedua).


Selain itu, apakah keterlibatan Kiai Abdul Halim sendiri sudah terlibat di SI sejak di Hijaz sebagaimana ditulis dalam buku syarah? Ini juga perlu ditinjau ulang.


Dari kutipan kedua tentang SI, Kiai Abdul Halim menyebut keterlibatan di SI pada usia 16 tahun. Apakah ini di Hijaz?


Kiai Abdul Halim sendiri, dalam syairnya, mengaku pernah mukim di Mekkah. Tapi, hanya setahun. Karena pada 1914 sedang berkecamuk perang dunia yang memaksanya untuk pulang.


"Tahun empat belas gawat perang dunia # Saya [Kiai Abdul Halim] hanya mukim satu tahun nyata"


Jika Kiai Abdul Halim lahir pada 1898, maka ia berusia 16 tahun pada sekitar 1914. Atau dengan kata lain saat beliau sudah pulang ke tanah air. Besar kemungkinan Kiai Abdul Halim tergabung di SI setelah berada di Jawa. Kemudian, beliau melanjutkan pengembaraannya di Jawa dan berlabuh di Surabaya. Bergabung dengan Nahdlatul Wathan binaan Kiai Wahab pada 1924.


Dari uraian di atas, belum ada keterangan yang valid jika Kiai Wahab mendirikan SI di Mekkah. Adakah yang bisa memberikan keterangan lain atau argumentasi yang lebih meyakinkan? Monggo!


*


Dalam komentar di status Kang Iip, Gus Ainur Rofiq Al Amin  memberi komentar yang merupakan hasil chatnya dengan Cak Anam. Dalam chat tersebut, Cak Anam menyebut merujuk ke bukunya Amelz yang menulis biografi HOS Tjokroaminoto, pendiri SI. Tapi, setelah saya baca buku tersebut secara seksama, tak saya temukan keterangan yang relevan. Dalam kumpulan arsip tentang SI yang diterbitkan oleh ANRI pada 1975, juga tak ditemukan laporan tentang keberadaan SI di Mekkah.


Jadi, sekali lagi, benarkah Kiai Wahab pendiri SI Mekkah?


Ayung Notonegoro, peniliti sejarah NU

Editor: M. Rizqy Fauzi

Artikel Terkait