Musa menemani Khidr dalam perjalanan hingga mereka tiba di tepi pantai. Khidr dikenal oleh para awak kapal, sehingga mereka diizinkan menaiki kapal tanpa dipungut biaya.
Namun di tengah pelayaran, Musa menyaksikan sesuatu yang mengejutkan. Khidr, tanpa penjelasan, mulai melubangi kapal tersebut. Ia kemudian mengambil papan dan menambalnya, mencegah air masuk. Tafsir Qurtubi mengisyaratkan bahwa hanya Musa yang bisa melihat perbuatan ini, sementara penumpang lain tidak menyadari apa yang terjadi.
Baca Juga
Fatihah Cinta
Dalam surat Al-Kahfi, dikisahkan bagaimana Musa memprotes tindakan Khidr yang tampak mengancam keselamatan kapal yang mereka tumpangi dengan cuma-cuma.
Belakangan, Khidr menjelaskan bahwa tindakannya adalah upaya untuk menyelamatkan kapal dari rampasan raja yang zalim. Kapal itu sengaja dibuat cacat agar terhindar dari mata raja yang hanya akan mengambil kapal-kapal yang sempurna.
Kapal kehidupan kita pun seringkali tampak cacat, tidak sempurna. Di tengah lautan kehidupan, kita merasa nyaris tenggelam. Terkadang, tangan tak terlihat seolah-olah melubangi atau merusak kapal yang kita naiki. Namun justru melalui cacat itu, Allah menjaga kita dari bahaya yang tak kita lihat.
Baca Juga
Cara Berdakwah yang Indah
Seperti Musa, kita sering kali tak sabar, apalagi ketika tidak ada orang lain yang menyaksikan “operasi senyap” ini. Dan seperti Musa, kita mungkin juga akan memprotes, hingga akhirnya Khidr mengingatkan dengan lembut:
“Bukankah aku telah berkata, ‘Sesungguhnya engkau sekali-kali tidak akan mampu bersabar bersamaku".
Kesabaran adalah tanda kedalaman ilmu. Hanya dengan bersabar, kita bisa melihat bahwa kapal yang hampir tenggelam ini adalah jalan untuk menyelamatkan pemiliknya yang sejati.
Salam damai dalam kesabaran.
KH Nadirsyah Hosen, Dosen di Melbourne Law School, the University of Melbourne Australia