Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya

Kuluwung

Tanah Kemerdekaan

Benera merah putih. (Foto: istimewa)

Bu, aku rindu halaman tanpa pagar itu
Aku rindu bilik kamar beranyam bambu
Rindu air pancuran berlantai batu
Rindu bau tanah dan beribu dongeng kisah kepahlawan


Bu, katanya jalan itu bernama jalan pos tua
Jalan para serdadu dan panglima
Kereta kuda berderak mangangkut noni belanda
Sehari sebelum itu pasukan Siliwangi bergerilya

 

Bu, cerita malam itu masih aku ingat
Ketika serdadu belanda menyisir antara rel dan jembatan cincin
Meletuskan peluru ke dada para pembela bangsa


Baca Juga:
Trotoar di Doa Malam

 

Bu, mungkin jika aku ada saat itu 
Apakah jadi pahlawan ataukah pengecut?
Apakah memanggul mortir atau lari ketar ketir?
Karena hari ini saja sering mengeluh urusan sendiri

 

Bu, mungkin jika ibu melihat bendera itu pasti sedih
Robek, lapuk, kotor dan hampir jatuh terinjak
Tergusur dentuman musik dan pesta ala eropa
Apakah aku yang harus menangis?

 

Tanah kemerdekaan 
Berdiri tiang bendera tak berwarna
Lapuk dan doyong terseok
Dirobek perkelahian dan berebut lahan tanah warisan


Baca Juga:
Usia di Batas Sore Tunggang Langgang

 

Wahai para pahlawan
Ibuku bercerita darah dan nyawamu
Sementara kami saling sikut dan berebut
Agustus hanya kepulan hura-hura dan basa basi
Menghabiskan nafsu tapi lupa jasamu

 

Maafkan kami
Karena tak cukup menabur bunga dan berdoa
Tak cukup berorasi kita adalah harapan bangsa

 

Bu, maafkan aku 

 

Nasihin, Pengurus Lesbumi PWNU Jawa Barat

Editor: Agung Gumelar