• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 4 Mei 2024

Nasional

Perbedaan Agama dan Budaya Jadi Varaibel PBNU Wujudkan ASEAN Pusat Pertumbuhan Ekonomi

Perbedaan Agama dan Budaya Jadi Varaibel PBNU Wujudkan ASEAN Pusat Pertumbuhan Ekonomi
Perbedaan Agama dan Budaya Jadi Varaibel PBNU Wujudkan ASEAN Pusat Pertumbuhan Ekonomi
Perbedaan Agama dan Budaya Jadi Varaibel PBNU Wujudkan ASEAN Pusat Pertumbuhan Ekonomi

Bandung, NU Online Jabar
Pada acara Sosialisasi R20 Menuju Konferensi Dialog Antar-Budaya dan Antar-Agama Tingkat ASEAN atau ASEAN Intercultural and Interreligious Dialogue Conference (ASEAN IIDC) 2023, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf menyampaikan kontribusi NU untuk menjadikan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dengan melibatkan variabel di luar ekonomi, yakni perbedaan agama dan budaya. 


“Kami mencoba berpikir tentang satu sumbangan yang mungkin berguna bagi pergulatan ASEAN untuk membangun epicentrum of growth yaitu dengan memperhatikan dan berpikir tentang variabel-variabel di luar variabel-variabel ekonomi itu sendiri,” ucap Ketua Umum PBNU dalam Sosialisasi R20 Menuju ASEAN IIDC, di Hotel Santika Premier, Palembang, Senin (10/7/2023).


Gus Yahya menjelaskan bahwa Indonesia telah mengumumkan ‘proposal’ agenda besar untuk KTT ASEAN 2023 yaitu menjadikan negara-negara di Asia Tenggara sebagai pusat pertumbuhan atau epicentrum of growth.


Ia menyebut, tawaran yang diajukan Indonesia kepada ASEAN itu sebagian besar menyangkut persoalan ekonomi, antara lain kesejahteraan dan kemakmuran kawasan. Ia pun mengakui bahwa memang ASEAN merupakan kawasan yang kaya dari segi sumber daya alam, populasi, dan potensi-potensi kapasitas lain. Inilah unsur-unsur yang menjamin suksesi ekonomi bagi kawasan ASEAN.


Namun Gus Yahya mengungkapkan bahwa ada potensi yang bisa menjadi hambatan bagi agenda membangun epicentrum of growth itu yakni potensi-potensi konflik. Sebab ASEAN merupakan kawasan dengan kekayaan heterogenitas atau kemajemukan yang luar biasa.


“Jadi, misalnya orang Indonesia tidak bisa berpikir bahwa hanya di Indonesia yang penduduk Muslimnya mayoritas karena di bagian-bagian lain di ASEAN ada masyarakat-masyarakat yang populasi Muslimnya minoritas. Ada yang sangat krusial, populasi Muslimnya minoritas tapi ukurannya besar sekali, seperti di India,” ucap Gus Yahya.


Saat ini, lanjutnya, Indonesia menjadi negara dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar di dunia. Disusul India yang juga berpenduduk Muslim dengan jumlah besar, tetapi warga Muslim di sana tetap menjadi minoritas. 


“Kalau kita punya sekitar 250-an juta populasi Muslim, di India itu sudah sekitar 200 juta, dan diperkirakan tahun 2050 nanti populasi Muslim di India kemungkinan jadi lebih banyak daripada Indonesia, tapi (warga Muslim) minoritas di tengah penduduk India yang lebih 1,5 miliar,” tutur Gus Yahya.


Ia mengaku memperoleh data mengenai jumlah populasi umat beragama di kawasan Indo-Pasifik atau negara-negara di sekitar Samudra Hindia dan Pasifik, mulai India sampai Filipina dan Australia.


“Di kawasan Indo-Pasifik ini mayoritas (beragama) Buddha. Jadi ada 43 persen penduduk Indo-Pasifik ini beragama Buddha, yang Muslim itu cuma 42 persen. Ini data yang saya sendiri baru, belum lama saya dapat. Selebihnya yang lain-lain,” tutur Gus Yahya. 


Menurut Gus Yahya, apabila hendak berpikir tentang agenda pertumbuhan maka perlu dipikirkan mengenai strategi untuk mencapai tujuan ekonomi. Namun pada realitas saat ini, berbagai variabel perlu menjadi perhatian untuk dipertimbangkan dalam membangun agenda ekonomi, termasuk variabel berupa perbedaan-perbedaan budaya dan agama. Sebab, lanjut Gus Yahya, perbedaan budaya dan agama ini kerapkali memicu konflik besar di dunia ini sehingga akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi. 


“Ketika kita berpikir tentang strategi untuk membangun episentrum pertumbuhan, membangun pusat pertumbuhan ekonomi di ASEAN ini, yang nantinya jelas kita berharap akan meluas ke seluruh kawasan Indo-Pasifik, kita harus berpikir juga tentang variabel-variabel yang lain, termasuk variabel-variabel heterogenitas masyarakat ASEAN dan Indo-Pasifik yang berpotensi mendorong terjadinya konflik-konflik sehingga bisa menghambat agenda membangun epicentrum of growth itu sendiri,” jelasnya.
 


Nasional Terbaru