• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 19 April 2024

Daerah

Kisah Pemuda Ansor Berjumpa Hadratussyekh Hasyim Asy'ari

Kisah Pemuda Ansor Berjumpa Hadratussyekh Hasyim Asy'ari
Hadratussyekh KH Muhammad Hasyim Asyari. (Foto: dok. NU Online)
Hadratussyekh KH Muhammad Hasyim Asyari. (Foto: dok. NU Online)

Tidak sedikit dari kita ingin mengenal lebih dalam sosok Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari. Pada kesempatan kali ini yang bertepatan dengan hari lahirnya, 14 Februari 1871, saya ingin menceritakan sisi lain dari kiai kharismatik asal Jombang, Jawa Timur berdasarkan kisah Saifuddin Zuhri dalam otobiografinya "Guruku Orang-orang dari Pesantren", (Yogyakarta: LkiS, 2007). Perlu dicatat, saat itu Saifuddin Zuhri adalah seorang aktivis NU, Ketua Gerakan Pemuda Ansor Jawa Tengah tahun 1930-an.


Berawal dari Sepucuk Surat

Di kisahkan pada tahun 1939 saat Zuhri berusia 20 tahun, ia dikagetkan dengan sepucuk surat yang dikirim oleh Wahid Hasyim. Zuhri diminta untuk singgah di Tebu-Ireng sebelum beranjak ke Surabaya. Bagi Zuhri, surat itu adalah anugerah terindah. Pasalnya, ia merasa bangga dan beruntung akan bertemu langsung dengan Wahid Hasyim, sosok kiai muda energik sekaligus putra pendiri NU. Bahkan, beberapa tulisan Zuhri yang dimuat di Majalah Soera Ansoer dan Berita Nahdlatoel Oelama kerap kali dibaca Wahid Hasyim.


Saat kedatanganya di Stasiun Jombang, Zuhri terkesima dengan ketampanan pemuda berusia 25 tahun itu. Sambil bersalaman erat dan mengucapkan "Ahlan wa Sahlan.. ahlan.. ahlan". Lalu Wahid Hasyim membawakan koper Zuhri.


"Aku melihat seorang pemuda berkulit keputih-putihan. Tubuhnya padat berisi agak pendek. Mengenakan jas berwarna gading dengan mengenakan sarung putih bergaris-garis hijau lumut. Memakai peci putih ala Nehru. Ia memanggilku sambil tersenyum lalu kami berjabat tangan," kata Zuhri sambi dijinjing kopernya oleh Wahid Hasyim.


Kagum Pada Pandangan Pertama 

Pada pertemuan kali pertama itu, setiba di Tebu-Ireng, Wahid Hasyim mengantar Zuhri menghadap Kiai Hasyim. Kata Zuhri, dirinya berkaca-kaca melihat sosok ulama besar tanah Jawa.


"Wajahnya bersinar, bercahaya. Memancar dari wajah orang yang sangat berwibawa. Ketika aku memberikan salam, beliau sedang duduk di atas permadani yang memenuhi ruangan tamu. Beliau mengenakan baju Jawa seperti piama tak berleher, berwarna putih terbuat dari kain katun, bersarung plekat, dan mengenakan sorban. Beliau sedang membaca surat. Aku heran sekali, di umur sekitar 70 tahun masih dapat membaca tanpa kaca mata," jelasnya.


Ketika dikenalkan Wahid Hasyim, kata Zuhri di sela-sela pembicaraan, kedua tokoh itu kerap kali menggunakan bahasa Arab dan sesekali Wahid Hasyim menjawab dengan bahasa Jawa halus. Sementara, kata Zuhri, Kiai Hasyim bertutur lambat, kalimat-perkalimat. Seolah-olah sambil berfikir apa yang harus dikatakan. Penyampaian Kiai Hasyim sangatlah berhati-hati. Ini adalah salah satu kepribadian sifat Kiai Hasyim. Tidak asal bicara. Menurut Zuhri, orang bijaksana itu berpikir dulu, baru berkata, tapi orang sembrono, berkata dulu baru berpikir.


"Hadratussyekh jelas memperlihatkan orang yang bijaksana. Tidak tergesa-gesa dalam mengutarakan buah pikirannya," terang Zuhri.


Kiai Hasyim di Marahi Gurunya

Percakapan ketiga tokoh di atas lalu dilanjutkan ketika Kiai Hasyim memberitahukan perihal surat yang dibaca. Surat itu berasal dari ulama terkemuka Jawa Tengah. Kata Zuhri, meskipun kiai itu seangkatan dengan Kiai Hasyim, namun Kiai Hasyim menganggap sebagai gurunya. Zuhri memandang bahwa sikap perilaku Kiai Hasyim sangatlah rendah hati (tawadhu').


Zuhri mengatakan, saat itu Kiai Hasyim sedang gundah gulana. Pasalnya, surat itu berisi hukum mengharamkan terompet dan genderang yang dilakukan Ansor saat baris-bebaris maupun pawai. Sementara, Kiai Hasyim memperbolehkan. Pertimbangannya, kata Kiai Hasyim, selagi itu bertujuan syi'ar Islam dalam rangka mempersiapkan kekuatan NU, sehingga musuh tidak memandang sebelah mata akan kebesaran NU, maka diperbolehkan.


"Hadratussyekh memperlihatkan isi surat kepada kami. Beliau baca suratnya dalam bahasa Arab. Beliau baca berulang-ulang, sangat sedih, mengapa gurunya itu memarahinya. Maksudnya berbeda pendapat. Lalu beliau mengatakan akan berusaha sekeras-kerasnya menginsyafkan gurunya," kata Zuhri sambi diam menunduk.


Zuhri menuliskan bahwa silih pendapat di antara ulama tentang hukum genderang dan terompet lalu dibahas dalam Muktamar NU ke-15 di Surabaya 1940 dan hasilnya diputuskan oleh dewan syuriah bahwa hukumnya diperbolehkan.


Memuliakan Tamu

Sisi lain dari ulama ahli hadits itu menurut Zuhri sangat memuliakan tamu. Di kediaman Kiai Hasyim, hampir setiap hari tamu berduyun-duyun datang dari berbagai kalangan; kiai, wali santri, petani, pemuda, pamongpraja dan lain sebagainya. Sekalipun para tamu tidak ada janji sebelumnya, bahkan datang di waktu yang umunya orang-orang sedang istirahat tapi tetap diladeni.


"Sekalipun ada khadam menyuguhkan minuman dan makanan, tapi beliau sendiri yang menghidangkan. Kadang beliau mengambil dari ndalem. Bahkan ada tamu membawa oleh-oleh pepaya, Kiai Hasyim berkata Alhamdulillah, pucuk dicita ulam tiba, sambil berulang kali mengucapkan terima kasih. Padahal di kebun belakang rumahnya ada juga pohon pepaya," Puji Zuhri.


Oleh karena itu, kata Zuhri tidak heran jika Kiai Hasyim sangat dikagumi oleh berbagai kalangan. Hampir para tamu itu merasa senang dan mendapat kenangan terindah yang membahagiakan.


"Tidak semua orang menerima tamu dengan senang, gembira. Tapi Kiai Hasyim di umur senja tetap meladeni dengan cara yang menyenangkan. Maka Kiai Hasyim layak dipandang sosok Bapak Pengayom," Tegasnya.


Demikian, sekilas sisi lain kepribadian Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari. Seorang kiai kharismatik nan wibawa yang telah memberikan teladan kepada kita bahwa puncak ilmu adalah amal, karena amal adalah wujud dari ilmu yang harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-sahari seperti kisah Kiai Hasyim di atas. Begitulah kira-kira.


​​​​​​​Ahmad Faiz Rofi’i, Pengurus LTN-NU Kecamatan Gebang dan Anggota Bidang Kajian Strategis, Media dan Teknologi PAC GP Ansor Kecamatan Gebang Kabupaten Cirebon.


Daerah Terbaru