Pentas Drama Musikal “Prahara Sumedanglarang” Hidupkan Sejarah Lewat Panggung
Sabtu, 24 Mei 2025 | 08:12 WIB

Pentas Drama Musikal “Prahara Sumedanglarang” Hidupkan Sejarah Lewat Panggung. (Foto: NU Online Jabar)
Bandung, NU Online Jabar
Teater Ahasveros XI Sastra Inggris 2023 Fakultas Ilmu Seni dan Sastra (FISS) Universitas Pasundan (Unpas) Bandung menampilkan drama musikal bertajuk Prahara Sumedanglarang di Gedung Kesenian Rumentang Siang, Kosambi, Kota Bandung, pada Sabtu, 24 Mei 2025. Pertunjukan digelar dalam dua sesi, pukul 09.00 dan 13.00 WIB.
Drama musikal ini menggabungkan unsur teater, musik, dan tari dalam satu pertunjukan yang diikuti puluhan pemain dan musisi dari berbagai latar belakang. Naskah ditulis dan disutradarai oleh Rosyid E Abby.
Menurut Rosyid, Prahara Sumedanglarang mengangkat kisah masa transisi kekuasaan dalam sejarah Sumedanglarang, dengan tokoh utama Prabu Geusan Ulun yang diperankan oleh Muhammad Rizky. Prabu Geusan Ulun digambarkan berada dalam dilema antara tanggung jawab sebagai pemimpin dan perasaannya terhadap Ratu Harisbaya (diperankan Donna Ariska dan Herlina Aprilia), yang kini berada dalam situasi rumit sebagai selir Panembahan Ratu dari Cirebon.
Cerita juga menampilkan karakter Jayaperkosa (diperankan Nando Ar Raafi Sulaeman dan Moh Haikal Mubarok) beserta tiga saudaranya, para senapati kerajaan yang memiliki visi berbeda dalam menentukan masa depan Sumedanglarang. Konflik yang diangkat tidak hanya bersifat politis, tetapi juga emosional, termasuk soal pengkhianatan dan pengorbanan, yang membawa perubahan besar dalam sejarah kerajaan.
“Pementasan ini kami rancang untuk mengajak penonton merenungkan nilai-nilai kepemimpinan, kesetiaan, dan dampak dari ambisi kekuasaan,” ujar Rosyid.
Ia menambahkan, melalui drama musikal ini, pemahaman tentang sejarah dan nilai-nilai kemanusiaan diharapkan dapat disampaikan secara lebih kontekstual dan menyentuh.
Drama ini juga menampilkan figur Opat Kandaga Lante—empat patih dan senapati legendaris yang menjadi pilar pertahanan Sumedanglarang. Mereka digambarkan menghadapi tekanan fisik dari serangan Cirebon maupun konflik batin yang mendalam.
Salah satu simbol yang diangkat dalam pementasan adalah pohon hanjuang yang tumbuh di alun-alun Kutamaya, yang dalam cerita dimaknai sebagai lambang kesetiaan dan menjadi penanda hidup-matinya Jayaperkosa, senapati utama Sumedanglarang.
Melalui drama musikal ini, panitia berharap masyarakat, khususnya generasi muda, dapat memahami bahwa sejarah tidak hanya hadir dalam buku pelajaran, tetapi juga bisa dihidupkan lewat media seni pertunjukan.
“Kisah cinta, perang, dan pengorbanan dalam naskah ini bukan semata milik masa lalu, melainkan cerminan realitas kehidupan manusia masa kini. Terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung proses kreatif ini,” ujar Rosyid.