Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya

Ngalogat

Biografi Ajengan Cipasung, Patut Dibaca Setiap Santri

Buku Ajengan Cipasung Karya Iip D Yahya. (Foto: Anggi Afriansyah).

Membaca biografi tokoh menjadi medium untuk belajar sejarah perjalanan anak manusia pada suatu masa. Penulisan biografi menjadi bagian penting agar rekam jejak sosok inspiratif dapat dibaca oleh beragam pihak. Buku Ajengan Cipasung: Biografi KH Moh. Ilyas Ruhiat karya Kang Iip Dzulkipli Yahya dan diterbitkan ulang oleh alif.id yang digawangi oleh Hamzah Sahal ini patut dibaca oleh setiap santri khususnya Santri Cipasung.

 

Ajengan Ilyas sering juga disebut ajengan Santun menurut redaksi membawa dua dunia: keislaman dan kesundaan, keulamaan dan kebudayaan, kelokalan dan kenasionalan seperti yang sudah dicontohkan oleh para ulama nusantara Syaikh Mahfudz at-Tarmisi, Syaikh Nawawi al-Bantani, Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi dan Syaikh Arsyad al-Banjari. 

 

KH Abdul Chobir menuturkan, Ajengan Ilyas (Apih) sebagai pribadi yang berproses secara alamiah, nuturkeun laku budaya sunda yang menyatu dengan kultur pesantren yang khas. Beliau merupakan sosok yang mengungkapkan pentingnya dawam, continue, dan rutin, dalam melakukan amal walau kecil atau sederhana. Menurutnya, dari dawam seseorang akan mencapai derajat istiqamah. Ajengan Ilyas merupakan pituin Abah Ruhiat. Tidak sempat mengaji ketempat lain. Dididik sejak kecil bersama Abah Ruhiat. 

 

Buku ini merupakan bahan refleksi diri bagi keluarga dan kalangan pesantren. Bagaimana Ajengan Ilyas memiliki teladan yang luar biasa bagi pengasuh pesantren. Metode yang berhasil dan berperan besar dalam membentuk karakter yang mampu menghasilkan pribadi-pribadi unggul, sederhana, jujur, bijaksana dan rendah hati. 

 

Buku ini menurut saya sangat kuat sebab Kang Iip secara tertib menelusur arsip-arsip mengenai Ajengan Ilyas baik melalui kantor PWNU Jabar, PBNU, PP Lakspesdam, situs Library.ohio.edu, wawancara dengan keluarga, dan juga arsip keluarga yang lengkap. Bahkan menurut Kang Iip, menulis sejarah pesantren dan NU Jawa Barat bisa dilakukan dengan mengolah dokumen Ajengan Ilyas. Surat-surat selama Ajengan berdinas di NU lengkap bahkan sejak dari IPNU. Ajengan Ilyas merupakan pembaca yang teguh. Ia sangat menyukai bacaan dengan tema agama, sosial, politik. Kebudayaan, dan pendidikan. Ia membaca Duta Masyarakat, Gema Muslimin, Berita NU, Risalah NU dan Gelanggang. Ia juga membaca Aliran Islam dan Abadi dari Masyumi, Panji Masyarakat, Kiblat, Suara Masjid dan Mimbar Ulama. Ibu Dedeh membaca Mangle, Warga, Hanjuang, Galura, Giwangkara, variasi, Femina. Anak-anaknya berlangganan Majalah Kawanku, Bobo dan Gadis serta novel-novel lainnya.

 

Anak-anak Ajengan Ilyas berkontribusi di banyak bidang mulai dari kegiatan seni, sastra dan budaya, pendidikan formal (MAN 2 Tasikmalaya, SMK KH Moh. Ilyas Ruhiat, STTC), organisasi keagamaan (MUI, PWNU Jabar, Fatayat NU), selain juga masih terus mengasuh di Pesantren Cipasung. Berupaya mengikuti tuturan Gus Dur mengembangkan tradisi keilmuan pesantren, fikih sufistik, dan berupaya merintis sastra sufistik, sains sufistik, teknologi sufistik, di tengah kehidupan yang serba bendawi, materialistik dan individualistik. Ajengan Ilyas selalu menekankan dan mengajarkan agar para santri menjadi sosok yang bermanfaat bagi sesama manusia di bidang apapun.

 

Di buku ini juga kita disuguhi pemikiran dan jejak langkah Ajengan Ilyas dengan segala keistimewaannya, juga belajar parenting terselubung terkait membangun keluarga yang demokratis. Selain juga disuguhi foto-foto yang keren-keren dari arsip keluarga. 
Dari buku ini kita dapat memahami bagaimana reproduksi pengetahuan ditanamkan atau diinternalisasikan dari generasi ke generasi dengan semangat membangun generasi muslim, sunda, dan Indonesia yang tangguh.

 

Anggi Afriansyah, Penulis adalah Peneliti BRIN

Editor: M. Rizqy Fauzi

Artikel Terkait