Kuluwung
Langit di Bangku Sore
Cukup lama tak menulis surat untukmu
Semua pujian hilang merayap dan menguap
Wajahmu tersamar di udara yang menjadi embun
Memudar seperti langit pagi yang hilang warna
Aku terlelap dilipatan alis matamu
yang tersisa hanya wangi tubuh malam memudar
Nafasku terjerembab di pasir hening matamu
Aku berkata pada langit yang menggigil
Pada sakitnya kaki bukit yang menguning
Aku, kita, apakah engkau yang akan menunggu
Matahari hampir habis
Pelupuk biru pipi bisumu
Tangismu tersisa dijejak tanjakan curam
Pedih teriris tawa sore di ketinggian
Langit pasti menunggu di bangku dan harapan
Terjaga, terlupa, terlelap
Untuk tawa yang terdekap
Berjanji pada halus keningmu
Menunggu di tepian dongeng yang tersisa
Membaca kisahmu dalam syair
Wajahmu adalah prasasti
Terukir di papan malam yang terjaga
Nasihin, Penulis Lesbumi PWNU Jawa Barat