Soroti Putusan MK yang Diabaikan Baleg DPR, Ahmad Jamaludin: Putusan MK Wajib Diikuti Oleh Siapapun!
Kamis, 22 Agustus 2024 | 13:18 WIB
Kota Bandung, NU Online Jabar
Reaksi masyarakat pasca mendengar putusan yang disahkan oleh Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) yang tidak mengindahkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait keputusan Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada juga turut disoroti oleh Wakil Dekan (Wadek) I Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Nusantara (Uninus) Kota Bandung Ahmad Jamaludin.
Pria yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Jawa Barat tersebut menegaskan bahwa putusan MK wajib diikuti oleh siapapun.
"Putusan MK wajib diikuti oleh siapapun, terutama oleh pembentuk undang-undang. Jika diabaikan, maka kita sedang menggerusi institusi MK menjadi lembaga yang tidak ada gunanya, sama halnya dengan KPK," tegasnya saat diwawancara NU Online Jabar pada Rabu (21/8/2024).
Jamal menilai, syarat batas usia calon kepala daerah sudah diberikan kepastian melalui pertimbangan majelis hakim MK.
"Kenapa tiba-tiba pertimbangan MA yang dipakai oleh teman-teman di DPR? Apakah lembaga MA dan MK sedang bersaing? Atau sebenarnya kita tidak memahami kewenangan dan fungsi MA dan MK? Maka layaklah kita menyebutnya korupsi kekuasaan," jelasnya.
Jamal yang saat ini menjabat sebagai salah seorang pengurus Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU) Jawa Barat menyebutkan bahwa hukum tanpa moral omong kosong.
"Negara hukum jadi konsep sampah jika ujungnya adalah dikuasai oleh kelompok otoriter," tandas pria lulusan Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjajaran.
Sebagai informasi, revisi UU yang disahkan Baleg DPR dan bakal dibahas untuk disahkan di Rapat Paripurna DPR hari ini menganulir putusan MK terkait ambang batas pencalonan Pilkada hingga syarat usia calon kepala daerah.
Pertama, panitia kerja DPR RI menyepakati draf RUU Pilkada mengenai batas umur pencalonan sesuai dengan Putusan MK yang mengesahkan syarat usia ketika ditetapkan sebagai calon. Namun, DPR lebih memilih mengikuti Putusan Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2024, tentang syarat usia yang ditetapkan ketika dilantik.
Kedua, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah untuk partai politik. Namun, panitia kerja DPR RI hanya menyetujui penurunan ambang batas Pilkada bagi partai yang tidak memiliki kursi di DPRD.