Keislaman

Rindu Figur Bangsa dengan Wajah Sejuk Agama di Tahun Baru Islam

Rabu, 19 Juli 2023 | 06:00 WIB

Rindu Figur Bangsa dengan Wajah Sejuk Agama di Tahun Baru Islam

Rindu Figur Bangsa Dengan Wajah Sejuk Agama di Tahun Baru Islam (Foto: tebuireng online)


Saya membayangkan pada setiap kita 'merayakan' Tahun Baru Islam 1 Muharram, keadaan situasi batin kita semeriah seperti kita merayakan Tahun Baru Dunia itu. 


Setiap agama mengajarkan perdamaian, kebersamaan sekaligus menebar misi kemanusiaan demi kemaslahatan bagi lingkungan di sekitarnya. Kerap kali wajah agama tampak "horor" menyeramkan, ternoda dalam kecamuk polemik dan konflik sebagaimana yang akhir-akhir ini terjadi sebuah pentas 'drama' di "Pondok Pesantren Buah Mewah", Indramayu, Jawa Barat. 


Demikian itu sebenarnya bukan kesalahan ajaran agama itu sendiri, melainkan diakibatkan human error, yakni sikap sebagian para pemeluknya yang kadangkala menafsirkan ajaran teologis-normatif secara seenak jidatnya sendiri dan serampangan. 


Tetapi bisa juga karena adanya kepentingan politik atau ekonomi yang sebagian umat beragama itu berlebihan sehingga sampai-sampai mengalahkan kepentingan agama. Butuh kejelian untuk menelusuri akar masalah konflik yang terjadi di Pondok Pesantren Buah Mewah itu, juga di beberapa wilayah lainnya yang pernah menjadi sorotan media. 


Sudah berapa kali pagi dan secangkir kopi yang menemani perjalanan intelektual seorang santri. Segera bangkit lagi, ini tahun akan berganti. 


Hai kaum santri tak terkecuali, peranmu di nanti sekali. Segera bangun dari ekspektasi yang ditenagai halusinasi, mari terlibat dalam menangani, mengurai benang kusut atau barangkali mencari solusi atas semua problem yang menganggu harmoni kehidupan sosial-agama masyarakat Indonesia


Keluarkan suara-mu, atau tulislah apa saja yang kamu ketahui. Jika realitas menyatakan bahwa ada variabel human error konflik sosial-agama di negeri ini yang siapa tahu menemukan alternatif solusi. Khususnya terkait dengan upaya pembangunan kehidupan masyarakat Indonesia yang harmonis dalam bingkai pluralitas dan heterogenitas budaya, etnis dan agama. 


Setiap insan muda termasuk santri punya kesempatan besar untuk memberikan kontribusi positif, baik praktis maupun teoritis bagi semua pihak. 


Dengan mensinergikan spirit "Resolusi Kaum Santri, Bangkit Kembali", Resolusi Jihad yang diprakarsai Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari. Generasi muda di ruang lingkup pesantren maupun di ruang-ruang pergaulan digital yang notabene-nya merupakan 'orang-orang pesantren' agar tidak mudah terpapar paham terorisme dan radikalisme. 


Konflik dan kerusuhan yang menggunakan isu agama di Indonesia dengan demonstrasi besar-besaran tentu aksi-aksi itu dianggap sebagai bentuk radikalisme. Objek kekerasan atas nama agama tidak terbatas kepada personal semata terkadang kekerasan agama menimpa sekelompok pemeluk agama tertentu. Tentu wajah sejuk agama sangat tidak mungkin dilekatkan dengan personal atau kelompok pemeluk agama tertentu yang sudah sering mementaskan wajah panas kekerasan. 


Pesatnya perkembangan dari pemutakhiran teknologi dan relasi agama dalam konflik sosial baik di ruang lingkup pesantren maupun di ruang-ruang pergaulan digital, media sosial telah membuat pesantren-pesantren pada hari ini tidak bisa lagi membendung arus deras masuknya pendistribusian informasi yang terkandung doktrin kekerasan. Fakta seringkali menunjukkan bahwa agama dapat memicu terjadinya kekerasan. 


Inilah saatnya para santri bangkit lagi. Dalam momentum Tahun Baru Islam 1 Muharram 1445 H. Sekaligus kaum santri dapat menawarkan model resolusi menuju hidup harmoni dalam perspektif yang lebih variatif: perspektif etno-sosial-historis, perspektif teologis, analisis tekstual dan analisis pengalaman lapangan. 


Beranjak dari paparan di atas dijelaskan beberapa model resolusi santri. Sehingga pada akhirnya, kesuksesan misi agama harus diukur dari seberapa besar pengaruh positif moralitas agama dalam masyarakat Indonesia. 


Meskipun telah kita ketahui bersama bahwa konflik sosial tidak mungkin dihindarkan dalam kehidupan manusia. Sedangkan konflik sosial-agama adalah konflik sosial yang menggunakan daya semangat agama. Mari kita jaga agama kita dan agama mereka di dunia nyata dan di dunia maya (sosial media). Karena bagi santri, kini yang dibutuhkan adalah seorang figur yang dapat menerjemahkan konsep resolusi dan membumikannya dalam kehidupan masyarakat. Figur itu diharapkan muncul secepatnya sehingga masyarakat Indonesia terbebas dari konflik yang dapat menjerumuskan ke jurang perpecahan dan berkepanjangan. Semoga.


Abdul Majid Ramdhani, Salah seorang kontributor NU Online Jabar asal Cirebon, juga seorang santri penulis millenial