Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya

Daerah

Ini Cara PCNU Indramayu Respons Tradisi Unjungan Mbah Buyut

Ketua PCNU Indramayu, KH Juhadi Muhammad (ketiga dari kiri) pada acara Unjungan Mbah Buyut (Foto: NU Online Jabar/Karsipan)


Indramayu, NU Online Jabar
Salah satu tradisi atau adat istiadat yang masih terus dijaga dan dijalankan oleh masyarakat Indramayu adalah tradisi unjungan atau haul sesepuh desa yang biasa dikenal dengan sebutan Mbah Buyut. Tradisi unjungan tersebut rutin digelar di berbagai makam sesepuh, ulama, kiai dan tokoh masyarakat di berbagai desa. 

Acara unjungan yang digelar rutin setiap tahun biasanya diisi berbagai kegiatan, mulai dari doa bersama, pembuatan tumpeng dan hiburan wayang kulit, sandiwara atau musik dangdut dermayonan.

Tradisi unjungan Mbah Buyut meskipun banyak disorot sebagai kegiatan yang berbau bid’ah, musyrik, berisi kemaksiatan dan mubazir karena menghabiskan anggaran yang sangat besar, namun nyatanya tradisi tersebut masih lestari dan terus dijalankan oleh masyarakat Indramayu di berbagai desa hingga saat ini. 

Ketua PCNU Indramayu, KH Juhadi Muhammad ketika ditanyakan tentang tradisi Unjungan Mbah Buyut yang masih dijalankan oleh masyarakat Indramayu tersebut menjelaskan, pihaknya bersama dengan para kiai di kampung-kampung berusaha memberikan pemahaman kepada warga agar kegiatan unjungan diarahkan kepada hal-hal yang berbau keagamaan agar terhindar dari unsur musyrik dan khurafat.

“Kami berusaha memberikan pemahaman kepada warga agar aqidahnya tidak rusak dengan tradisi unjungan mbah buyut. Yang terpenting niatnya diluruskan dan pemahamannya dicerahkan, sedangkan berbagai kegiatan lain yang tidak bisa dihilangkan seperti hiburan, maka kami berusaha menyisipkan unsur keagamaan di dalamnya seperti khatmil Qur’an, tahlilan maupun shalawatan,” ungkap KH Juhadi Muhammad.

“Sesuai dengan prinsip yang dipegang oleh para wali dan kiai NU sejak dulu yakni berusaha menjaga budaya dan tradisi dengan memasukkan secara perlahan-lahan unsur ajaran keagamaan. NU sangat lembut dalam menghadapi masalah ini karena jika dilakukan dengan kekerasan, maka yang terjadi adalah perlawanan dan ujung-ujungnya kita akan mendapatkan penolakan sehingga kita tidak bisa lagi mewarnai mereka,” tambahnya.

Dikatakan Ketua PCNU Indramayu, upaya mewarnai tradisi yang dilakukan kiai NU telah banyak membuahkan hasil dan saat ini sudah banyak acara Unjungan Mbah Buyut di berbagai desa yang diisi dengan acara keagamaan secara penuh. 

“Salah satu contohnya adalah unjungan di Mbah Buyut Kepel Desa Totoran Kecamatan Pasekan yang acaranya hanya diisi dengan tumpengan, tahlil akbar dan shalawatan. Itu adalah bukti bahwa acara Unjungan Mbah Buyut harus disikapi secara bijaksana agar terjadi perubahan ke arah yang lebih Islami,” tutur KH Juhadi Muhammad.

Memang benar apa yang disampaikan oleh Ketua PCNU Indramayu, bahwa tradisi Unjungan Mbah Buyut Kepel di Desa Totoran yang biasa digelar ba’da Hari Raya  Iedul Adha hanya diisi dengan kegiatan tahlil akbar dan adat terbangangan atau yang disebut bra'i dengan diiringi shalawatan. 

Juru Kunci Mbah Buyut Kepel, Suta Wijaya (71) kepada NU Online Jabar, Selasa (27/10) menjelaskan, tradisi unjungan yang digelar di makam Mbah Buyut Kepel tidak diisi dengan hiburan wayang kulit, sandiwara, musik dangdut atau hiburan lainnya.

“Alhamdulillah acara Unjungan Mbah Buyut Kepel hanya diisi dengan tahlil akbar yang diikuti seluruh warga Desa Totoran dan warga dari desa-desa lain yang masih terkait dengan Mbah Buyut Kepel. Selain tahlil akbar kami juga mengisi kegiatan unjungan dengan hiburan islami berupa  adat terbangan atau yang disebut bra'i dengan bacaan Shalawat Nabi,” ujar Suta Wijaya. 

Dijelaskan oleh Juru Kunci Suta Wijaya, Mbah Buyut Kepel juga dikenal dengan nama Kiraga Ulat. Menurut sejarah Mbah Buyut Kepel pernah singgah ke Desa Pangkalan dan menyebarkan agama Islam. 

“Beliau singgah ke Desa Totoran dan menyebarkan agama Islam sampai dengan wafat dan dimakamkan di sini. Beliau mempunyai dua putra yaitu  Jaka Babar (Buyut Babar) dan  Jaka Tarub (Buyut Jaka Tarub). Karena jasa-jasa beliau dalam mengembangkan dakwah Islam di sini, maka beliau semasa hidupnya sangat dihormati oleh masyarakat dan menjadi tokoh ulama yang menjadi pusat rujukan berbagai masalah yang dihadapi warga, maka tidak heran hingga setelah wafatnya dan sampai dengan sekarang beliau masih sangat dihormati dan diperingati haulnya setiap tahun atau orang di sini menyebutnya unjungan,” kata Suta Wijaya. 

Sementara, tokoh agama Desa Totoran, Ustadz Kamil menjelaskan, acara unjungan di Mbah Buyut Kepel yang hanya diisi dengan acara keagamaan, merupakan salah satu bukti keberhasilan dakwah para wali dan kiai Nahdlatul Ulama dalam merespon budaya atau tradisi yang dipegang teguh oleh masyarakat dengan pendekatan yang lembut serta tidak menyalahkan, mengharamkan atau menuduh sebagai acara sesat.

“Inilah bukti bahwa tidak semua acara unjungan Mbah Buyut itu hanya berisi hura-hura semata, kalaupun masih ada desa yang mengisi acara unjungan dengan hiburan juga tidak bisa serta merta kita salahkan, jauh lebih bijaksana jika kita berusaha untuk menyisipinya dengan kegiatan keagamaan agar tradisi bisa tetap terjaga dan ajaran Islam juga bisa mewarnainya,” tutup ustadz Kamil.  

Pewarta: Karsipan
Editor: Iing Rohimin

 

Editor: Abdullah Alawi

Artikel Terkait