Nasional

Lesbumi NU Gelar Semiloka Kebudayaan Nusantara 2025: Konsolidasi Spiritualitas dan Budaya Menjelang Muktamar

Sabtu, 1 Februari 2025 | 12:24 WIB

Lesbumi NU Gelar Semiloka Kebudayaan Nusantara 2025: Konsolidasi Spiritualitas dan Budaya Menjelang Muktamar

Lesbumi NU Gelar Semiloka Kebudayaan Nusantara 2025 (Foto: Dok. Pribadi)

Pekalongan, NU Online Jabar
Peringatan Hari Lahir (Harlah) NU yang ke-102 dan Semiloka Kebudayaan Nusantara Pra-Muktamar 2025 sukses digelar di Pekalongan pada 28 hingga 29 Januari 2025. 


Acara tersebut diselenggarakan oleh Pengurus Besar Lesbumi (Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia) Nahdlatul Ulama bekerja sama dengan JATMAN PBNU, bertujuan memperkuat internal organisasi sekaligus merumuskan rekomendasi untuk Muktamar Kebudayaan 2025 yang akan datang.


​​​​​​​Semiloka ini dimulai dengan Seminar Nasional Kebudayaan yang diadakan pada 28 Januari dengan tema "Spiritualitas, Kebudayaan Bangsa dan Tantangan Kemodernan." Acara ini menjadi forum diskusi interaktif antara Lesbumi, Kementerian Kebudayaan RI, dan JATMAN PBNU dalam mengurai hubungan antara spiritualitas dan kebudayaan.


​​​​​​​Yayuk, Direktur Pemberdayaan Nilai Budaya dan Fasilitas Tradisi Intelektual Kebudayaan RI, membuka seminar dengan menyampaikan ucapan selamat Harlah NU yang ke-102 serta mendukung penuh terselenggaranya Muktamar Kebudayaan 2025. 


“NU telah teruji dalam menjaga tradisi bangsa, menjaga hubungan erat dengan kebudayaan dan agama. Budaya bangsa adalah kekuatan superpower yang terlahir dari keragaman dan Bhineka Tunggal Ika. Namun, kekuatan ini juga bisa menjadi tantangan dan ancaman jika tidak dikelola dengan bijak,” katanya.


Ia juga menekankan pentingnya peran serta masyarakat dalam kemajuan kebudayaan Indonesia melalui peraturan seperti UU Pemajuan Kebudayaan No. 5 Tahun 2017. 


"Kami berharap Lesbumi, sebagai mitra kebijakan negara dalam hal seni dan budaya, dapat berperan aktif dalam mengawal berjalannya aturan-aturan ini. Partisipasi masyarakat dalam pemajuan kebudayaan adalah langkah penting untuk memastikan keberlanjutan kebudayaan bangsa,” tambah Yayuk.


Pembicara kedua, Prof. Dr. KH. Ali Masyukur Musa M.Si., M.Hum, Mudir Aly JATMAN PBNU, memberikan pemahaman mendalam mengenai hubungan antara spiritualitas dan budaya. 


“Spiritualitas dan kebudayaan tidak bisa dipisahkan. Seniman, budayawan, dan filosof, dalam menciptakan karya, selalu menghubungkan rasa, makna, dan kehendak, yang berbeda dengan malaikat dan makhluk lainnya. Peran hati dalam seni dan budaya sangat penting, karena dari sana lahir peradaban yang membentuk manusia sejati,” ungkapnya.


Beliau menegaskan bahwa dalam setiap karya budaya, yang didahulukan adalah hati, karena hati adalah kunci keselamatan dalam berperilaku. 


"Akal, nafsu, dan hati; mana yang didahulukan menentukan sikap dan perilaku manusia. Maka dahulukan hati agar selamat," tuturnya.


Pada sesi penutupan seminar, KH. Jadul Maula, Ketua Pengurus Besar Lesbumi, turut memberikan pandangan terkait tantangan kebudayaan dalam menghadapi kemodernan. 


“Kebudayaan itu harus dinamis dan ekspresif, bukan hanya bersifat statis dan komunal. Lesbumi harus mampu menggali kembali kebudayaan bangsa untuk dijadikan subjek yang berperan dalam membentuk insan kamil, manusia sejati. Tradisi dan budaya harus mampu menjadi media untuk pencarian jati diri, terutama dalam menghadapi tantangan zaman,” ujarnya.


KH. Jadul Maula juga menekankan pentingnya Lesbumi untuk tidak hanya memelihara tradisi, tetapi juga untuk menjadi bagian dari solusi dalam menghadapi kemodernan. 


“Budaya harus tetap relevan dan memberikan kontribusi nyata, terutama dalam membentuk karakter individu melalui tradisi yang dibangun dengan kekuatan spiritual,” tegasnya.


Semiloka Kebudayaan Nusantara dan Rekomendasi untuk Muktamar 2025
Pada 29 Januari, kegiatan berlanjut dengan Semiloka Kebudayaan Nusantara yang diadakan di Aula Ponpes At-Taufiqqy Pekalongan. Kegiatan ini berupa lokakarya dan dialog interaktif dalam merumuskan beberapa rekomendasi untuk Muktamar Kebudayaan 2025. 


Pembukaan acara dilakukan oleh Steering Committee (SC) acara Zastrouw Al Ngatawi, yang menyatakan, “Konsep kebudayaan memiliki banyak definisi, tetapi ada tiga kata kunci yang harus dipahami: etik, estetik, dan logik. Ketiganya adalah ciri khas kebudayaan Nusantara.”

Diskusi dalam Semiloka menghasilkan beberapa usulan penting, di antaranya penguatan peran Lesbumi dalam pendidikan seni budaya Islam Nusantara, perlunya menjaga ekologi melalui kebudayaan, serta pengobatan tradisional sebagai bagian integral dari kebudayaan nusantara. 


​​​​​​​Dadan Madani, Ketua Lesbumi Jawa Barat, menambahkan, “Kebudayaan adalah cahaya yang harus berujung pada spiritualitas. Kita harus menjaga sentuhan spiritual dalam kebudayaan, meski tantangannya sangat besar, terutama di wilayah yang memiliki latar belakang sektarianisme spiritual.”


Beberapa rekomendasi penting juga datang dari perwakilan Lesbumi Kota Bandung dan PCNU Kuningan, yang menyoroti pentingnya kebudayaan dalam pendidikan dan lingkungan hidup. Fahri dari PCNU Kota Bogor juga mengusulkan terobosan dalam pengobatan tradisional yang kini semakin terpinggirkan oleh pengobatan medis.


Sebagai penutupan, KH. Jadul Maula menggarisbawahi tema-tema utama yang akan diangkat dalam Muktamar Kebudayaan 2025, yakni spiritualitas, ekologi, pendidikan, dan media teknologi. 


“Muktamar Kebudayaan 2025 akan membahas bagaimana kebudayaan dapat menjawab tantangan zaman, melalui penguatan spiritualitas, ekologi yang ramah lingkungan, pendidikan yang berbasis budaya, serta pemanfaatan media dan teknologi dalam penyebaran kebudayaan,” tutupnya.


Dengan keberhasilan kegiatan ini, Lesbumi berharap dapat terus memperkuat konsolidasi kebudayaan dan spiritualitas untuk menghadapi tantangan global dan kemodernan yang terus berkembang, serta mewujudkan Muktamar Kebudayaan 2025 yang bermanfaat bagi bangsa.


Terkait