Haul Ke-94 KH Muhammad Said: Prof Said Aqil Ajak Santri Gedongan Lestarikan Khazanah Fikih
Selasa, 18 Februari 2025 | 08:27 WIB

Pengasuh Pondok Pesantren Luhur Al-Tsaqafah Jakarta Selatan, Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj saat menyampaikan mauidzoh hasanah dalam acara Haul Ke-94 KH Muhammad Said, pendiri Pondok Pesantren Gedongan, Cirebon, pada Sabtu (15/2/2025). (Foto: NU Online Jabar)
Cirebon, NU Online Jabar
Pengasuh Pondok Pesantren Luhur Al-Tsaqafah Jakarta Selatan, Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj menegaskan pentingnya ijma' (konsensus ulama) dan qiyas (analogi) dalam membangun ilmu fikih saat menyampaikan mauidzoh hasanah dalam acara Haul Ke-94 KH Muhammad Said, pendiri Pondok Pesantren Gedongan, Cirebon, pada Sabtu (15/2/2025).
“Kesimpulannya, dengan adanya metode yang namanya ijma' dan qiyas, maka lahirlah ilmu fikih. Safīnah, Fatḥul Qarib, Fatḥul Wahhab, Majmu' 24 jilid, Maḥalli 40 jilid semuanya ada karena metode ijma' dan qiyas,” ungkapnya.
Kiai yang saat ini menjabat sebagai Mustasyar (penasehat) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masa khidmah 2022-2027 itu menambahkan bahwa tanpa ijma' dan qiyas, fikih tidak akan berkembang.
“Kalau ada ormas yang tidak menggunakan ijma' dan qiyas, maka mereka tidak akan punya fikih. Fikih itu lahir dari ijma' dan qiyas. Bahkan yang paling banyak dalam fikih adalah qiyas, meskipun sedikit, tetapi berjilid-jilid. Yang paling banyak qiyas, yang sedikit hanya nash,” tuturnya.
Kiai Said Aqil mengingatkan pentingnya memelihara khazanah keilmuan tersebut, terutama bagi para santri. “Santri fikih Gedongan harus ahli dalam fiqh, tetapi otaknya harus cair. Kalau fikih gampang: haram, makruh, sunnah, wajib seperti masakan matang-matang tinggal makan,” katanya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa manusia diberi kepercayaan oleh Allah untuk membangun tsaqafah (peradaban keilmuan). Ia mengutip firman Allah dalam Surah Al-Isra' ayat 36:
Wa lā taqfu mā laysa laka bihi 'ilm. Inna as-sam'a wal-basara wal-fu’āda kullu ulā’ika kāna 'anhu mas’ūlā.
“Ayat ini memerintahkan kita agar profesional. Jangan masuk ke wilayah yang kita tidak mengerti. Saya, misalnya, tidak akan bicara soal keuangan, komputer, atau teknik sipil. Kalau saya jadi direktur bank, pasti bangkrut! Tetapi kalau soal agama, insya Allah sedikit-sedikit bisa,” ujarnya disambut tawa hadirin.
Menurutnya hanya orang berilmu yang dapat mencapai kebenaran. “Kalau tidak berilmu, pasti salah. Kalau benar, itu kebetulan. Tapi kalau benar yang standar, pasti dengan ilmu,” tegasnya.
KH Said Aqil juga menekankan pentingnya ilmu dalam berbagai bidang. “Teknik sipil, komputer, kesehatan, kedokteran, sosiologi, antropologi, politik semuanya harus dengan ilmu. Maka tegas sekali: Pintar itu wajib! Kalau pintar wajib, maka bodoh itu dosa,” tandasnya.
Di akhir tausiahnya, KH Said Aqil mengajak seluruh hadirin untuk terus belajar dan menuntut ilmu. “Ayo, siapa yang masih bodoh? Jangan sampai ketemu saya masih bodoh,” pungkasnya, disambut gelak tawa para jamaah.
Kontributor: Khumaedi NZ