Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya

Hikmah

Sidrat al-Muntaha

Sidrat al-Muntaha (ilustrasi: Freepik.com)

​​​​Sidrat al-Muntaha, merupakan satu istilah yang tak asing bagi seluruh umat Islam di manapun berada. Umat Islam mengingat Sidrat al-Muntaha sebagai tempat yang pernah disinggahi oleh satu-satunya manusia di muka bumi ini, yaitu oleh Nabi Muhammad SAW. 
 

Umat Islam selalu menghubungkan Sidrat al-Muntaha dengan peristiwa Isra Mi’rajnya Nabi Muhammad SAW. Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa tujuan akhir dari perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW ialah menghadap Allah SWT menuju Sidrat al-Muntaha yang terletak di langit ketujuh, yang berdekatan dengan surganya Allah SWT (Q.S an-Najm [53]: 1-18). 
 

Al-Qur’an pun memberi tahukan dalam surat an-Najm [53]: ayat 18, bahwa ketika Nabi Muhammad SAW mi’raj, beliau diberi kemampuan untuk menyaksikan sebagian dari tanda-tanda kebesaran Allah Yang Maha Agung.
 

Allah SWT berfirman: 


لَقَدْ رَاٰى مِنْ اٰيٰتِ رَبِّهِ الْكُبْرٰى


Artinya: “Sungguh, dia (Muhammad) telah melihat sebagian tanda-tanda (kebesaran) Tuhannya yang paling agung.” (Q.S an-Najm [53: 18).


Lantas apa itu Sidrat al-Muntaha? Dalam Al-Qur’an disebutkan ada empat ayat yang merujuk pada kata Sidr yaitu pada Q.S Saba [34] ayat 16, Q.S an-Najm [53] ayat 14 dan 16, dan Q.S al-Waqi’ah [56] ayat 28. Arti kata Sidr pada Q.S Saba dan al-Waqi’ah adalah pohon bidara yang tidak berduri. Sementara arti Sidr pada QS an-Najm adalah sebuah pohon yang hanya Allah lah yang mengetahui hakikatnya. Di dekat pohon itu ada surga yang menjadi tempat tinggal ruh orang-orang mukmin yang bertakwa (Terjemahan Kitab Al-Mu’jam al-Mufahras li Ma’ani Al-Quranul Azim: Wahbah Zuhaili dkk, hal 527, Darul Fikr Damaskus, 1416 H). 
 

Sementara untuk kata al-Muntaha, di dalam Al-Qur’an disebutkan tiga kali, yaitu dua kali dalam Q.S an-Najm [53] ayat 14 dan 42, dan satu kali lagi dalam Q.S an-Nazi’at [79] ayat 44. Arti kata al-Muntaha adalah yang paling akhir. Berkenaan dengan hal ini Allah SWT berfirman:
 

وَاَنَّ اِلٰى رَبِّكَ الْمُنْتَهٰىۙ
 

Artinya: “Dan sesungguhnya kepada Tuhanmulah kesudahannya (segala sesuatu).” (Q.S an-Najm [53]: 42).
 

اِلٰى رَبِّكَ مُنْتَهٰىهَاۗ


Artinya: “Kepada Tuhanmulah (dikembalikan) kesudahannya (ketentuan waktunya).” (Q.S an-Nazi’at [79]: 44).
 

Nurcholish Madjid dalam bukunya Pintu-Pintu Menuju Tuhan (1995: 110-111) mengutip pendapat Muhammad Asad seorang penerjemah Al-Qur’an dalam bahasa Inggris yang menafsirkan dengan menggunakan bahan-bahan kitab tafsir klasik, menerjemahkan Sidrat al-Muntaha yang terdapat dalam Q.S an-Najm [53] ayat 14 adalah sebagai “lote-tree of the farthest limit” yaitu pohon lotus pada batas yang terjauh. Sementara, dalam kata-kata bahasa Indonesia asli, pohon lotus itu adalah pohon teratai atau pohon seroja.
 

Namun, yang paling terpenting dari arti Sidrat al-Muntaha secara harfiah adalah arti atau makna simboliknya. Menurut Nurcholish Madjid (1995: 110-111), pohon lotus, terutama pohon lotus yang berada di padang pasir seperti yang terdapat di kawasan Timur Tengah, sejak zaman Mesir Kuno dianggap sebagai lambang kebijakan (wisdom). Sementara, para ahli “tafsir” klasik mengartikan Sidrat al-Muntaha adalah lambang kebijakan tertinggi dan terakhir yang dapat dicapai oleh seorang manusia pilihan yang tidak akan teratasi lagi disebabkan tidak ada kebijakan yang lebih tinggi dari kebijakan itu.
Dengan demikian, jika Nabi Muhammad SAW telah sampai ke Sidrat al-Muntaha, maka Nabi SAW telah mencapai kebijakan (kebajikan) atau ‘wisdom’ yang paling tinggi yang pernah dikaruniakan Allah kepada hamba atau makhluk-Nya. Nabi SAW pun menerangkan bahwa di balik pohon itu ada misteri yang hanya diketahui oleh Allah SWT saja.
 

Makna simbolik lain dari pohon Sidr menurut Nurcholish Madjid adalah merujuk pada sesuatu yang rindang, teduh, yang melambangkan kedamaian dan ketenangan. Inilah kiranya cerminan dari apa yang disebut dalam Q.S al-Waqi’ah [56] ayat 27 hingga 28, bahwa kediaman terbaik bagi orang-orang yang beriman yang disebut dengan ‘golongan kanan’ (ashab al-yamin) di akhirat nanti adalah tempat kediaman yang di dekatnya terdapat pohon Sidr yang berbuah lebat sebagaimana firman Allah SWT berikut.


وَاَصْحٰبُ الْيَمِينِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الْيَمِيْنِۗ فِيْ سِدْرٍ مَّخْضُوْدٍۙ


Artinya: “Dan golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu. Yaitu (mereka) yang berada di antara pohon bidara (Sidr) yang tak berduri.” (Q.S al-Waqi’ah [56]: 27-28).


Keterangan di atas tentang pohon Sidr sebagai pohon yang berdekatan dengan surga tempatnya orang-orang beriman seolah mempertegas Sidrat al-Muntaha yang ada pada Q.S an-Najm [53] ayat 14 dan 15 sebagai tempat yang bersebelahan dengan surga sebagai tempat kediaman yang abadi.


Fimran Allah SWT dalam Q.S an-Najm [53] ayat 14 dan 15 perihal Sidrat al-Muntaha.
 

عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهٰى. عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوٰىۗ


Artinya” (yaitu) di Sidrat al-Muntaha, di dekatnya ada surga tempat tinggal (Q.S an-Najm [53]: 14-15).


Alhasil, makna seutuhnya dari Sidrat al-Muntaha adalah kewenangan Allah SWT. Sidrat al-Muntaha merupakan bagian dari kekuasaan Allah SWT. Kita hanya mendapat kabar dari Nabi Muhammad SAW yang benar-benar telah sampai ke sana, dan telah menyaksikan sebagian dari tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Oleh karenanya, hanya dengan keimanan sajalah kita mempercayai tentang Sidrat al-Muntaha. Selebihnya adalah rahasia Allah SWT.


​​​​​​​Wallahu’alam


Rudi Sirojudin Abas, seorang peneliti kelahiran Garut.

Editor: Agung Gumelar