• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Senin, 20 Mei 2024

Syariah

KOLOM NADIRSYAH HOSEN

Masih Soal Kontroversi Mendengarkan Musik, Apa Kata Imam Al-Ghazali? 

Masih Soal Kontroversi Mendengarkan Musik, Apa Kata Imam Al-Ghazali? 
(Ilustrasi: FB Nadirsyah Hosen).
(Ilustrasi: FB Nadirsyah Hosen).

Beberapa abad yang lalu, seseorang harus pergi ke tempat-tempat khusus dan pertemuan untuk mendengarkan lagu-lagu, yang tidak selalu tersedia setiap saat. Ketika para ulama Muslim membahas dan mengambil keputusan tentang mendengarkan musik dan lagu, mereka tidak dapat membayangkan zaman di masa depan ketika secara harfiah jutaan lagu direkam akan disimpan dalam realitas virtual yang selalu tersedia setiap saat. 


Belakangan ini terjadi kontroversi kembali soal musik. Ada ustadz yang bilang musik mendatangkan gempa, ada pula antar ustadz yang saling bantah membantah soal musik dan surat dalam Al-Qur'an. 


Sekadar menambah bacaan kita saja, saya kutipkan apa penjelasan Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya. 


Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya menulis: 


أن السماع قد يكون حراما محضا ، وقد يكون مباحا ، وقد يكون مكروها ، وقد يكون مستحبا 


"Mendengarkan (Musik) bisa dilarang secara mutlak, di-bolehkan, makruh atau dianjurkan,".


أما الحرام فهو لأكثر الناس من الشبان ومن غلبت عليهم شهوة الدنيا فلا يحرك السماع منهم إلا ما هو الغالب على قلوبهم من الصفات المذمومة


"Dilarang (haram), umumnya untuk kebanyakan orang muda yang tergoda oleh nafsu dunia, karena mendengarkan (musik) hanya akan membangkitkan atribut yang tercela dalam hati mereka,". 


وأما المكروه فهو لمن لا ينزله على صورة المخلوقين ولكنه يتخذه عادة له في أكثر الأوقات على سبيل اللهو


"Dianggap makruh, untuk mereka yang tidak memvisualisasikan apa yang mereka dengarkan sebagai gambaran makhluk hidup, tetapi menganggap mendengarkan sebagai kebiasaan (habit) yang menyita sebagian besar waktu demi untuk hiburan belaka. 


وأما المباح فهو لمن لا حظ له منه إلا التلذذ بالصوت الحسن


"Dibolehkan (mubah), untuk mereka yang hanya menikmati suara yang indah tanpa efek negatif lainnya,". 


وأما المستحب فهو لمن غلب عليه حب الله تعالى ولم يحرك السماع منه إلا الصفات المحمودة والحمد لله وحده وصلى الله عليه وسلم على محمد وآله 


"Dianjurkan (mustahab), untuk mereka yang didominasi oleh cinta kepada Allah Yang Maha Tinggi, dan mendengarkan (musik) hanya akan membangkitkan atribut yang terpuji dalam dirinya. Segala puji hanya bagi Allah, dan semoga Allah melimpahkan salam dan keberkahan kepada Nabi Muhammad dan keluarganya. 


Kitab Ithaf yang mensyarah kitab Ihya Imam al-Ghazali kemudian mengutip pernyataan Ibn Hazm: 


ونحا قريبا من هذا أبو محمد بن حزم فقال: من نوى بالغناء ترويح القلب ليقوى على الطاعة فهو مطيع ومن نوى به التقوي على المعصية فهو عاص، وإن لم ينو لا طاعة ولا معصية فهو لغو معفو عنه، كخروج الإنسان إلى بستانه وقعوده على بابه متفرجا 


"Dekat dengan pendapat Imam Al-Ghazali ini, Abu Muhammad bin Hazm berkata: "Seseorang yang berniat untuk bernyanyi sebagai hiburan hati agar menjadi kuat dalam ketaatan, maka dia adalah orang yang taat. Dan seseorang yang berniat bernyanyi untuk menguatkan diri dalam kemaksiatan, maka dia adalah pelaku maksiat. Dan jika tidak berniat untuk ketaatan maupun kemaksiatan, maka itu adalah kegiatan santai yang tidak mengapa, seperti seseorang keluar ke kebunnya dan duduk di pintu, sekadar memandang (keindahan kebunnya). 


Jadi baik Imam al-Ghazali maupun Ibn Hazm fokus bukan pada keharaman semata mendengarkan musik, tapi bagaimana kita mensikapi dan meniatkannya. Kalau diniatkan baik, malah bisa menambah ketaatan kita. Tapi kalau diniatkan untuk kemaksiatan tentu tidak dibenarkan. Bahkan Imam al- Ghazali juga tidak mau kita menghabiskan waktu dengan tidak produktif hanya buang waktu terlena mendengarkan musik. Jadi cukup adil dan berimbang pendapat beliau.


KH Nadirsyah Hosen,  salah seorang Dosen Senior Monash Law School


Syariah Terbaru