Menggaungkan Kembali Tradisi Seni Obrog-Obrog
Salah satu kekayaan seni yang melengkapi kehidupan budaya di Kuningan dan sekitarnya adalah seni tabuh genjring. Meskipun tidak setenar Wayang Golek atau Jaipongan, seni genjring tetap memiliki tempatnya tersendiri di kalangan masyarakat, terutama di desa-desa Kabupaten Kuningan, termasuk obrog-obrog.
Kuningan dikenal dengan beragam kesenian khasnya, mulai dari Pesta Dadung, Seren Taun, Kawin Cai, Sintren, Tari Buyung, hingga Genjring dan Obrog-Obrog.
“Dahulu, bermain obrog seperti itu sangat kental dengan tujuan religius. Kalaupun tidak, ya bermain obrog hanya didorong karena kesenangan bermain musik,” kata salah satu pemain musik seni obrog, Ahad (17/3).
Setiap daerah memiliki tradisi khasnya sendiri selama bulan Ramadan. Tradisi-tradisi ini tidak hanya sebatas ngabuburit atau mencari takjil menjelang waktu berbuka puasa, namun di Kuningan ada tradisi unik yang masih dijaga oleh sebagian masyarakatnya, yaitu tradisi obrog.
Di masa lalu, sekitar tahun 90-an, rombongan obrog menggunakan bedug atau kentongan di masjid atau mushola untuk membangunkan warga saat sahur. Mereka akan berkeliling desa sambil membangunkan warga untuk sahur sambil menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan Nabi Muhammad SAW.
Rombongan musik obrog ini biasanya terdiri dari sejumlah individu atau kelompok anak muda yang rela menyisihkan waktu mereka untuk membangunkan sahur. Seiring berjalannya waktu, alat musik 'orkes obrog' yang dulunya hanya mengandalkan alat-alat tradisional seperti gendang, gitar, dan suling, kini telah berkembang menjadi menggunakan gitar listrik, keyboard, dan perangkat tata suara elektronik lainnya.
Seperti yang terjadi hari ini, Ahad, 17 Maret 2024, menjelang berbuka puasa, para grup orkes "obrog-obrog" kembali menghibur warga di Kampung Leuwihaur, Desa Jatimulya, Kecamatan Cidahu, Kuningan, Jawa Barat.
Abdul Majid Ramdhani, salah seorang kontributor NU Online Jabar dan Alumni Ponpes Al-Hamidiyah Depok