• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Senin, 20 Mei 2024

Opini

Imam Syafi'i dan Shahih Bukhari

Imam Syafi'i dan Shahih Bukhari
(Ilustrasi: NU Online).
(Ilustrasi: NU Online).

Tidak ada yang ma'shum di dalam Islam kecuali para nabi. Selain itu, baik sahabat, tabi'in, sampai para imam madzhab tidak lepas dari kesalahan. Termasuk di dalamnya temuan-temuan hukum para imam madzhab, ada yang tepat (showab), ada juga yang tidak (khoto'). Namun berkat totalitas dalam mengerahkan seluruh stamina intelektual (istifrogul wus'i), apapun hasil ijtihadnya tetap diapresiasi.


Karena itu perbedaan pandangan di antara para imam hal yang lumrah kita jumpai. Satu imam mengajukan argumen yang berbeda dengan yang lainnya.


Maka, jika hari ini ada yang memiliki pandangan berbeda dengan seorang imam, juga hal yang lumrah, selama murni atas pertimbangan argumen.


Yang tidak kalah penting (namun sering diabaikan), sebelum berdiri secara diametral dan melancarkan kritik kepada imam adalah memahami persoalan dengan baik (tashowwur shohih). Jika ini diabaikan biasanya terjerumus pada bias kognisi (sesat fikir), terutama pada strawman fallacy.


Seorang Guru Gembul misalnya, ia membayangkan jika Imam Syafi'i banyak melewatkan hadits-hadits yang ada dalam Shahih Bukhari secara khusus, dan sangat mungkin Kutubus Sittah secara umum. Alasannya begitu sederhana, yakni Imam Syafi'i hidup di masa sebelum kemunculan Imam Bukhari dan Shahihnya.


Berdasar premis ini (muqoddimah kubro) dengan sendirinya Imam Syafi'i dan juga imam madzhab lainnya yang hidup sebelum era Imam Bukhari, banyak melewatkan hadits-hadits Bukhari. Imbasnya, produk-produk hukum temuan Imam Syafi'i (juga fiqih imam lainnya) sangat terbuka untuk direvisi.


Bayangan seperti ini sangat mungkin menjangkiti bukan saja satu dua orang, melainkan mereka yang malas menelusuri genealogi hadits.


Padahal jika kita amati syajarotul isnad hadits-hadits Shahih Bukhari (pohon sanad), akan diketahui jika hadits-hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan para imam pengoleksi kutubusittah juga telah diriwayatkan rowi-rowi sebelumnya. 


Para aimmah sittah (pemilik kutubussittah) hanya melanjutkan apa yang pernah diriwayatkan imam-imam sebelumnya. Hadits-hadits dalam Shahih Bukhari tidak ujug-ujug muncul di era aimmah sittah (istilah Al-Maqdisi), dimana sebelumnya tidak pernah ada. Di bawah ini data-data yang menunjukkan pernyataan di atas.


Pertama, jika melihat thobaqoh ke-10, thobaqoh dimana Imam Bukhari berada (versi Taqribut Tahdzib), hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari telah diriwayatkan secara masif oleh rowi-rowi di thobaqoh ke-9, thobaqoh dimana Imam Syafi'i berada.


Kedua, guru-guru riwayah Imam Bukhari banyak yang merekam hadits secara tertulis, selain terekam di dalam memori. Kita bisa menyebut nama-nama seperti; Abu Bakr ibn Abi Syaibah, Utsman ibn Abi Syaibah, Al-Humaidi, Qutaibah bin Sa'id, Ishaq ibn Rohuyah, dan banyak lagi.


Imam Bukhari hanyalah bagian dari transmisi hadits. Ia hanya pelanjut dari keberlangsungan sanad. Imam Bukhari sekedar menerima hadits (tahammul) bukan mengarang hadits.


Karena itu, kalau pun Imam Bukhari tidak meriwayatkan hadits, rowi-rowi lain sudah dan akan meriwayatkan.


Bahkan kesimpulan Ibnu Taimiyah, seumpama Allah tidak menciptakan Bukhari dan Muslim, tidak berkurang sedikit pun dari ajaran Islam.


لو لم يخلق الله البخاري ومسلم لم ينقص من الدين شيء


Thus, menjadi penting mendefinisikan terlebih dahulu Shahih Bukhari. Shahih Bukhari adalah kompilasi hadits-hadits shahih dengan standar dan kriteria yang tinggi (ketat) dibandingkan kriteria kompilasi hadits lainnya.


Shahih Bukhari salah satu kompilasi hadits yang beredar, bukan satu-satunya. Shahih Bukhari tidak meriwayatkan apa yang tidak diriwayatkan orang lain. Imam Bukhari meriwayatkan apa yang diriwayatkan orang lain.


Imam Bukhari tidak sendirian meriwayatkan hadits, melainkan disertai ketebalan mutabi' dan syawahid. Jumlah hadits yang dimuat Imam Bukhari dalam Shahihnya sangat sedikit dibanding hadits yang didapatinya sebanyak 600.000 hadits, dengan kualitas hadits yang beragam. Hadits-hadits yang tidak dimuat dalam Shahih ia riwayatkan dalam kitabnya yang lain, seperti Adabul Mufrod, Tarikhul Kabir, atau hanya diriwayatkan secara lisan.


Bahkan bisa jadi ada yang tidak diriwayatkan, selain karena kualitas hadits yang lemah, juga karena sekedar pengulangan, yang maknanya telah disebar rowi-rowi lain, baik yang sezaman maupun yang tidak.


Walhasil, hadits-hadits dalam Shahih Bukhari tidak otomatis luput dari pengetahuan Imam Syafi'i. Wallahu a'lam​​​​​​​​​​​​​​.


A Deni Muharamdani, Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) MWCNU Karangpawitan Garut


Opini Terbaru