• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 26 April 2024

Daerah

Peran NU dalam Mengarusutamakan Pancasila, Kepala BPIP: Kiai Adalah Simbol Kepahlawanan

Peran NU dalam Mengarusutamakan Pancasila, Kepala BPIP: Kiai Adalah Simbol Kepahlawanan
Kepala BPIP Yudian Wahyudi/ NU Online Jabar
Kepala BPIP Yudian Wahyudi/ NU Online Jabar

Bandung, NU Online Jabar
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi mengatakan bahwa kiai adalah simbol kepahlawanan, karena memperjuangkan agama dan negara. Hal tersebut disampaikan saat membuka acara Dialog Kebangsaan dengan tema “Peran NU dalam Mengarustamakan Pancasila.” Acara tersebut diselenggarakan oleh BPIP bekerjasama dengan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat, di Aula Gedung PWNU Jabar, Sabtu (18/12). 
 

Yudian memaparkan, dalam sejarah kemerdekaan Republik Indonesia, para kiai berperan penting menggelorakan nasionalisme sehingga mampu menyatukan seluruh umat muslim. Walau pada zaman penjajahan umat Islam itu kalah, tapi secara akidah itu menang. Islam menjadi agama terbesar di negeri ini.
 

“Belum pernah ada dalam sejarah umat manusia kecuali bangsa indoneisa, sebuah bangsa terjajah lebih dari 434 tahun. Bangsa ini kalah secara politik karena terjajah, tapi menang secara akidah. Ketika si penjajah terusir, Islam menjadi agama terbesar di Indonesia bahkan di dunia,” paparnya.
 

Kenapa ini semua bisa terjadi, lanjutnya, karena tidak terlepas dari peran kiai, terutama kiai NU. NU memperjuangkan ini dari awal, dari semenjak zaman kerajaan.
 

“NU memperjuangkan dari awal. Belum pernah terjadi dalam sejarah, bahwa raja-raja dan penguasa lokal menyerahkan konsekuensi kekuasaan konstitusionalnya kepada negara yang baru terbentuk, kecuali di Indonesia. Di sinilah janji Allah itu ada. Keberkahan para kiai dan Islam. Surga yang luasnya seluas langit dan bumi, ya Republik Indonesia ini,” tegasnya.
 

“Muslim itu harus dekat dengan tanah dan air. Tanah air biologis, ya tanah dengan air. Maksudnya orang yang paling kaya. Karena orang yang paling menguasai atau dekat dengan dua sumber abadi ekonomi dunia, yaitu tanah dan air. Tapi secara politik, muslim harus menjadi orang yang nasionalis religius. Kalau sudah menjadi pimpinan, baru rahmatan lil alamin,” sambungnya.
 

Pewarta: Abdul Manap
Editor: Muhammad Rizqy Fauzi


Daerah Terbaru