• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Rabu, 8 Mei 2024

Daerah

Menurut Undang-undang, Sengketa Wakaf Diselesaikan di Pengadilan Agama Bukan di Kepolisian

Menurut Undang-undang, Sengketa Wakaf Diselesaikan di Pengadilan Agama Bukan di Kepolisian
Mediasi sengketa tanah antara pihak pesantren Nurul A'in dengan ahli waris. Berdasarkan laporan Detik.com, permasalahan tersebut tidak diselesaikan di pengadilan agama (Foto: Detik.com)
Mediasi sengketa tanah antara pihak pesantren Nurul A'in dengan ahli waris. Berdasarkan laporan Detik.com, permasalahan tersebut tidak diselesaikan di pengadilan agama (Foto: Detik.com)

Bandung, NU Online Jabar
Ketua Lembaga Wakaf dan Pertanahan PWNU Jawa Barat KH Tatang Astarudin mengatakan perihal wakaf, di Indonesia ada undang-undang dan peraturan pemerintah yang mengaturnya, termasuk jika terjadi sengketa. 

“Kalau ada sengketa wakaf, menurut undang-undang wakaf, harusnya dibawa ke pengadilan agama, bukan dibawa ke kepolisian atau pemerintah desa,” katanya, “Untuk dimediasi nanti dikumpulkan ahli waris, wakif (kalau masih ada), nazir, dan penerima wakaf,” katanya kepada NU Online Jabar, Senin (12/10). 

Jika ada sengketa wakaf dan ternyata tak ada bukti tertulis saat dari pemberi dan penerima wakaf juga ada peraturannya. UU Nomor 41Tahun 2004 Tentang Wakaf dan PP 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU Wakaf dikenal dengan adanya qarinah.

“Qarinah itu, bukti-bukti, apalagi sudah ada pesantren, majelis taklim atau masjid yang berjalan sekian tahun, itu sudah tidak diragukan lagi dalam proses wakaf,” katanya. 

Lalu, lanjut kiai di Pondok Pesantren Mahasiswa Universal ini dalam penyelesaian sengketa itu, pengadilan agama yang memutuskan status wakaf tersebut melalui isbat pengadilan agama. 

Ia menganjurkan berdasarkan undang-undang perwakafan, sengketa diselesaikan dengan mendahulukan musyawarah. Setelah tahap itu tidak berhasil lalu diselesaikan melalui jalur pengadilan agama. 

“Dahulukan diselesaikan dengan cara bermusyawarah di Kantor Urusan Agama (KUA) dan Badan Wakaf Indonesia (BWI),” katanya.  

Kiai Tatang mengimbau kepada Nahdliyin baik yang memberi maupun yang menerima wakaf agar segera mengurus akta ikrar wakaf dan sertifikat sebagai bukti otentik. Hal itu untuk mengantisipasi sengketa di kemudian hari. 

“Itu untuk perlindungan aset wakaf karena wakaf dalam kitab-kitab fiqih disebut sebagai “milik” Allah,” katanya. 

Ia juga menegaskan dalam kitab-kitab fiqih dijelaskan tanah atau benda lain yang diwakafkan oleh orang tua seseorang tidak bisa diambil kembali oleh ahli warisnya. 

“Jangankan diambil kembali oleh ahli warisnya, oleh wakif-nya (orang yang mewakafkan) sendiri tak boleh mengambilnya,” katanya, Senin (12/10). 

Hal itu, kata dia, diperkuat dalam Undang-undang Wakaf No 41 tahun 2004. Dalam undang-undang itu pula disebutkan bahwa tanah yang sudah diikrarkan tidak bisa diambil lagi. 

Pewarta: Abdullah Alawi 


Daerah Terbaru