• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Senin, 20 Mei 2024

Hikmah

Tumbuhkan Etos Kerja: Menggali Pelajaran dari Nabi Muhammad dalam Berdagang dan Menggembala Kambing

Tumbuhkan Etos Kerja: Menggali Pelajaran dari Nabi Muhammad dalam Berdagang dan Menggembala Kambing
Menggali Pelajaran dari Nabi Muhammad dalam Berdagang dan Menggembala KambinG (Ilustrasi: AM)
Menggali Pelajaran dari Nabi Muhammad dalam Berdagang dan Menggembala KambinG (Ilustrasi: AM)

Nabi Muhammad SAW, dalam kesempurnaan teladannya, memberikan inspirasi abadi yang terus mengalir melalui zaman. Setiap langkah hidupnya memancarkan contoh yang tak pernah pudar. Salah satu ajaran yang dia sampaikan kepada umatnya adalah dedikasi yang luar biasa terhadap pekerjaan. Walaupun dia adalah seorang rasul yang terpandang dan pemimpin yang dihormati, lahir dari keturunan yang mulia, namun hal itu tidak menghalanginya untuk mencari nafkah dengan tangannya sendiri.
 

Pemandangan ini seolah menggugah orang-orang yang terkadang pasif atau bahkan terlibat dalam tindakan yang kurang baik dalam mencari rezeki. Dalam ajarannya, Rasulullah sendiri menyatakan bahwa pekerjaan yang paling mulia adalah yang diusahakan dengan susah payah sendiri. Beliau bersabda:  


مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ  
 

Artinya, “Tidak ada seseorang yang memakan satu makanan pun yang lebih baik dari makanan hasil usaha tangannya (bekerja) sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Allah Daud as memakan makanan dari hasil usahanya sendiri.” (HR al-Bukhari) 
 

Melansir NU Online, Ustadz Muhamad Abror memaparkan bagaimana etos kerja Nabi Muhammad dalam bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mulai dari berdagang hingga menjadi penggembala
 

Pedagang Sukses  
Di wilayah tandus dan gersang Tanah Arab, penduduknya dihadapkan pada tantangan besar dalam mengelola sumber daya alam demi keberlangsungan hidup. Akibatnya, masyarakat Arab mengembangkan keahlian bisnis yang luar biasa. Mereka dikenal di seluruh dunia atas kemahiran perdagangan mereka yang mengakar dalam budaya ekonomi mereka. Dari tradisi ekonomi ini, lahir berbagai pasar terkenal di Arab seperti Ukazh, Dzil Majz, Majinnah, dan sebagainya.


Berkaitan dengan profesi masyarakat Arab ini, Allah swt berfirman:


   لِاِيْلٰفِ قُرَيْشٍۙ اٖلٰفِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاۤءِ وَالصَّيْفِۚ    


Artinya, “Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.” (QS Al-Quraisy [106]: 1-2).    
 

Sejumlah ulama menafsirkan, maksud bepergian musim dingin pada ayat di atas adalah perjalanan niaga ke Yaman, sementara saat muslim panas adalah perjalanan niaga ke Syam (Suriah). (Jawwad Ali, al-Mufashshal fi Tarikhil ‘Arab Qablal Islam, tanpa tahun: juz VII, halaman 115). 
 

Hal ini juga sempat dirasakan oleh Nabi Muhammad saw. Pada usia 25 tahun beliau pergi ke Syam untuk berdagang dengan ditemani Maisarah, pembantu Siti Khadijah. Beliau membawa komoditas Khadijah dengan sistem bagi hasil. Bermodal keterampilan niaga dan kejujuran, semua dagangannya habis terjual dan berhasil memperoleh keuntungan yang memuaskan.    


Khadijah yang melihat kemampuan dan moral luhur Nabi Muhammad kemudian tertarik untuk menikahinya, terlebih ia mendapat informasi banyak dari Maisarah tentang sosok Nabi selama menemani berdagang. Singkat kisah, Nabi dan Khadijah akhirnya menikah dengan mas kawin 20 ekor unta. Kendati usia Khadijah selisih lebih tua 15 tahun, tapi ia merupakan perempuan yang cantik, pandai, terpandang, dan kaya raya. (Safyurrahman al-Mubarakfuri, Rahiqul Makhtum, 2013: halaman 62).    
 

Menggembala Kambing  
Profesi lain yang pernah Nabi geluti adalah menggembala kambing. Hal ini dilakukannya tepat ketika berada di bawah asuhan sang paman, Abu Thalib. Menyadari kondisi ekonomi pamannya sedang kurang membaik, Muhammad kecil berinisiatif untuk menggembala kambing milik orang-orang Arab dengan imbalan beberapa dinar. Meski awalnya Abu Thalib keberatan, akhirnya ia mengizinkannya juga.   
 

Kelak, ketika sudah diutus menjadi Nabi, beliau menyampaikan profesinya ini kepada para sahabatnya. Beliau tidak gengsi dengan masa lalunya ini, kendati posisinya sekarang sebagai rasul, pemimpin umat, dan terlahir dari nasab mulia. Dalam satu hadits Nabi bersabda:
 

   مَا بَعَثَ اللهُ نَبِيّاً إِلاَّ رَعَى الْغَنَمَ، فَقَالَ أَصْحَابُهُ: وَأَنْتَ؟ فَقَالَ: نَعَمْ، كُنْتُ أَرْعَاهَا عَلَى قَرَارِيطَ لِأَهْلِ مَكَّةَ 


Artinya, “Semua nabi yang diutus Allah swt pernah menggembala kambing.” Para sahabat bertanya, ”Dan engkau sendiri?” Beliau menjawab, ”Ya, aku juga dulu menggembalakan (kambing-kambing) milik penduduk Makkah dengan upah beberapa qirath.” (HR al-Bukhari).   


Beberapa ulama menyebutkan bahwa profesi para nabi sebagai penggembala kambing memiliki makna yang dalam. Dalam peran sebagai penggembala, mereka mengalami pengalaman bekerja tanpa henti, tanpa memedulikan cuaca. Baik musim dingin ataupun musim panas, mereka terikat dengan tugas menjaga kambing-kambing mereka di alam terbuka. Kehidupan di tanah tandus seperti di Arab menambah kesulitan, di mana kehausan di tanah kering akan menjadi ujian yang besar bagi kesabaran mereka. Di situasi seperti ini, penggembala dipersiapkan menjadi individu yang kuat dan tabah.


Selain itu, pengalaman menjadi penggembala juga membentuk sifat tawadhu. Mereka hidup bersama dengan kambing-kambingnya, memberikan perhatian kepada mereka, memastikan bahwa tidak ada yang kelaparan. Bahkan ketika malam tiba, mereka tidur di dekat hewan-hewan yang berbau. Gaya hidup seperti ini membantu mereka untuk merasakan keprihatinan dan memperoleh sifat tawadhu yang kuat.


Lalu, nilai yang tidak kalah penting dari menggembala adalah mendidik keberanian dan sifat kepemimpinan. Saat menggembala, mereka pasti akan sering bermalam di tanah sepi yang jauh dari pemukiman. Kemudian, mereka juga bertanggung jawab agar semua hewan yang dibawanya tetap dalam keadaan aman dan pulang tidak kurang satu ekor pun. (Ali Muhammad ash-Shallabi, as-Sirah an-Nabawiyah, 2008: halaman 55).   


Dari kisah profesi Nabi Muhammad di atas dapat dipetik hikmah. Mencari rezeki dari jeri payah sendiri yang halal merupakan ajaran penting dalam Islam. Saat pengangguran masih menjadi problem besar negeri ini, meneladani sosok rasul sangat penting. Hidup sebagai nabi, pemimpin umat, dan lahir dari nasab mulia, tidak membuat beliau gengsi meski harus menjadi seorang penggembala kambing.
 


Hikmah Terbaru