• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 29 Maret 2024

Ngalogat

BULAN GUS DUR

Gus Dur dan Jurgen Klopp

Gus Dur dan Jurgen Klopp
Gus Dur dan Jurgen Klopp (Ilustrasi Foto: NU Online & Bolaskor)
Gus Dur dan Jurgen Klopp (Ilustrasi Foto: NU Online & Bolaskor)

Oleh Muhyiddin
Gus Dur itu mirip Jurgen Klopp. Boleh juga disebut nyaris sama. Dalam hal apakah? Soal bola dan hal di luar bola. Mari kita cermati kutipan Gus Dur berikut ini.

“Jadi, dengan demikian, menjadi jelas bagi kita bahwa strategi Totaalvoetbal harus diterapkan secara kreatif dalam kehidupan kita sebagai bangsa. Dalam satu hal, kita menggunakan strategi Catenaccio, sedang dalam hal lain strategi Kick and Rush (ala Inggris). Bahkan, kadang kita menggunakan strategi Totaalvoetbal sekaligus memeragakan permainan cantik ala tarian Samba khas kesebelasan Brasil.” (Gus Dur, “Catenaccio Hanya Alat Belaka” Kolom Kompas 18 Desember 2000)

Dalam ungkapan berbeda, Klop menjelaskannya demikian.

"Saya kira kami sekarang dalam keadaan yang baik. Namun, kami harus tetap belajar dan berimprovisasi. Sepakbola, ketika anda sedang dalam keadaan baik, adalah permainan yang sederhana sekaligus menawan. Ketika anda dalam keadaan buruk, ia akan menjadi permainan yang begitu menyiksa. Itulah yang membuat sepakbola menarik, karena ia memiliki dua sisi yang berlawanan. Terus belajar adalah hal yang harus tetap kami lakukan," (Jurgen Klopp, Monday Night Football Sky Sport via Sandy Firdaus panditfootball.com)

Dua kutipan di atas menyiratkan pesan yang sama bahwa tidak ada strategi dan taktik baku untuk semua kondisi. Gus Dur dan Jurgen Klopp dalam banyak hal memiliki kesamaan. Mungkin bukan kebetulan jika keduanya sama-sama suka humor, menertawakan diri sendiri, pandai menumbuhkan keyakinan kader-kadernya, dan tentu saja visioner. Keduanya dicintai banyak orang. Dan jangan lupa, dua tokoh ini banyak mengalami kegagalan. 

Ya, Gus Dur selalu penuh dengan humor dalam menanggapi banyak hal. Sudah banyak tulisan yang mengangkat humor-humor Gus Dur. Demikian juga dengan Jurgen Klopp. Dia menjadi buruan jurnalis bukan karena komentar-komentar pedasnya. tetapi justru karena komentar-komentar jenakanya.

Persamaan humornya juga ada pada caranya. Sama-sama suka menertawakan dirinya sendiri. Misalnya saat Gus Dur melempar humor di depan para tamu negara di Bali beberapa pekan setelah jadi presiden, “Saya dan Megawati adalah pasangan presiden dan wakil presiden yang lengkap, saya tidak bisa melihat, dia tidak bisa ngomong.”

Sementara Jurgen Klopp menanggapi kaca matanya yang pecah saat merayakan sebuah gol kemenangan, "Saya memiliki kacamata kedua, tetapi saya tidak dapat menemukannya. Sulit menemukan kacamata tanpa kacamata!" 

Keduanya juga sama-sama hidup dengan banyak tekanan. Gus Dur selama memimpin NU, dimusuhi Orde Baru dengan kekuatan militernya. Dimusuhi Islam Kanan sampai wafatnya. Gagasan-gagasannya juga dimusuhi sampai sekarang. 

Jurgen Klopp? Dia juga harus menghadapi tekanan untuk membongkar oligarki bayern Muncehn di Bundesliga. Pun demikian ketika pindah ke Liga Inggris, harus menghadapi tekanan yang lebih besar, mendobrak oligarki duo Manchester dan Chelsea.

Untuk melawan, dibutuhkan kecerdasan, visi, gagasan, dan strategi yang tidak biasa. Di sini kita menemukan persamaan berikutnya. Gus Dur sudah kita kenal sebagai sosok yang visioner. Begitu visionernya, sampai disebut bahwa gagasannya mendahului zamannya. Prediksi-prediksinya banyak menemui kenyataan. Strategi Gus Dur yang liat dengan serangan balik yang mematikan, juga sudah banyak dibahas dalam tulisan.

Demikian juga dengan Jurgen Klopp. Dia memperkenalkan dirinya sebagai the normal one ketika diperkenalkan sebagai pelatih Liverpool FC. Dengan pede-nya dia mengatakan, kita akan mendapatkan setidaknya satu gelar dalam 4 tahun ke depan. Dan terbukti, gelar UEFA Champion League dan Gelar Premier League diraihnya. Strateginya? Berdarah-darah. Penyesuaian atas filosofi taktiknya sendiri untuk menyesuaikan dengan tantangan Liga Inggris, dengan tidak lagi memaksakan total gegenpressing yang menguras tenaga, tetapi dengan gegenpressing yang lebih efektif dan efisien.

Keduanya juga sama-sama suka bersilaturahmi, meskipun konteksnya lain, tapi tujuannya dalam banyak hal tetaplah sama. Gus Dur dikenal senang berziarah dan sowan ke kiai-kiai, bahkan ke orang-orang yang dianggap biasa, yang kemudian dikenal sebagai waliyullah

Jurgen Klopp juga hobby bercengkrama. Dia bertemu dan berbincang dengan Sir Alex Ferguson, orang yang justru paling dibenci Liverpudlian. Klopp juga tidak canggung berbaur dan berinteraksi dengan para pengunjung bar.

Tentang kegagalan? Gus Dur seperti dicatat Hairus Salim adalah riwayat kegagalan. Dari kegagalan naik kelas, gagal menyelesaikan kuliah, gagal menjadi dosen, gagal menjadi novelis. Jurgen Klopp juga akrab dengan kegagalan hingga mendapat julukan Mr. Nyaris atau Mr.  Runner Up. Itu merujuk pada kegagalannya memenangkan final UEFA Champion Leage bersama Borussia Dortmunt, juga Final European Leage bersama Liverpool saat dikalahkan Sevilla. Juga kekalahan dari Real Madrid di final. Atau kegagalan satu poin di belakang Manchester City untuk menjadi juara Premier Leage 2018/2019.

Kegagalan-kegagalan tersebut bukan akhir sejarah keduanya, tetapi justru bagian dari sejarah manusia unggul. Gus Dur berhasil menjadi Presiden RI, meski akhirnya dilengserkan. Jurgen Klopp berhasil menjuarai Premier Leage dan UEFA Champion Leage bersama Liverpool.

Tetapi keberhasilan terbesar mereka berdua, menurut saya, bukan pencapaian jabatan dan trofi di atas. Keduanya berhasil menjadi manusia unggul, justru karena seperti kata Nietzsche: yang tidak membunuhku justru membuatku lebih kuat, Was mich nicht umbringt, macht mich stärker.

Kegagalan tidak membuat mereka mundur, tetapi menjadi suntikan semangat untuk terus belajar. Seperti kalimat Klop di hari pertama pramusim 2018-19 - 2 Juli 2018

"Hidup selalu [tentang] belajar dari pengalaman Anda, saya harap kami bisa menunjukkannya." 

Hilangnya jabatan tidak membuat Gus Dur mengalami post power syndrome. Gus Dur masih tetap tokoh yang sama yang memperjuangkan Islam Rahmatan Lil Alamin, menyebarkan gagasan demokratisasi sampai akhir hayatnya.

Keduanya orang-orang yang sederhana. Keduanya juga melatih dengan segenap hati dan gairah. Gus Dur dan Klopp memberi teladan bagaimana gagasan dan cita-cita harus diperjuangkan, meski ruangnya berbeda. Hasilnya sudah kita ketahui bersama. Anak-anak ideologis Gus Dur terus memegang teguh sekaligus menyebarkan gagasan-gagasan Gus Dur. Para pemain dan suporter Liverpool, kini memiliki kepercayaan diri yang tinggi dengan Klopp. Hal ini tidak dibangun dalam semalam, tetapi hasil dari perjuangan berdarah-darah dan tempaan yang keras.

Penulis adalah Gusdurian dan Liverpudlian.
 


Editor:

Ngalogat Terbaru