• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Sabtu, 20 April 2024

Kuluwung

Puasa Membentuk Aneka Kecerdasan

Puasa Membentuk Aneka Kecerdasan
Ilustrasi: Freepik.com
Ilustrasi: Freepik.com

Puasa adalah ibadah yang bermula dengan tidak makan, tidak minum, dan tidak bercampur dengan pasangan sejak terbit hingga terbenamnya matahari. Dengan tidak minum dan makan, seorang muslim yang berpuasa meneladani Tuhan yang tidak makan dan tidak minum, bahkan ini akan lebih sempurna lagi jika yang berpuasa itu memberi makan, karena pada bulan Ramadhan ini banyak sekali amal kebaikan yang harus kita kerjakan. Antara lain Al- Qur’an memperkenalkan Allah sebagai: “pencipta langit dan bumi, memberi makan dan tidak diberi makan” (QS. al- An’am [6]: 14). Dengan tidak melakukan hubungan seks, seseorang yang berpuasa meneladani Allah yang ditegaskan oleh Al- Qur’an sebagai: “tidak memiliki anak. Bagaimana Dia memiliki anak padahal Dia tidak memiliki teman (pasangan)” (QS. al- An’am [6]: 101). Itu semua dilakukan oleh manusia sesuai kemampuanya yang ditentukan Allah dalam konteks puasa selama sebulan penuh. 


Kendati demikian, hanya kedua sifat itu yang digaris bawahi oleh ketetapan hukum puasa untuk diteladani. Karena sejatinya ibadah puasa adalah menemukan jati diri dan menghilangkan sifat-sifat hewaniyah (binatang), maka dari itu, dengan kedua sifat tersebut kita bisa menjalankan puasa dengan nyaman. Dalam meneladani sifat Tuhan yang Maha mengetahui, orang yang berpuasa hendaknya terus- menerus menambah ilmunya. Dengan upaya tersebut ia dituntut agar dapat menggunakan secara maksimal seluruh potensi dan nikmat yang telah Allah berikan kepada kita semua.


Ilmu seorang ilmuwan harus mengantarnya kepada iman, yang akan mendorongnya memberi nilai- nilai spiritual terhadap ilmu yang diraihnya, mulai dari motivasi hingga menemukan makna hidupnya.


Tanpa kita sadari, puasa juga dapat mengasah kecerdasan emosional. Dengan kecerdasan emosional manusia mampu mengendalikan nafsu. Emosi dan nafsu yang terkendali sangat kita butuhkan sebab ia merupakan salah satu faktor yang mendorong terlaksananya tugas kekhilafahan di bumi, yakni membangun dunia sesuai dengan kehendak dan tuntunan Ilahi. Hawa nafsu bagaikan eksim (kelainan pada kulit), semakin digaruk semakin nyaman. Dan nafsu juga sebagai penghalang bagi kita dalam menjalankan ibadah puasa, banyak sekali di antara kita yang selalu mengedepankan hawa nafsu sehingga puasa-nya tidak mengandung nilai kebaikan.


Dikutip dari buku yang berjudul “ Membumikan Al- Qur’an” karya M. Quraish Shihab, puasa dapat mengasah kecerdasan spiritual yang melahirkan kepekaan yang sangat mendalam. Fungsinya mencakup hal- hal yang bersifat supranutal dan religius. Kecerdasan tersebut menegaskan wujud Tuhan melahirkan kemampuan untuk menemukan makna hidup. Di samping itu, selain memperhalus budi pekerti, dan juga melahirkan mata ketiga atau indra keenam bagi manusia. 


Di sisi lain, kecerdasan selanjutnya adalah kecerdasan intelektual. Tetapi jika kecerdasan ini tidak dibarengi dengan kecerdasan di atas, maka manusia akan terjerumus ke dalam jurang kebinasaan. Ia akan menjadi kepompong yang membakar dirinya sendiri karena “ kepintaranya”. Perlu diingat bahwa, kebodohan bukanlah sekedar lawan dari banyaknya pengetahuan karena bisa jadi seseorang memiliki informasi yang banyak, tetapi apa yang diketahuinya tidak bermanfaat baginya. 


Karena itu, menurut gagasan saya apabila kita melaksanakan ibadah puasa dengan tidak mengendalikan hawa nafsu, maka kita akan mendapatkan kecerdasan, baik itu kecerdasan emosional, intelektual, spiritual. Bila kecerdasan terhimpun pada diri seseorang maka dia secara sadar akan bersikap diam menyangkut apa yang tidak perlu atau tidak bermanfaat baginya, Wallahu A’lam. 


Farid Hamdani, salah seorang Mahasiswa Al-Azhar Kairo Mesir asal Subang


Kuluwung Terbaru