• logo nu online
Home Nasional Warta Sejarah Khutbah Taushiyah Kuluwung Ubudiyah Daerah Keislaman Syariah Obituari Risalah Doa Tokoh Tauhid Profil Hikmah Opini Wawancara PWNU Ngalogat Ekonomi Lainnya
Jumat, 29 Maret 2024

Kuluwung

Maka Jadilah Aku Santri Dapur

Maka Jadilah Aku Santri Dapur
Aku menggebu-gebu untuk bisa mondok di pesantren, tapi karena tidak punya biaya, aku gagal berangkat mondok (Foto: NU Online)
Aku menggebu-gebu untuk bisa mondok di pesantren, tapi karena tidak punya biaya, aku gagal berangkat mondok (Foto: NU Online)

Oleh Agung Gumelar

Menjadi santri dan belajar di pondok pesantren adalah impianku sejak dulu. Waktu aku kelas lima Madrasah Ibtidaiyah (MI), membayangkan bisa belajar agama dan berkenalan dengan banyak santri lainya dari berbagai daerah itu suatu hal yang membuatku antusias. Perasaanku menggebu-gebu untuk bisa mondok di pesantren. Apalagi mendengar cerita dari dua sahabatku yang katanya mau mondok setelah lulus MI nanti.

Namun, karena tidak punya biaya, aku gagal berangkat mondok. Akhirnya aku melanjutkan sekolah di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Nurul Ikhwan. 

Singkat cerita, aku ditawari mondok oleh guruku yang sekaligus pengasuh Asrama Nurul Ikhwan, Nyai Hj. Fatimah dengan tidak dipungut biaya sepeser pun alias gratis, dengan satu syarat aku ikut bantu-bantu di asrama. Kalau istilah kerenya, jadi santri dapur.

Mendapat tawaran untuk bisa mondok saja, aku sudah sangat senang bukan kepalang. Apalagi tidak dipungut biaya sepeser pun alias gratis. Itu bagaikan menemukan mata air di tengah gurun pasir. Pikirku saat itu adalah yang penting aku bisa mondok dan ngaji. Perkara jadi santri dapur, itu urusan belakangan. Yang penting aku bisa ngaji dan ngalap berkah kiai.

Mulai sejak saat itu, menjadi santri dapur adalah cita-citaku. Berkat menjadi santri dapur, aku bisa belajar agama di pondok. Mengenal teman santri dari berbagai daerah, hafalan bersama, bersenda gurau selepas ngaji, merasakan malu ketika ditugaskan untuk khitabahan dan harus berbicara di depan banyak santri yang lainnya, cepat-cepatan setor hafalan, dan masih banyak lagi.

Mungkin cerita singkat ini bisa mewakili kerinduanku tentang bagaimana asiknya mondok, nikmatnya khidmah kepada guru ngaji, dan segala bentuk kegiatannya lainnya.

Tidak semua orang bisa berkesampatan mondok, maka bagi para santri, gunakanlah waktu belajarmu di pondok sebagai bentuk syukur atas nikmat Allah dan sebagai bentuk bakti kepada kedua orang tua.

Penulis merupakan Mahasiswa Jurnalistik UIN Bandung, Alumni Santri Asrama Nurul Ikhwan, Astanajapura, Cirebon.


Kuluwung Terbaru